Setya Novanto Ketua Umum Partai Golkar
Ekonomi Indonesia berada di ambang krisis dengan semakin lemahnya daya beli masyarakat, potensi defisit APBN yang melebar, kewajiban pembayaran hutang luar negeri yang terus meningkat, makin tingginya kurs dollar AS atas rupiah, serta hengkangnya para investor yang menambah angka pengangguran dan kemiskinan. Hal ini menimbulkan keprihatinan di banyak kalangan muda dan generasi milenial, khususnya yang bekerja di sektor wirausaha dan profesional.
“Banyak peristiwa yang menimbulkan ketidakpastian di Indonesia, sehingga berdampak negatif bagi dunia perekonomian. Utamanya adalah masalah penegakan hukum yang ‘tumpul ke atas tajam ke bawah.’ Akibatnya, banyak investor dan pelaku usaha yang hengkang dan memilih menyimpan uangnya demi menghindari resiko bisnis di tengah suasana gaduh dan tak kondusif,” ujar Juru Bicara Kaukus Muda Berantas Korupsi (KMBK), Soeleman Harta yang diterima Redaksi JAKARTASATU.com, Jumat (20/10/2017).
Dia menuturkan, salah satu contoh tidak tegaknya hukum ditandai oleh merajalelanya para pejabat dan bandit perampok kekayaan negara yang justru mendapat kekebalan hukum. Sementara, kriminalisasi dan pemenjaraan malah menimpa penegak hukum yang jujur serta para pencari keadilan.
Sebagai komparasi, di Amerika Serikat dan China, investor dan pelaku usaha merasa nyaman berinvestasi dan memutar uang karena adanya kepastian hukum tanpa pandang bulu. Bahkan, hukuman mati sering dijatuhkan ke pejabat publik yang secara sengaja berkomplot menyalahgunakan kewenangan merugikan negara untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
“Di China, jika ada pejabat tinggi negara seperti Setya Novanto yang diduga melakukan rangkap kejahatan korupsi KTP elektronik yang disertai dugaan menjual data penduduk kepada kekuatan asing, atau jika terjadi persekutuan jahat mega korupsi kondensat antara mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dengan pengusaha pemilik PT. TPPI Honggo Wendratno yang merekayasa projek dengan dugaan kerugian negara hingga Rp.35 trilyun, pasti mereka telah dihukum gantung, juga keluarganya mendapat sanksi sosial,” kecam Soeleman.
Dalam catatan Kaukus Muda Berantas Korupsi (KMBK), ada banyak skandal megakorupsi yang mendapat kekebalan hukum dan belum dituntaskan bertahun-tahun. Beberapa di antaranya kasus BLBI, Century, KTP Elektronik (E-KTP) dan kondensat BP Migas. Citra pemerintah semakin runtuh, sehingga kepercayaan investor dan dunia internasional terhadap komitmen hukum Pemerintahan Joko Widodo semakin hilang.
Terkini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus memproses skandal BLBI dan Century, tetapi terkesan lalai dalam penanganan kasus E-KTP, hingga tersangka Setya Novanto yang notabene Ketua DPR RI memenangkan praperadilan yang menyita perhatian dan melukai rasa keadilan rakyat. Sementara dalam skandal kondensat yang ditangani Bareskrim Polri, 2 pejabat BP Migas yang menjadi tersangka yakni Raden Priyono dan Djoko Harsono (mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran) sempat ditahan dan ditangguhkan, dan pengusaha Honggo Wendratno melarikan diri ke Singapura hingga kini.
“Demi bangkitnya dunia usaha dan perekonomian Indonesia, penegakan hukum di era Presiden Joko Widodo tak boleh hanya menjadi retorika di berbagai forum dan media. KPK harus segera keluarkan surat perintah penyidikan baru prindik baru untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka E-KTP dan Bareskrim Polri harus segera menyeret Honggo Wendratno dan Raden Priyono untuk dipenjarakan!” seru Soeleman Harta. | JUN/JAKSAT