JAKARTASATU– Turunnya Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) selama tiga Tahun Jokowi-JK menurut Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mewakili kenyataan yang dirasakan oleh masyarakat. “Setidaknya itulah yang saya dengar saat bertemu dengan konstituen dan masyarakat di daerah lainnya.

Saya melakukan survei terbuka di Twitter beberapa hari ini tentang kebebasan berpendapat dan berserikat #3TahunJokowiJK. Dari 5.193 votes, 78 persen berpendapat jika pemerintah makin represif. Hanya 22 persen netizen yang menyatakan makin demokratis,” ungkapnya, Senin, 23 Oktober 2017, melalui akun Twitter pribadi miliknya.

Survei ini menurut Fadli tidak berbeda dengan survei sejenis yang dilakukan oleh beberapa media online di Twitter sejak beberapa hari lalu. “Jadi, saya kira ini mewakili gambaran pandangan masyarakat secara umum, bukan hanya di kalangan netizen. Sebab, jika saya turun ke daerah pemilihan atau melakukan kunker daerah, yang disampaikan masyarakat tidak jauh berbeda.”

Fadli, lanjutnya, menilai bahwa kita bukan hanya mengalami penurunan ekonomi, tapi juga kemunduran hukum dan demokrasi. Misalnya saja, lebih banyak aktivis politik yang ditangkapi di zaman Jokowi daripada di zaman SBY. Termasuk mereka yang ditangkap karena aktivitasnya di sosial media.

Tindakan tadi tidak menunjukkan tegasnya penegakkan hukum, tapi menunjukkan ketatnya sensor dan represif pemerintah. “Apalagi, di sisi lain pemerintah secara kasat mata juga melakukan standar ganda dalam penegakkan hukum. Kasus pelaporan Ustad Alfian Tanjung dan @ayomenjonru, misalnya, cepat sekali diproses dan disidik oleh aparat. Namun kasus orang-orang yang dianggap dekat pemerintah, misalnya, hingga hari ini tidak ada proses sama sekali.”

Ia berpendapata aparat banyak menangkap netizen yang membully dan nyinyir terhadap pemerintah, dengan berbagai tuduhan serius. Tapi di sisi lain Istana justru mengundang para buzzer yang kerap menulis posting kasar, penuh kebencian, dan juga fitnah terhadap siapapun yang dianggap berseberangan dengan pemerintah.

“Para buzzer ini terbukti imun. Ini jelas sebuah kemunduran, ketika hukum digunakan bukan untuk menegakkan keadilantapi hanya untuk melindungi kekuasaan. Saya kira survei-survei yang menyatakan bahwa masyarakat puas atas kinerja pemerintah itu penuh paradoks.”

Kepuasan masyarakat di berbagai bidang vital, katanya, seperti soal harga kebutuhan pokok, kemiskinan, lapangan kerja, tingkat kepuasan di bidang-bidang tadi rata-rata di bawah 35 persen. Bahkan ada yang di bawah 30 persen.

“Bagaimana bisa kepuasaan umum terhadap pemerintah bisa di atas 60 persen? Ada lompatan logika yang tidak nyambung di situ. Tidak terlalu mengherankan, karena hampir semua lembaga survei di Indonesia juga merangkap jadi lembaga konsultan politik. Dan saya kira masyarakat kita sudah makin cerdas memperhatikan hal itu.” RI