JAKARTASATU– Sejak (9/11/2017) sekitar 1.300 orang disandera Kelompok Bersenjata (KB) di Desa Kimbely dan Banti, Distrik Tembagapura,Papua. Kelompok Bersenjata tersebut diduga bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Penyanderaan membuat warga tak bisa bergerak, diisolasi dan dilarang keluar dari kampungnya. Saya mengecam tindakan Kelompok Teroris Bersenjata OPM sebagai satu tindakan yang tak dapat ditolerir dan mencederai HAM.

Saya mengecam keras tindakan penyanderaan oleh Kelompok Bersenjata OPM. Apa yang mereka lakukan bukan lagi tindakan kriminal biasa. Melainkan bentuk tindakan terorisme. Sehingga mereka lebih tepat disebut kelompok teroris, daripada kelompok kriminal.

Penyanderaan tersebut, tak hanya melanggar hukum Indonesia, namun juga mengancam hidup ribuan warga sipil di Papua. Ini semacam test the water dari OPM.

Pihak Kepolisian dan TNI harus berupaya keras agar para sandera bisa segera bebas. Sudah lebih dari empat hari. Tentu kondisi warga terisolasi mulai kekurangan makanan dan kondisi fisik pasti menurun.

Dalam kondisi ini, pihak Kepolisian dan TNI sebisa mungkin menghindari kontak senjata. Utamakan pendekatan persuasif dan preventif. Namun tetap menunjukkan kedaulatan dan tak didikte oleh kelompok separatis.

Masyarakat bertanya-tanya kenapa kejadian ini seperti dibiarkan dan aparat tak bertindak tegas. Masyarakat jg menanyakan, mengapa mereka disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bukan Teroris atau Separatis.

Harus ada penanganan tegas terhadap OPM dengan cara persuasif, dialog atau cara lain yang diperlukan. Harus ada penanganan tegas terhadap OPM dengan cara persuasif, dialog atau cara lain yang diperlukan.

Ancaman yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) selama ini menunjukkan seolah-olah Indonesia tak berdaya. Sebagai Ketua Tim Pemantau Otsus di Papua, saya mengamati, gerakan pro-kemerdekaan Papua, tiga tahun ini semakin nyaring.

Mereka tak hanya well organized, tapi juga well funded. Hal itu terlihat dari upaya internasionalisasi isu Papua. Internasionalisasi isu Papua, yang antara lain dimotori oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Mereka aktif mencari basis dukungan di forum internasional, seperti di Melanesian Spearhead Group (MSG), Pacific Island Forum (PIF), dan bahkan di forum dekolonisasi di the United Nations (UN).

Tim Pemantau Otsus Papua DPR RI juga terus menggali perkembangan terbaru. Otsus dibentuk, salah satunya agar permasalahan di Papua bisa cepat teratasi. @DPR_RI ingin implementasi Otsus dapat berdampak strategis bagi penyelesaian permasalahan politik dan keamanan di Papua.

Otsus Papua ini jangan hanya dijalankan sebatas business as usual. Pemerintah jangan anggap enteng masalah Papua dan segera mengambil langkah ke arah penyelesaian. Jika tindakan penyanderaan didiamkan, maka akan berulang sebagai cara mencari perhatian internasional oleh OPM.

*Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon