JAKARTASATU– Wakil Ketua Fraksi PKS/Anggota Komisi III DPR, Aboebakar Alhabsyi sangat menyayangkan keputusan MK tentang JR pasal 284, 285 dan 292 KUHP, penolakan permohonan ini berarti memperpanjang norma-norma warisan Belanda. Padahal norma-norma tersebut tidak sesuai dengan jati diri bangsa dan konstitusi kita.

“Sebenarnya ini kesempatan yang baik untuk menekan persoalan kesusilaan seperti LGBT, perzinahan dan perkosaan. Dengan putusan tersebut, MK telah menutup pintu upaya memperbaiki aspek delik yang berkaitan dengan moralitas. Padahal  seharusnya peluang ini dimanfaatkan dengan baik oleh MK, karena perbaikan melalui legislasi di DPR kerap mengalami jalan buntu. Puluhan tahun dibahas, sampai saat ini belum kelar juga,” demikian siaran pers yang didapat jakartasatu.com, Selasa (19/12/2017).

Jika ada pemikiran bahwa MK hanya memiliki negatif legislator, ia kira tidak sepenuhnya benar. Banyak putusan MK yang ternyata membentuk norma baru, misalkan saja pada kasus Marcica Muchtar MK mengesahkan hubungan keperdataan anak dengan ayahnya yang lahir diluar perkawinan sepanjang bisa dibuktikan dengan ilmu pengetahuan.

“Pada putusan 102 tahun 2009 MK juga membuat norma baru dengan memberikan hak mencoblos hanya dengan KTP dan paspor meskipun tidak terdaftar di DPT. Pada putusan lain Mk juga mengatur bagaimana pembagian perolehan kursi pada tahap kedua, ini juga membuktikan bahwa MK dapat membuat norma baru. Hal serupa juga terjadi saat MK memutus proses pemilihan Panwaslu di tahun 2010.”

Putusan MK yang berisi disenting opoinion ini sepertinya mengarahkan bola panas ke DPR dan Pemerintah agar diadopsi dalam RUU KUHP. Tentunya pembahasan ini akan sangat tergantung dengan dinamika politik sebagaimana disampaikan oleh hakim Arif dan kawan-kawan dalam disenting opinionnya.

“Oleh karenanya, kami di PKS siap mengawal aspirasi masyarakat ini dalam pembahasan RUU KUHP. Tentunya kami memerlukan masukan dukungan dari masyarakat, agar perbaikan tersebut bisa diserap dengan baik di KUHP.” RI