JAKARTASATU– Respon presiden Joko Widodo atas dugaan aliran dana Pungli Dirjen Hubla ke paspampres sebetulnya melambangkan sesuatu yang mendalam. Mendalam sekali ketidakseriusan kita pada isu korupsi. Mendalam sekali kengawuran lembaga negara mengatasinya.

Seandainya masyarakat kita peduli, termasuk @KPK_RI tentu mereka akan bertanya: “Pak presiden, apa maksud bapak? Kok salah yang memberi? Apakah artinya lembaga atau pejabat negara menerima aliran dana tidak salah. Lalu yang selama ini apa?”

Di sisi lain, ringannya presiden menanggapi ini “salah yang memberi!” kata beliau sambil berlalu, ada kemungkinan bahwa presiden memang menganggap itu tidak masalah. Ini dianggap sebagai peristiwa di luar kepala negara meski itu terjadi di depan mata.

Spekulasi ini muncul karena @KPK_RI kembali mengumbar senjata andalannya; mengungkap rahasia yang tak akan diungkap. Sudah ratusan atau mungkin ribuan percakapan dan dugaan yang mengenai ribuan orang dan lembaga yang reputasinya remuk dan citranya hancur. #AnomaliKorupsi

Ruang publik kita telah penuh noda, dan pesimisme tentang reputasi lembaga negara dan pejabatnya dalam bumbu-bumbu perselingkuhan, menerima dana, gaya hidup, prahara rumah tangga, rahasia perusahaan, dan lain-lain. Substansi tak pernah sampai. Sensasi sudah ke mana-mana.

Jadi, Saya menyetujui sikap presiden jika maksudnya, “Alah @KPK_RI kerjanya cuman nyebut nama, bikin ribut saja”. Ya, karena sekarang giliran @PaspampresRI1 yang ada di sekitar presiden dan istana. Karena semua lembaga kecuali @KPK_RI telah disebut namanya. Sekarang, selanjutnya apa? Gak akan ada juga. @KPK_RI menganggap penyebutan nama hanya sebuah berita.

KPK adalah sumber jurnalisme anti korupsi dan tidak pernah peduli bahwa nama orang hancur oleh rumor di dalam berita acara dan dakwaan penuh fiksi.

Kasus terakhir yang sungguh merepotkan kita semua adalah #KasusEKTP ketika satu komisi di @DPR_RI periode 2009-2014 dituduh semuanya menerima uang dengan jumlah 2,3 T dan semua nama dipapar di halaman depan media massa. Viral luar biasa. Yang jelas nama @DPR_RI hancur sudah sebagai tempat pesta pora uang rakyat berjumlah 2,3 Triliun rupiah.

Seperti hancurnya nama @PaspampresRI sekarang. Entah apakah nama oknum akan disebut jua. Tapi nama lembaga pengawal kepala negara telah luka.

Sementara itu @KPK_RI tidak pernah dapat kita minta pertanggungjawabannya atas hancurnya nama lembaga dan nama pribadi pejabat negara. Seolah mereka bilang, “Sudahlah dan lupakanlah, kalau ngeyel nanti kami jadikan tersangka”. Begitulah sejarah negosiasi karena yg mau bernyanyi benar atau salah dapat JC.

Lalu semua orang yang namanya rusak tapi gak mau repot ya diam saja menerima nasib. Padahal ini menciptakan persepsi seolah benar dan wajar. Apakah presiden @jokowi menganggap ini wajar? Entahlah. Saya masih menunggu.

Kasus dugaan aliran dana yang dinyanyikan pelaku utama kasus Hubla ini akan sampai di mana? Tapi pastilah semua tertekan @KPK_RI dan membuat namanya perkasa. Awas, KPK sudah mulai masuk istana, atau KPK akan buka mafia setoran perijinan, dll yg sering dikatakan, “mafia pajak, mafia impor daging, mafia migas, mafia haji, mafia impor gula, dan lain-lain…” Semua ujungnya omong kosong.

Memasuki tahun ke-4 pak @jokowi inilah realitasnya. KPK menggertak istana. Kita lihat saja. Entah apa yang terjadi. Semoga kita tidak menjadi bagian yang zalim atau dizalimi. Waspadalah. RI

*Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah