JAKARTASATU–  Pikiran “DIA BUKAN SIAPA-SIAPA” itu adalah totaliter dan otoriter sekaligus, karena menganggap kita sebagai manusia tidak ada gunanya tanpa lembaga.Dan lembaga menjadi sakral dan pimpinannya menjadi mitos. Dalam Islam, ini yg dilawan pertama oleh Nabi SAW.

“DIA BUKAN SIAPA-SIAPA” adalah narasi yang dibangun oleh penguasa PKS sekarang ini. Narasi ini fatal sekali dan bertentangan dengan agama Islam dan juga falsafah demokrasi. Mari kita simak apa yang terjadi.

Jubir dan pimpinan PKS merasa bahwa jabatan publik yang sekarang disandang oleh Kader PKS adalah hadiah dari pimpinan atau Qiyadah PKS. Maka, kritik kepada pimpinan adalah kritik kepada partai.

Pimpinan PKS senang sekali menggunakan narasi absolut tentang kebenaran pendapat partai yang diwakilinya sambil meniadakan makna kebenaran hukum dan pendapat orang lain. Kader PKS kemudian hanya menjadi embel-embel untuk diklaim.

Coba dengar apa kata Jubir PKS tentang saya, “Sebelum di PKS #DiaBukanSiapa2, dia final bukan kader lagi, dia panik karena tidak dicalonkan lagi, dia tidak ikut keputusan Syuro, dia buka sendiri pemecatannya, dan lain-lain”. Semua omongan ini bertentangan dengan fakta sebenarnya.

Dalam kalimat-kalimat Jubir PKS itu tidak saja banyak dusta yang bertentangan dengan fakta persidangan dan hukum, tetapi juga dilumuri bau amis darah kematian nalar, akal dan pikiran sehat dari manusia merdeka sebagai Hamba Allah semata.

Padahal dalam Islam, struktur itu kita tumbangkan serendah mungkin sehingga dia tidak nampak mengganti kebebasan manusia di depan TuhanNya. Nabi Muhammad SAW datang dengan tradisi de-sakralisasi kepada otoritas dan wibawa manusia. Itulah yang membuatnya SAW lemah lembut kepada sahabatnya dan melarang mereka menghormatinya seperti orang terdahulu menghormati pemimpinnya.

“Sahabat” kata beliau, bukan “kader atau anak buah”. Beliau marah jika saat beliau datang dan orang berdiri. Kultur baru yang dibawa nabi Muhammad SAW adalah pembebasan, “tahrirul insan min ‘ibadatul ‘ibad, ila ‘ibadatullah”, membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama makhluk menuju penyembahan kepada Allah semata.

Itulah inti kedatangan Islam dan itulah sebab kenapa orang Islam ini gampang diajak melawan negara? Apalagi kalau ada kezaliman, imperialisme dan kolonialisme? Karena Tauhid, orang Islam sensitif dengan dominasi selain Allah.

Islam mengajarkan kepada saya keras kepala, dan menolak tunduk kepada feudalisme dan kezaliman. Di mana saya melihat dominasi yang otoriter maka saya seperti melihat berhala yang ingin saya lawan seketika. Inilah pengertian saya tentang Islam.

Sejalan dengan tradisi “Sahabat Nabi” maka para ulama membiasakan kita saling memanggil dengan “Saudara”. Al-Banna mendirikan Ikhwan, karena tidak ada nama yang paling tepat bagi perkumpulan mengikuti sunnah nabi kecuali “Persaudaraan”.

Inilah yang saya pelajari dalam tarbiyah PKS awalnya, “bahwa Islam telah mempersaudarakan kita berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah untuk melawan tirani hirarki yang membuat manusia diperbudak atas nama struktur dan piramida kuasa”.

Sekarang menjadi berbeda, sudah 3 kali keputusan hakim: (putusan) sela, PN, dan PT memenangkan saya. Tapi Jubir PKS dan Qiyadah PKS terus memproduksi keterangan yang membingungkan. Salah satunya adalah mengatakan “dulu dia (maksudnya Fahri Hamzah) bukan siapa-siapa”

Kalimat #DiaBukanSiapa2 ini bisa ditarik menjadi, “tanpa PKS kita ini bukan siapa-siapa, PKS-lah yang memberi kita jabatan dan kehidupan, PKS yang memuluskan kita, untuk PKS-lah kita berjuang dan kita bersama, dan seterusnya…” apakah ini tidak berbahaya? Narasi PKS belakangan ini makin kacau. Pemimpinnya makin sering bikin cerita sepihak tanpa fakta dan kadernya hanya dipakai sebagai klaim soliditas dan ketaatan sambil secara kejam ditekan dan ditinggalkan. Karena kader memang dianggap “BUKAN SIAPA-SIAPA”

Dari kader bawah dan pendiri partai, sampai saya berada di atas saya tahu apa yang sebetulnya terjadi. Ini semua tentang “hilangnya jiwa dakwah dalam tubuh PKS”. Operasi intelijen dan politik telah membuatnya tanpa ruh dakwah.

Maka jangankan Demiz yang baru datang 5 tahun, tiba-tiba detik terakhir memakai alasan “gagal komunikasi” begitu saja. Saya yang tumbuh dari bawah nyaris 25 tahun tanpa salah tiba-tiba dalam 5 minggu dicabut hilang begitu saja dari seluruh jenjang dan sejarah.

Demikianlah, kader PKS dalam bahaya. Partai juga dalam kendali segelintir elit baru yang mengandalkan lobby segelintir orang baru entah dari mana. Tapi ini bisa berakhir tragis. Partai hilang oleh pemilu. Suara tarbiyah yang dulu lantang menjadi sirna.

Saya tahu, saya dianggap frustrasi karena tidak dicalonkan. Ini karena saya telah dinistakan termasuk dengan banyak berita bohong kepada kader, “partai melindungi banyak aibnya”, dan lain-lain.

Saya dianggap sudah tidak punya masa depan dalam arti jabatan… masya Allah.

Tapi, pasti akan ada pelita kecil yang menyala di tengah gelap. Semoga Allah SWT memberi hidayah kepada jiwa yang tulus diantara para pemimpin yang ikhlas. Agar PKS kembali kepada dakwahnya dan kepada jati diri agamanya. Jangan menyerah ya, Ikhwan! Wallahualam. RI

*Fahri Hamzah, Politisi PKS