OLEH AENDRA MEDITA                                                                                    Konsultan Media  PADHI PUTIH INDONESIA

Mahar atau mas kawin dalah wikipedia adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan. Istilah yang sama pula digunakan sebaliknya bila pemberi mahar adalah pihak keluarga atau mempelai perempuan.

Lantas bagaimana mahar dalam Politik?

Baik kita mulai bahas yang sedang ramai di media. Paska La Nyalla berkicau di media yang diserahkan semuanya kepada Progress 98. Progress 98 adalah gerakan sejak tahun 98 yang aktivisnya lahir dari para pejuang mahasiswa yang dimotori Faizal Assegaf. Progress memang kritis atas ketidakbenaran pola politik yang dzolim atau mengganggu jalannya demokrasi yang baik dan benar.

Kasus La Nyalla adalah sebuah pintu masuk. Media akhirnya ramai memberitakan kasus Mahar politik untuk Pilgub Jatim.

Ketua Advokasi Gerindra Datangi Dewan Pers bahkan mengadukan sejumlah media Soal Kasus La Nyalla ini dan membela Prabowo. Kalaimat bahwa La Nyalla Mengaku “Dipalak” Prabowo Rp40 M ini menjadi dasar pengaduan. Kalau saya menangkap ini rada aneh jika benar istilah ini mengganggu maka hendaknya Tim Gerindra lebih baik ajukan dulu hak jawab ke media yang membuat kasus yang menyebutkan istilah “memalak”.

Memang kasus Mantan Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti, mengaku dimintai uang Rp40 miliar dengan uang untuk mahar yang belakangan berubah menjadi uang saksi itu agar Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, untuk mengeluarkan rekomendasi kepada dirinya terkait pencalonan gubernur di Pilkada Jawa Timur. Namun sampai waktunya rekomedasi juga tak keluar. Dan Gerindra yang dikenal Oposisi toh akhirnya bergabung dengan partai penguasa yang saat ini mendukung Gus Ipul di Jawa Timur untuk Pilgu 2018.

Dari paparan La Nyalla bahwa dirinya adalah kader yang sejak 2019 sudah membawa dan turut membesarkan bendera Gerindra bertahun-tahun di Jawa Timur. “Namun balasannya sungguh menyakiti hati saya, pendukung serta kader-kader saya,” ujar La Nyalla saat konfrensi pers di Kawasan Tebet Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2017) siang.

La Nyalla pun mengaku sangat bodoh jika masih mau dukung Prabowo kembali. Kecewanya La Nyalla bukti bahwa Pilgub di Jatim ada sesuatu yang entah apa. Tapi terkuaknya Kasus Rekaman yang menyebutkan bahwa La Nyalla di minta dana 170 Miliar adalah buktinya yang tidak bisa merubah fakta.

“Jadi silakan bantah semua, tapi gakta angka dan bukti-bukti tak bisa mengubah apa-apa,” kata Faizal Assegaf.

Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa mengatakan ini bukti rusaknya Demokrasi Liberal. Publik gaduh, nama La Nyalla makin gemilang. Salah siapa? tanya Tony.

Pro kontra terus berkembang. Sebagian tepuk tangan, terutama mereka yang bukan pendukung 08 (julukan buat Prabowo). Sebagian yang lain diragukan dengan pertanyaan: ada apa dan kenapa La Nyalla meradang?

Sebagian politisi marah karena itu partainya. Sebagian yang lain kegirangan karena ada yang mewakil untuk menyerang. Sebagian publik pun ikut bingung, tapi orang-orang yang waras pasti tersenyum. Begitulah konsekuensi dari kesalahan sistem, kata mereka yang berkesadaran.

“Kasus La Nyalla semakin mempertegas pembelahan: mana pendukung Jokowi, mana pasukan 08. Rivalitas kedua tokoh ini selalu dapat moment untuk dihadap-hadapkan,” tulis Tony yang disampaikan ke saya.

Kasus La Nyalla adalah potret sebuah demokrasi kita; sarat perjudian. Ada ribuan La Nyalla-La Nyalla yang lain. Mereka berniat mencalonkan diri jadi bupati, walikota, gubernur bahkan anggota legislatif dan presiden. Mereka datang ke sejumlah partai, menunduk hiba untuk dapat rekomendasi. Lalu dibuatlah transaksi, diawali dengan lisan, sebelum betul-betul jadi kesepakatan. Sejumlah syarat dibicarakan, termasuk uang. Ada mahar juga cost politik. Cocok dan disanggupi, jalan. Tidak cocok, transaksi tidak dilanjutkan. Alias dibatalkan.

Potret ini begitu mengerikan. Media menjadi bagian yang memberikan ruang ini. Media juga tak sanggup mengontrol. Media lebih memberikan informasi yang harusnya luas dan dalam. Jika ini dibiarkan maka demokrasi mahar ini makin mengila. Gerindra sedang dirundung malang saat ini. Tapi tak menutup kemungkinan kelak partai-partai lain akan berkicau.

Kasus La Nyalla vs Gerindra, hanya satu dari sekian banyak transaksi politik pilkada. Politik “kotak pandora” yang selama diruang gelap dibuka oleh La Nyalla, ia percayakan semua ke Progress 98.

BANYAK YANG SALAH TAFSIR TERHADAP PROGRESS 98 YANG KATANYA TAK PAHAM LA NYALLA. INI BUKTI MEREKA TAK PAHAM PROGRESS 98 JUSTRU MEMBUKA RUANG GELAP TADI YANG TADINYA SEMBUNYI KINI DIBUKA. RUANG KEBOHONGAN DAN PALSU DIBUKA OLEH FAIZAL ASSEGAF DENGAN MAKNA JELAS DAN TERBUKA.

Membongkar kebrorokan transaksional ala partai-partai politik adalah awalnya keniscyaan. Namun kini kasus dipantik La Nyalla publik mulai terbuka dan melek politik.  “Tidak ada partai politik yang memberi rekomendasi gratis. Pakai toilet aja bayar, apalagi surat rekomendasi,” kata Tony lagi.

La Nyalla bongkar kebobrokan, putra berdarah Bugis ini layak diberi gelar pahlawan. Lelaki berusia 58 tahun ini berani membongkar barang busuk yang selama ini selalu menyengat baunya, tapi terus disembunyikan.

Prabowo di Hambalang meradang lewat akun twitternya Gerindra membantah adanya mahar di partai tersebut, apalagi terkait mahar politik seperti yang disebut-sebut La Nyalla.

Tidak ada mahar di @Gerindra. Apalagi mahar politik. Silakan konfirmasi langsung kepada pak @jokowi, @basuki_btp, @ridwankamil, @aniesbaswedan, dan @sandiuno yang pernah kami dukung dan berhasil menjadi kepala daerah.

Tragedi ala La Nyalla telah membuat partai politik terjebak dalam sistem yang dibuatnya sendiri. Sistem yang melahirkan demokrasi padat modal. Akibatnya, partai pun kesulitan mencalonkan kadernya, karena minimnya kemampuan finansial. Terpaksa, partai pun ikut bermain di “transaksi haram” itu. Bagi calon yang menang akan dapat pengembalian plus keutungan. Kalau kalah, wassalam.

Kasus La Nyalla ini bukan semata-mata soal personal, tapi lebih pada kesalahan dalam sistem demokrasi yang teramat liberal dan mahal. Demokrasi sarat modal inilah yang ikut bertangung jawab atas rusaknya moralitas anak bangsa. La Nyalla adalah salah satu pelaku, sekaligus korbannya.

“Kondisi “politik transaksional” sungguh memprihatinkan. Mesti dibenahi. Sekaranglah saatnya. Teriakan La Nyalla perlu dijadikan sebagai momentum dan dentumannya. Jika tidak, bangsa ini betul-betul bukan bangsa yang peka dan ingin melakukan perubahan. Ancaman kerusakan bangsa karena transaksi haram berulangkali menyengat dan tampak di depan mata harusnya memberi kesadaran,” kata Tony.

Porosnews.com mengangkat tulisan Faizal Assegaf secara jelas dengan judul “Mahar Politik Gerindra Berkedok Dana Saksi”

Faizal Assegaf Ketua Prpgress 98

Isinya kami kutip disini:  Sejumlah petinggi partai Gerindra semakin terlihat tidak kompak mengklarifikasi dugaan jual beli rekomendasi yang terjadi di Pilkada Jawa Timur. Hanya mengandalkan retorika akal-akalan demi menutupi ihwal bobroknya politik uang.

Mencuatnya dugaan pemerasan dalam proses rekomendasi di Jatim bukan kasus tunggal. Tapi skandal politik kotor tersebut jika ditelusuri lebih serius, hampir terjadi di sejumlah daerah lainnya. Namun pihak yang dikorban sejauh ini tidak berdaya untuk bersuara jujur ke ruang publik.

Tapi kini, La Nyalla Makaliti (LNM) tampil mewakili keresahan dan menjadi simbol perlawanan yang berpotensi menyatukan semua elemen dalam membongkar kejahatan politik uang. Kasus dugaan transaksional rekomendasi Gerindra di Jatim memberi pintu masuk bagi proses penyelidikan lembaga penegak hukum.

APALAGI GERINDRA TELAH MEMBENARKAN INFORMSI BAHWA UANG SENILAI RP 40 MILIAR MEMANG DIMINTA KEPADA LNM UNTUK KEBUTUHAN OPERASIONAL, DANA SAKSI. DI WAKTU YANG SAMA, SANDIAGA UNO YANG DIUSUNG GERINDRA DAN PKS DI PILGUB DKI MENGAKUI PIHAKNYA MENGELUARKAN UANG DALAM JUMLAH SANGAT BESAR RP 100 MILIAR. KENAPA BARU SEKARANG HAL ITU DIUNGKAP?

Di Jawa Tengah, beredar kabar Bahwa Sudirman Said mendapatkan rekomendasi dari Gerindra, PKB dan PAN karena diduga menyetor Rp 30 miliar. Apakah hal itu terkait juga dengan dana saksi?

Menariknya, Walikota Bandung, Ridwan Kamil yang diusung oleh Gerindra pada pilkada lima tahun lalu menegaskan bahwa dirinya tidak pernah dimintai setoran mahar politik alias dana saksi. Kalau benar demikian, mengapa LNM, Sandiaga Uno dan Sudirman Said diikat oleh kewajiban mahar politik yang dikemas dengan dalih dana saksi?

Ihwal mahar politik tersebut, pasca Pilgub DKI, Prabowo Subianto berpidato menegaskan bahwa dirinya dalam memberi rekomendasi atau merekrut calon kepala daerah yang diutamakan adalah faktor besaran uang dimiliki kandidat. Video Prabowo itu beredar luas di yuotube, WA dan fesbuk.

Kini, arahan Prabowo seputar kekuatan politik uang itu menjadi masalah serius yang menyebabkan prahara politik yang serius di Pilkada Jawa Timur. Beredar rekaman, oknum elite Gerindra yang disebut-sebut orang dekat Prabowo diduga mematok harga rekomendasi senilai Rp 170 miliar kepada LNM.

Dari penelusuran tim investigasi Progres 98, menemukan petunjuk soal bukti-bukti setoran uang muka senilai Rp 5,9 miliar yang telah disetor oleh bendahara LNM. Uang itu diminta oleh oknum terkait dengan dalih diserahkan kepada Ketum Gerindra Prabowo Subianto.

Lucunya, setoran itu tidak disebut sebagai dana saksi. Dari situ publik sudah dapat menyimpulkan, alasan elite Gerindra meminta uang dana saksi hanyalah sebuah kedok yang bisa diduga sebagai modus pemerasan.

Kalau benar Gerindra menerapkan kewajiban bagi LNM untuk menanggung dana saksi, mengapa hal itu tidak diumumkan secara terbuka dan dilakukan secara resmi melalui keputusan partai? Namun yang terjadi, perundingan dana saksi berlangsung secara tertutup di Hambalang dan hanya disaksikan oleh lingkaran terdekat Prabowo.

Kasus mahar politik yang menerpa Gerindra dan diduga kuat atas arahan Prabowo sebagai manana isi Pidatonya yang telah beredar luas, perlu dibuka seterang-terangnya di ruang publik. Bila fakta dan bukti-bukti yang tersedia sudah rampung, maka pilihan untuk masuk ke jalur hukum harus dilakukan.

Perlawanan kepada praktek politik tentu tidak hanya pada Gerindra, PAN dan PKS. Tapi partai manapun yang diduga melakukan hal terkutuk tersebut harus dibongkar. Sehingga demokrasi tidak dicemari oleh pemufakatan jahat elite partai berkedok dana saksi!

Jika Faizal Assegaf, Ketua Progres 98 yang saat  ini dipercaya La Nyalla maka kiranya Faizal adalah media maker saat ini dalam membedah kasus Mahar ini. Sejumlah TV mengundang dia untuk bicara kasus Mahar La Nyalla ini.

Dan yang lebih penting jangan salah tanggap kasus ini menarik secara khusus bagi saya sebagai Konsultan Media Strategic bahwa ini adalah isu seksi ditengah ramainya Pilkada 171 kota/kab yang gaungnya kalah sama isu Mahar yang mengalir jauh.

PESTA PILKADA SERENTAK 2018 DI 171 TITIK ITU NYARIS LUPUT TAK ADA KERAMAIAN. PADAHAL ADA YANG LUCU DAN UNIK DI PILKADA 2018 INI. SEBAGAI PEMERHATI MEDIA YANG MELIHAT UNIK MISALNYA  ADA SUAMI ISTRI DAFTAR PILKADA PADANG JALUR PERSEORANGAN CALON WALI KOTA DAN WAKIL WALI KOTA PADANG, SUMATERA BARAT, SYAMSUAR SYAM-MISLIZA YANG MERUPAKAN PASANGAN SUAMI ISTRI MENDAFTAR PILKADA PADANG 2018 MELALUI JALUR PERSEORANGAN.UNIKNYA LAGI PASANGAN ITU DATANG KE KPU KOTA DITEMANI TIMSESNYA YANG MERUPAKAN ISTRI KEDUA SYAMSUAR, YULI FARIDA JUGA TURUT MENDAMPINGI.

Berita unik serba serbi Pilkada itu memang bukan soal Mahar saja. Namun kasus Padang adalah yang punya magnet yang lumayan. Meski begitu karena kita melihat Mahar ini menjadi central point meski kasus di Jatim tapi di panti di Jakarta menjadi kekuatan yang luar biasa.

Akhirnya catatan ini menyimpulkan bahwa pilkada serentak ini kita doakan agar semua sebenarnya untuk rakyat dan jangan korbankan rakyat untuk kepentingan yang lain. ***