By Djoko Edhi Abdurrahman (Anggota Komisi Hukum DPR 2004 – 2009, Wakil Sekretaris Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU)

Terganjal Gubernur Jakarta Anies Baswedan, modus proyek pulau reklamasi, pindah ke Provinsi Kepri (Kepulauan Riau). Saya mencocokkan data Perpers Kebijakan Kelautan Indonesia Nomor 16 Tahun 2017, yang diratifikasi Presiden Jokowi bulan lalu, termuat di www.peraturan.go.id, dengan proyek “Pendalaman Jalur Laut Kepri”.

Jika di proyek Pulau Reklamasi, para Tycoon menunggangi Gubernur Ahok, di proyek pengerukan jalur laut Kepri itu, para Tycoon yang sama, menunggangi Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

Modusnya, laut Kepri dikeruk lalu hasil kerukan, yaitu pasir laut, dijual ke pulau reklamasi Singapore. Saat Perpers itu diterbitkan, pasir sudah laku terjual, sekitar Rp 2 triliun per month. Sudah deal 60% dengan otoritas artificial land Singapore. Big sale setengah tahun lalu.

Tapi kepastian Perpers itu terbit setelah Gubernur Anies ternyata tak bisa diatur. Mereka rugi besar di Reklamasi Jakarta. Bahkan HGB nya sudah harus dicabut setelah sebelumnya dimoratorium Menko Maritim Rizal Ramli dengan terkuaknya kasus korupsi Alirman, Dirut Agung Sedayu Group, 2015. HGB nya cacat administrasi yang menuntut BPN kudu melakukan eksaminasi untuk pembatalan HGB.

Perpers Kebijakan Kelautan itu adalah Tupoksi Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, pada identifikasi proyek pengerukan Pendalaman Jalur Laut Kepri, akal-akalan. Sekilas tak kelihatan karena Perpres adalah kebijakan (beschikking) berupa regeling. Baru tampak keanehannya begitu dicermati di mana Penpres memuat Rencana Aksi yang mestinya Tupoksi Pemda Kepri dan sejumlah paradoks Tupoksi antarlembaga.

Proyek pengerukan yang dinamakan “pendalaman jalur laut” adalah Tupoksi Departemen Perhubungan. Karenanya harus dibiayai oleh APBN. Sedangkan pasir kerukannya adalah Tupoksi Departemen Sumber Daya Mineral dan Pertambangan, harus menggunakan duit negara lagi.

Dalam Perpers, dinyatakan bahwa pengerukan bekerjasama dengan swasta, dan Depkeu menyediakan municipal bond yang bisa digunakan 70-an IUP lokal Kepri. Jadi, negara hanya kebagian membayar.

Sedang para Tycoon memetik laba dari buyer Singapore yang Rp 2 triliun per month. Canggih. Sementara jalur laut yang diperdalam itu, tak memiliki business plan, nyaris mustahil kapal internasional akan transit ke situ yang kini transit di Singapore yang merupakan pusat ACU (Asia Currency Units). Konyolnya, 90% IUP lokal tadi tak bisa ikut serta. Berteriak mereka: kami dirampok!*** |JKST