JAKARTASATU– Pada 11 Januari kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersama seluruh jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah melakukan konferensi pers tentang review dan outlook perikanan Indonesia.

Di forum tersebut, dijelaskan banyak hal terkait produktifitas perikanan Indonesia. Bahkan, sudah dijelaskan juga tentang alat tangkap perikanan yang beberapa hari belakangan isunya sempat menghangat.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB9) bertajuk “Kedaulatan Laut dan Industri Perikanan” di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Jumat (19/1/2018).

Menurut Dirjen Nilanto, data konsumsi ikan merupakan hasil konversi dari sejumlah lembaga bersama KKP. “Dari data yang kita (KKP) miliki, baru kita publish. Dan itu yang kemudian muncul di publik. Beberapa tahun yang lalu, konsumsi ikan masih rendah. Namun, di tahun 2017, terjadi peningkatan cukup drastis,” ungkap Nilanto.

Merujuk data BPS per November 2017, lanjut Nilanto, konsumsi ikan angkanya hanya belasan per kapita. Tapi, KKP kenapa berbeda dengan BPS. Kalau di BPS hanya persediaan protein hewani, sehingga ada hewani dan tumbuhan. Sehingga bisa dihitung, disetarakan dengan ikan segar.

“Saya kira di sana banyak konversi. Konversi tadi dikerjakan bukan oleh satu atau dua orang tapi lintas kementerian. Kita juga undang Kemkumham plus BPS, perguruan tinggi, dan para pakar di bidang pangan sehingga keluar data yang ada di KKP,” ulas Nilanto.

Selanjutnya, Dirjen Nilanto menjelaskan, KKP bekerja sama dengan sejumlah kementerian/lembaga, seperti Kemenetrian Kesehatan dan Kantor Staf Presiden (KSP), membuat Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), gerakan makan ikan untuk meingkatkan gizi masyarakat.

”Gerakan nasional ini, salah satunya sebagai bentuk implementasi ’Laut sebagai Masa Depan Bangsa’, quote Presiden Jokowi saat pidato setelah menang di Pilpres 2014 lalu di atas kapal. Kalimat ini sungguh memiliki makna mendalam,” ujar Nilanto.

Kalimat sakti lainnya, menurut Nilanto, adalah ”Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”. Bagi bangsa Indonesia, ini bukan sekadar slogan. Tapi menjadi visi besar bangsa Indonesia dalam melakukan pembangunan.

“Untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, harus dilakukan langkah-langkah tegas. Salah satunya adalah moratorium, menghentikan kapal-kapal asing yang menggunakan alat tangkap ikan dengan berukuran lebih dari 600 GT,” ulas Nilanto.

Aksi tegas ini, lanjut Nilanto, sudah dilakukan sejak akhir 2014 untuk menegakan Kedaulatan laut Indonesia. Sehingga, manfaat dari sumber daya laut Indonesia bisa lebih dimaksimalkan untuk seluruh masyarakat Indonesia, bukan kapal-kapal asing.

“Ikan adalah biota hidup yang berkembang biak. Sehingga keberadaannya tidak akan pernah punah. Kebutuhan masyarakat pun bisa selalu terpenuhi. Namun, meskipun begitu, jika laut kita dimasuki kapal asing dan kita hanya berdiam diri, masyarakat kita juga yang dirugikan. Khususnya para nelayan,” papar Nilanto.

Untuk menggambarkannya, Nilanto menjelaskan, dulu, kapal-kapal kecil Indonesia tidak pernah bermimpi akan mendapatkan ikan besar yang bagus. Karena sudah habis dicuri oleh kapal-kapal asing berukuran besar.“Tapi saat ini, mereka, para nelayan kita, bisa mendapatkan ikan-ikan besar dengan cara yang tidak sulit,” ucap Nilanto.

Saat ini, menurut Dirjen Nilanto, KKP bekerjasama dengan Polair dan lain-lain, mengejar pencurian ikan dengan pola yang baru. Mereka menggunakan kapal berbendera Indonesia, kemudian keluar dari ZEE, setelah lepas 5 mil dari zona tersebut, mereka melakukan transformership ke kapal lain, yang diduga kapal asing. “Pola pencurian ikan di laut kita ini yang sedang kita kejar terus. Agar laut kita tidak terus menerus dicuri,” pungkas Nilanto.

Turut hadir sebagai narasumber yakni Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto dan Dirut Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda. RI