JAKARTASATU.COM – Pemerintah saat ini terkesan lagi bingung dan gamang, hal itu terkait pernyataan oleh staf khusus Menko Perekonomian Edy Putra Irawady pada akhir Januari 2018 menyatakan akan segera meluncurkan paket kebijakan ekonomi ke XVI , yaitu terkait menata tata kelola ekspor impor bahan mentah dan barang, kebijakan tersebut nantinya akan menghapuskan pertimbangan tehnis berupa rekomendasi yang selama ini dikeluarkan oleh Kementerian Tehnis, padahal ketentuan itu sebagai dasar Kementerian Perdagangan akan menerbitkan izin impor dan ekspor bahan mentah dan bahan jadi, adapun alasan penghapusan pertimbangan tehnis adalah untuk menciptakan iklim pertumbuhan ekonomi semakin bergairah , dan akan dibuat pengawasannya sistem “post border” ( 29/1/2018).
Padahal sudah 15 paket kebijakan ekonomi selama 3 tahun ini diterbitkan oleh Pemerintah, tetapi faktanya pertumbuhan ekonomi kita tetap berkisar diangka 5 % tidak nendang keluar, akan tetapi malah nendang kedalam, anehnya lagi ternyata angka ekspor kita kalah dari negara disekitar kita seperti negara Thailand, Vietnam dan Malaysia telah membuat gusar Presdien Jokowi dalam rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan pada tgl 31 Januari 2018 di Istana Negara telah mengancam Menteri Perdagangan akan menutup ITPC ( Indonesian Promotion Trade Center ) apabila dalam 2 minggu ini tidak ada perubahan yang signifikan terkait soal peningkatan ekspor, artinya publik memberikan signal kecewa atas kinerja Menteri Perdagangan dibawah Enggartiasto Lukita.
Sebelumnya Presiden Jokowi telah menyatakan keheranannya “mengapa perekonomian Indonesia tak dapat meningkat secara cepat , padahal sejumlah indikator menunjukkan perbaikan yang signifikan , kalau diibaratkan kata orang” kita ini baik semuanya kolestrol baik, jantung baik, paru paru baik, darah tinggi gak ada, tapi koq gak bisa berlari cepat? tanya Jokowi disaat berpidato pada rapat terbatas membahas peningkatan investasi dan perdagangan di Istana Merdeka pada Jumat ( 5/12/2017).
Sehingga banyaknya paket kebijakan ekonomi yang sudah diterbitkan sebanyak 25 paket sebagai stimulus percepatan pertumbuhan ekonomi perlu dipertanyakan efektifitasnya , jangan sampai kebijakan tersebut seolah olah dikesankan untuk meningkatkan potensi ekspor akan tetapi kenyataannya malah akan menguburkan industri dalam negeri yang sedang tertatih tatih akibat beban mahalnya harga energi yang merupakan bagian dari komponen biaya produksinya, sehingga agak sulit bersaing dengan produk produk impor.
Untuk itu Presiden Jokowi harus hati hati terhadap masukan masukan yang terkesan menyesatkan diberikan oleh Menteri Perdagangan melalui Menko Perekonomian.
Faktanya sejak Pemerintahan Jokowi JK akhir tahun 2014 sampai 2017 pertumbuhan ekonomi nasional selalu dibawah target , yaitu rata rata disekitar 5 ,02 %.
Anehnya lagi secara diam diam Menteri Perdagangan telah menerbitkan Permendag ( Peraturan Menteri Perdagangan ) nomor 22 tahun 2018 merupakan revisi dari Permendag nomor 82 thn 2016 yg merupakan penyempurnaan Permendag nomor 63/M- DAG /PER/8/2017 tentang “Kententuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya” yaitu dengan menghilangkan ketentuan pasal 4 pertimbangan tehnis dari Kementerian Perindustrian.
Tentu kebijakan itu akan berakibat banjirnya impor bahan baku dan produk turunan yang tak terkendali yang akan berakibat mengancam ribuan industri baja turunan, ancaman bangkrutnya industri baja turunan sudah didepan mata, gelombang PHK puluhan ribu tenaga kerja hanya tingga menunggu waktu.
Oleh karena itu Presiden harus segera memanggil Menko Perekonomian dan Menteri Menteri terkait untuk mengevaluasi kebijakan menghilang pertimbangan tehnis berupa rekomendasi ,karena Kementerian Tehnis terkait adalah penanggung jawab utama terhadap maju mundurnya industri dibawah kewenangannya ,karena dialah yang paling tau kondisi riel dilapangan terkait kebutuhan bahan baku dan produksinya serta kendala kendala yang selalu dihadapi industriawan dalam berusaha agar bisa efisien dan berdaya saing dengan produk produk impor.
Jakarta 7 Febuari 2018
CERI – Yusri Usman