JAKARTASATU– Organisasi kemasyarakatan Al-Irsyad Al-Islamiyah baru saja mengadakan acara Konsolidasi dan Sosialisasi Program Kerja Majelis Dakwah dan Seminar Nasional Zakat Profesi selama dua hari lamanya. Dimulai kemarin, Sabtu dan selesai hari ini, Minggu (4/3/2018), di Jakarta.

Hal yang menarik dan masih dalam perbicangan hangat adalah bagaimana respon Al-Irsyad memandang zakat profesi.

Melalui salah satu pembicara yaitu Prof. Didin Hafidhudin menyatakan bahwa zakat profesi mempunyai landasan hukum yang cukup jelas. “Zakat profesi itu memiliki landasan hukum yang jelas, yaitu qiyas, landasan hukum yang sama dengan landasan hukum zakat fitrah dengan beras.

Dalam zakat fitrah, Rasullullah SAW mewajibkan kepada setiap muslim satu sho’ beras atau satu sho’ gandum dari hadist inilah yang menjadi dasar pengqiyasan kewajiban beras kepada kaum muslimin Indonesia, yaitu persamaan makanan pokok,” sampainya ke hadapan para anggota Al-Irsyad.

Prof Didin dalam seminar ini juga menggambarkan bahwa zakat profesi dapat menjadi suatu kekuatan ekonomi umat yang sangat besar dan menjadi salah jalan keluar dari permasalahan ekonomi umat ini. Ia memberikan permisalan dengan perusahaan PLN yang tadinya tidak mewajibkan zakat profesi bagi para karyawannya. “Dalilnya harus dengan qiyas! Kita ini zakat fitrah dengan apa? Beras kan, dalilnya mana? Qiyas kan?!” lanjut Prof Didin.

Ia mengatakan bahwa sebelum diwajibkannya zakat profesi, zakat yang terkumpul pada perusahaan ini hanya 164 juta, tetapi setelah diwajibkan zakat profesi, zakat yang terkumpul mencapai 6,4 M Rupiah.

Al-Irsyad sebagai salah satu ormas Islam tertua di negri ini, yang berdiri pada tahun 1914, berusaha untuk memberi pencerahan kepada umat bagaimana seharusnya bersikap mengenai permasalahan zakat yang berkembang belakangan ini dengan menghadirkan pakar-pakar zakat Indonesia, seperti Prof. Didin dan Dr. M. Yusuf Shodiq. RI