Beranda Catatan Jakarta Sekali Lagi Tentang MCA

Sekali Lagi Tentang MCA

1093
Data tentang Moslem Cyber Army dari slide Media Kernels Indonesia

JAKARTASATU.COM – Tulisan menarik dari Hendrajit Direktur Eksekutif Global Future Institute soal Muslim Cyber Army (MCA) berjudul “Bukan Perang Melawan Hoax, Melainkan MCA?” yang dimuat 8 Maret 2018 dilaman The Global Review. 

Dalam pengantar awal sudah ditulis bahwa Tim Redaksi the Global Review mengolah data, melalui sumber data yang diolah berdasarkan kajian Ismail Fahmi, Founder Media Kernels Indonesia, Consultant Weborama Nederland. 

Bagi saya itu tulisan menukik dan tajam sebagai sebuah kritikan sekaligus sebuah ruang diskurs yang cerdas. Saya kutip isinya secara lengkap:

Penangkapan anggota MCA beberapa waktu lalu yang dilakukan oleh Polri adalah sebuah pertaruhan yang cukup serius. Jika Polri bisa membuktikan bahwa MCA adalah sebuah jaringan yang ada penyandang dananya, ada tim inti, operator di lapangan, dan simpatisan, maka ini bisa mendelegitimasi MCA. Maka MCA bisa diasosiasikan oleh publik sebagai “pabrik hoax” yang tidak dapat lagi dipercaya.
Namun jika ternyata MCA yang asli itu berbeda (sedikit atau banyak) dari yang dituduhkan oleh Polri, maka MCA akan bisa mendapatkan momentumnya untuk bangkit kembali dan lebih solid.
Maka kiranya sangat tepat apa yang di sampaikan oleh  Ismail Fahmi (Founder Media Kernels Indonesia), bahwa hal positif yang bisa kita lihat dari fenomena MCA ini adalah soal “perang melawan hoax” dan seharusnya hal inilah yang lebih dominan, dan menjadi spirit bersama oleh Polri dan semua pihak.
Namun sayang, ternyata hasil dari penelitian grafik obrolan di Twitter, yang ditangkap oleh grafik SNA Drone Emprit, perang ini sepertinya lebih condong sebagai “The War on MCA”. Yaitu Perang pembangunan opini bahwa “MCA adalah Pabrik Hoax”.
Selengkapnya hasil analisis Drone Emprit Ismail Fahmi dapat dilihat slidenya di sini: https://www.slideshare.net/mobile/IsmailFahmi3/the-war-on-mca 
Adapun rangkuman kesimpulan hasil penelitian menurut pengamatan berbasis data oleh peneliti Ismail Fahmi, melalui SNA grafik Drone Emprit yang meneliti seputar obrolan di Twitter seputar tentang MCA, di dapat data antara lain:
MUMENTUM KELAHIRAN MCA:
Menurut catatan Drone Emprit, MCA lahir alamiah di alam demokrasi. Dari hasil eksplorasi setiap puncak grafik trend, bisa dilihat bahwa nama MCA atau muslim cyber army mulai digunakan pada bulan Desember 2016. Adapun tonggak awal munculnya MCA, adalah pidato Habib Rizieq Shihab sebagai tonggak awal lahirnya MCA.
Image result for MCA+Aktual
Hal ini  terkonfirmasi dari grafik trend dari 1 Januari 2017 hingga 31 Desember 2017. Sejak Aksi 212, penyebutan MCA atau “muslim cyber army” secara konsisten muncul dalam setiap bulannya.
PETA PERTEMPURAN:
Penangkapan anggota MCA yang dituduh menyebarkan hoax, oleh pihak Kepolisian pada tanggal 27 Feb 2018 menjadi top retweet didominasi oleh akun-akun yang pro pemerintah. Mereka secara massif memberi label bahwa MCA adalah “produsen hoax” yang tidak bisa lagi dipercaya.
Adanya berita yang masif tentang pengakuan dari tersangka bahwa mereka didanai dst, hal ini seharusnya akan membuat anggota MCA malu, karena jaringan, motif dan rahasia mereka terbongkar seiring dengan ditangkapnya pentolan mereka.
Rupanya hal ini yang diharapkan. Dan kemudian publik tidak lagi percaya pada MCA. Tetapi apakah benar seperti itu?
Dari grafik SNA tanggal 27 Feb, ternyata polarisasi cluster di sana hampir sama kuatnya. Cluster yang Pro Pemerintah memang lebih besar. Namun, untuk ukuran masifnya berita penangkapan, harusnya cluster MCA jauh lebih kecil. Kenyataannya, cluster MCA tetap besar.
Pada hari-hari berikutnya, di Grafik SNA pada tanggal 28 Feb, 2 Maret, dan 3 Maret. Dalam setiap peta SNA, terlihat cluster MCA bukannya makin kecil. Tetapi malah makin besar, mengimbangi cluster Pro Pemerintah. Dan bahkan kadang melebihi cluster lawannya.
Untuk tujuan “melemahkan MCA”, peta SNA tersebut memperlihatkan bahwa tujuan ini sulit tercapai. Sejak hari H penangkapan, warganet dalam cluster MCA bukannya malu menyatakan dirinya sebagai anggota MCA lalu bersembunyi.
Namun ternyata justru sebaliknya mereka diserukan oleh akun HRS untuk tetap maju dan tidak takut dalam pertempuran. Cluster MCA bukannya mengecil, tetapi tetap seimbang melawan cluster Pro Pemerintah, bahkan kadang lebih besar.
STRATEGI MASING-MASING CLUSTER:
Cluster Pro Pemerintah berusaha membangun asosiasi /opini bahwa “MCA pembuat Hoax” agar tidak dipercaya lagi oleh publik. Dan sebaliknya, cluster MCA melakukan kontra narasi dengan menyatakan bahwa “MCA yang asli itu melawan fitnah.”
Cluster Pro Pemerintah membongkar profile mereka yang ditangkap oleh Polri, melalui jejak digital yang mereka kumpulkan. Ada beberapa akun khusus yang bertugas untuk membukanya.
Sedangkan cluster MCA melihat titik celah dari tuduhan, serangan dan informasi yang dibuka oleh lawannya, lalu menggunakan celah yang ditemukan untuk menyerang balik.
Misal, pernyataan Polri bahwa “salah satu anggota yang ditangkap sudah bergabung dengan MCA sejak 5 tahun yang lalu,” ini dimanfaatkan baik-baik untuk menyerang, dengan kontra narasi bahwa MCA baru ulang tahun sekali.
Polri menunjukkan bahwa MCA memiliki admin salah satunya “M Luth”. Cluster MCA melakukan kontra narasi dengan menyatakan bahwa akun @Cak_Luth itu adalah milik orang yang ditangkap Polri.
Anehnya ternyata dari hasil jejak digital yang dilakukan oleh MCA menunjukkan bahwa pentolan yang tertangkap tersebut ternyata adalah anggota Jasmev dan PSI (Partai). Drone Emprit tidak mendeteksi apakah klaim MCA ini benar atau tidak, hal ini masih perlu dicek lagi. Tapi inilah strategi mereka.
Selanjutnya Cluster Pro Pemerintah turut menyebar foto yang memperlihatkan “sosok” mirip salah satu admin MCA yang ditangkap ternyata memiliki “asosiasi” dengan salah satu tokoh (FZ dan PS) dan partai tertentu. Cluster MCA melihat ada celah untuk melakukan kontra narasi, dengan menyatakan bahwa orang itu adalah salah satu fans PS yang rela berjalan kaki jauh-jauh ke Jakarta untuk bertemu dengan PS. Dan celah ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh FZ, dengan melaporkan AS ke kepolisian atas hoax/fitnah yang disebar AS.
Dari tik-tak strategi tempur seperti di atas, akhirnya tak tampak lagi tujuan “memerangi hoax”. Tembakan jadi semakin liar, kemana-mana. Mungkin itu tujuannya? Bisa didalami kembali melalui jejak digital.
POSISI “MCA” DALAM PILKADA DKI
Menarik kita simak, posisi MCA selama Pilkada DKI dari pengamatan SNA Drone Emprit pada tanggal 7-8 Februari pada saat debat pilkada. Dalam peta itu, kita lihat ada empat cluster. Padahal Paslon di Pilkada DKI hanya ada tiga Paslon. Bukankah seharusnya ada 3 cluster, yang masing-masing adalah tim dari paslon yang bertanding?
Ternyata satu Cluster yang terpisah ini adalah cluster MCA, dimana di dalamnya bergabung warganet dari berbagai kalangan yang memiliki goal yang sama.
Cluster ini tak tampak dalam mempromosikan dua paslon lawan Ahok. Dari analisis lebih dalam, cluster ini ternyata fokusnya hanya satu: menyerang cluser Ahok. Goal mereka adalah “asal bukan Ahok”.
CLOSING KESIMPULAN:
Apa yang telah disampaikan dalam hasil penelitian  grafik SNA ini masih dalam taraf penelitian jejak digital. Tentunya kita masih menaruh harapan besar kepada pihak kepolisian untuk mengungkap fenomena ini lebih terbuka dan transparan.
Jika nantinya hasil investigasi pihak kepolisian bahwa ternyata memang ada dua jenis MCA, karena sifatnya yang terbuka dan tak terkontrol anggotanya, yaitu MCA “produsen kritik” dan MCA “produsen hoax”, maka ini adalah momentum untuk menghabisi ”MCA produsen hoax”
Dan untuk MCA “Produsen Kritik” diharapkan kedepannya bisa lebih serius menjadi “produsen kritik.” dengan kritikan yang lebih cerdas yang bersifat membangun dengan berbasis data. Mungkinkah?
CATATAN:
Yang perlu menjadi catatan adalah MCA itu lahir alamiah karena alam Demokrasi. Bila kita memakai sistem partai tunggal, maka hanya akan ada 1 cyber army, sehingga tidak akan ada MCA, karena semua jadi pro pemerintah.
Catatan kedua, penangkapan yang dilakukan oleh Polri ini sebuah pertaruhan besae. Jika Polri bisa membuktikan bahwa MCA adalah sebuah jaringan yang ada penyandang dananya, ada tim inti, operator di lapangan, dan simpatisan, maka ini bisa mendelegitimasi MCA. MCA bisa diasosiasikan oleh public sebagai “pabrik hoax” yang tidak lagi dipercaya.
Namun jika ternyata MCA yang asli itu berbeda (sedikit atau banyak) dari yang dituduhkan oleh Polri, maka MCA akan bisa mendapatkan momentumnya untuk bangkit kembali dan lebih solid.
KEYWORD
Dalam penelitian terkait MCA yang berbasis data grafik SNA obrolan di Twitter ini, Drone Emprit menggunakan dua kata kunci, yaitu “MCA” (kapital) dan “Muslim Cyber Army”. Filter bahasa tidak diaktifkan, sehingga kalau ada MCA yang merupakan kependekan dari nama lain di luar negeri, akan muncul juga dalam data. Namun ini tidak masalah, selama kemunculannya tidak dominan. Lewat SNA akan bisa dipisahkan.
Demikian bisa lihat bahwa tulisa Hendrajit adalah kajian penting soal MCA. Dan ini adalah bagian rujukan yang patut disimak secara serius, bahkan menurut saya inilah tulisan yang sangat jelas dan kuat.
Pisau bedah analisa Hendrajit masuk sebagai logika yang mememiliki nalar yang cerdas. Hendrajit memiliki kepekaan respon intelejensi yang kuat. Saya juga kadang Hendrajit punya indra yang lain dari sekian orang yang juga anlisa data isu kekinian. Ia mantan wartawan yang sangat punya analisa yang bukan sebuah ocehan, namun subtansi masalah ia kuasai. Kekuata Hendraji juga didukung data digital yang disajikan IsmailFahmi dalam slide itu membuka kita pada cakrawala hutan belantara digital lama terungkap. Ini sebuah kenyataan dan ini sebuah cara padang yang sah beradu data di zaman now. Jadi soal MCA sekali lagi jika kasus ini ada dan benar nyata, rekam jejak data digital itu kuat disimpan sehinggi jika ada yang beralibi agar kurang kuat. Dan rekam jejak digital adalah sebauh kenyataan yang tak bisa luput dari kekeliruan, atau kebohongan semu.

Sekali lagi saya setuju  judul “Bukan Perang melawan Hoax, Melainkan MCA” sebuah warna baru analisa cerdas. Dan saya dalam tulisan ini juga lebih menafsirkan kekuatan tulisan Hendrajit yang analisanya tak disangsikan. Tafasir atas analisa ini memang mungkin aneh menafsir sebuah artikel beda dengan meresensi sebuah buku. Dan saya sangat merasa dibuka ruang gelap digital ini atas analisa Hendrajit yang jitu. SALUT!

AENDRA MEDITA, Meprindo Data Center (MDC).