JAKARTASATU– Sungguh membingungkan cara berfikir kaum yang memaksakan kehendak pribadi bahwa setelah 2019 ini harus Jokowi lagi. Kalau tidak dituduh makar, intoleran, antiPancasila, menciptakan konflik perang saudara, membawa konflik Arab ke NKRI dan lain-lain. Twit ini alasan mengapa harus #2019GantiPresiden.
Setidaknya itulah yang saat ini ramai di beberapa akun dan dituduhkan kepada saya dengan adanya percakapan santai di meja makan. Sebuah wacana menggeser opini publik dari: #dicaripendampingPresiden menjadi #dicariPenggantiPresiden.
Kepada kaum yang memaksakan kehendak dan jauh di bawah level kecerdasan, karena saya menghindari istilah cebong karena menghargai kaum pemaksa kehendak biar bagaimanapun adalah manusia dan warga negara. Cuma sayangnya terkungkung kedunguan akut. Saya kutip UUD’45 pasal 28f: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Nah alasan mengapa harus #2019GantiPresiden adalah pada awal-awal masa kampanye berjanji tidak akan bagi-bagi kekuasaan, tidak ada politik balas budi. Tetapi lihatlah akhirnya terperangkap dengan kata-kata koalisi. Semakin banyak koalisi, semakin bingung saat jadi presiden.
Apalagi saat bentuk kabinet, maka partai yang mendukungnya menuntut bagi-bagi kekuasaan. Akhirnya kabinet pelangi dengan berbagai macam kepentingan terjadi karena bagi-bagi kursi. Para partai menyodorkan menteri amatir dan presiden tidak bisa berkutik lagi.
Bukan hanya itu, relawan-relawan juga dapat jatah yang jauh dari kualifikasi dan pengalamannya. Menjadi komisaris BUMN yang strategis, berjas dan dasi amatiran memuakkan. Lagi-lagi presiden terjebak oleh keadaan yang tidak mampu dikendalikannya. Memang kasihan juga Pak Jokowi, presiden kita ini. Beliau bingung dari manakah memulai perbaikan ini semua. Beliau juga terjebak oleh kegaduhan sosial media yang menggila, sementara kegaduhan tersebut juga disebabkan oleh mulut mereka sendiri.
Pemerintah sibuk mengurus kegaduhan yang diciptakan sendiri, karena rakyat sudah cerdas, sementara ketidakmampuan penyelenggara membuat semakin yakin kita punya presiden amatiran, ditambah dengan jajaran mentri dan komisaris BUMN yang tidak memahami bidangnya. Apapun beritanya selalu jadi blunder dan ditertawakan oleh rakyat yang semakin cerdas. Dan janji tinggal janji yang tak kunjung terrealisasi. Kepada pembaca, mohon koreksi janji-janji ini, janji mana saja yg diucap/tidak diucap, yang sudah dijalankan/belum dijalankan:
Janji Tidak Bagi-bagi Kursi Menteri ke Partai Pendukungnya, Janji Tak Berada di bawah Bayang-bayang Megawati, Janji Swasembada Pangan, Janji Membuat Bank Tani untuk Mengurangi Impor Pangan, Janji Cetak 10 Juta Lapangan Kerja jika Jadi Presiden, Janji Buka 3 Juta Lahan Pertanian, Janji Batasi Bank Asing, Janji Membangun Tol Laut dari Aceh hingga Papua, Janji untuk Mengurangi Impor Pestisida dan Bibit Pertanian, Janji Membangun E-government, E-budgeting, E-procurement, E-catalog, E-audit Kurang dari 2 Minggu, Janji Terbitkan Perpres Pemberantasan Korupsi, Janji Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Janji Dana Rp1,4 Miliar per Desa Setiap Tahun, Janji Kepemilikan Tanah Pertanian untuk 4,5 juta Kepala Keluarga dan Perbaikan Irigasi di 3 juta Hektar Sawah, Janji Membangun 100 Sentra Perikanan yang Dilengkapi Lemari Berpendingin, Janji Membentuk Bank Khusus Nelayan, Janji Menggunakan Pesawat Tanpa Awak untuk meng-Cover Wilayah lndonesia, Janji Mengalihkan Penggunaan BBM ke Gas dalam Waktu 3 Tahun, Janjikan Bangun 50 Ribu Puskesmas, Janji Menurunkan Harga Sembako, Janji Menaikkan Gaji dan Kesejahteraan PNS, TNI dan Polri, Janji Meningkatkan Anggaran Penanggulangan Kemiskinan, termasuk Memberi Subsidi Rp1 juta per bulan untuk Keluarga pra Sejahter Sepanjang Pertumbuhan Ekonomi di atas 7 persen, Janji Perbaikan 5.000 Pasar Tradisional dan Membangun Pusat Pelelangan, Penyimpanan, dan Pengelolaan Ikan, Janji akan Selesaikan, terkait Kasus BLBI, Janji akan Menghentikan Impor Daging, Janji Menciptakan Lebih Banyak Lapangan Pekerjaan di Sektor Pertanian, Perikanan, dan Manufaktur, Janji Meningkatkan 3 kali Lipat Anggaran Pertahanan, Janji Menaikkan Gaji Guru, Janji Sekolah Gratis, Janji Membeli Kembali Indosat, Janji Membangun Industri Maritum, dan Sebagainya.
Tentu harus dikoreksi mana yang terucap atau diucap kandidat lain atau dijalankan atau sedang dijalankan. Fakta dilapangan saat ini menunjukkan kejadian yang bertolak belakang dari beberapa janji-janji di atas.
Pengangguran membumbung tinggi melampaui angka yang mengkhawatirkan. TERTINGGI SEPANJANG SEJARAH. https://economy.okezone.com/read/2018/02/27/320/1865395/angka-pengangguran-indonesia-capai-level-terendah-sepanjang-sejarah
Tujuh juta orang menganggur ini harus segera dicari jalan keluarnya. Peluang kejahatan karena dorongan lapar anak istri akan sangat niscaya terjadi dan akan terlihat dg tingginya angka kejahatan. https://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/06/153940126/agustus-2017-jumlah-pengangguran-naik-menjadi-704-juta-orang & https://economy.okezone.com/read/2017/11/06/320/1809199/alamak-jumlah-pengangguran-di-ri-bertambah-10-000-orang-selama-1-tahun
Yang menyesakkan dada, bukannya membangun kemampuan SDM lokal, justru malah melonggarkan arus tenaga kerja asing. Lho ini bagaimana sih, Pak: https://nasional.kompas.com/read/2018/03/06/21473501/jokowi-siapkan-perpres-demi-permudah-tenaga-kerja-asing
Kalau mau jujur, semua khawatir lho dengan keadaan ini. Lihatlah kutipan wakil presiden sbb: http://politik.rmol.co/read/2017/11/28/316249/JK-Akui-Arus-Pekerja-China-Rugikan-Tenaga-Kerja-Lokal-
Wakil Presiden meminta China tidak lagi membawa tenaga kerja dalam jumlah banyak untuk dipekerjakan pada proyek-proyek investasi mereka di Indonesia. Bicara impor, silahkan digoogling dengan sangat mudah. Angka import telah menggerus pendapatan petani. Angka-angka berikut ini ada yang membaik, ada yang memburuk.
Silahkan para kaum terkait mengoreksi demi angka valid yang akurat untuk ukur kinerja pemerintah.
Nilai impor Indonesia pada Januari 2018 mencapai 15.132,4 juta dolar AS. Angka itu meningkat 3.164 juta dolar AS, atau sebesar 26,44 persen. Apakah ini indikator akan terus membumbung tinggi sampai suatu saat negara kehilangan kedaulatan pangannya?
Lalu bagaimana urai ini semua? Presiden harus BERWIBAWA besar. Tak cukup dengan bagi-bagi sepeda atau umbar kartu ini-itu yang justru malah menciptakan rakyat bermental pengemis dan antri untuk pelayanan yang seharusnya jadi haknya. UUD Pasal 34: (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yanb layak.
Kita semua tahu bahwa BPJS memiliki keterbatasan dan perbedaan perlakuan dengan mereka yang cash dan berduit. Seharusnya Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Bukan terlena dengan pasar bebas yang memaksa bersaing tanpa kemampuan.
Kita paham, presiden punya keterbatasan untuk tidak melakukan intervensi hukum. Tapi presiden yang hebat berwibawa bisa panggil yang terkait dan meminta semua bekerja dengan serius. Contoh bagaimana temuan BPK soal kasus sumber waras dimentahkan oleh KPK dengan hanya berargumentasi tidak ada niat. Begitu seharusnya penyelenggaraan negara, karena ada 2 aspek yaitu aspek prosedural dan aspek personal.
Keduanya harus dipadukan. Gak bisa juga mengikuti sebagian besar rakyat yang masih belum rasional sepenuhnya dalam menentukan pemimpin.
Masih banyak sebagian rakyat dengan iming-iming uang 100.000, atau iming-iming jas dan dasi amatiran, atau menduduki jabatan, atau bagi-bagi proyek ini itu, rela menggadaikan haknya dan memilih pemimpin yang sebenarnya belum punya kemampuan menyelenggerakan negara.
Kegaduhan yang timbul saat ini sudah sangat membuang energi untuk hal remeh temeh yang gak berhubungan dengan peningkatan kedaulatan dan ekonomi kerakyatan. Pejabat sibuk menjelaskan blunder yang dilakukan presiden. Itulah sekelumit alasan kita perlu #2019GantiPresiden.
Yang lebih bahaya #IndonesiaInDanger karena sudah tidak bisa bergerak dikangkangi dengan taipan.
Mengutip bang Yusril, bang Karni: 0,2 persen orang indonesia keturunan, menguasai 74 persen TANAH di indonesia. Serta 50 persen semua kekayaan kita, dimiliki oleh 1 persen orang indonesia keturunan.
Peningkatan tarikan uang kepada rakyat yang dirasa oleh sebagian pihak ini SEJUJURNYA bukan untuk prioritas membiayai pembangunan. Tapi nomor 1 adalah bayar utang. Baru pendidikan dan infrastruktur. Tahun ini kita harus bayar 640 triliun.
Saat ini Negara tergadai. Tak bisa bergerak. Terkunci oleh taipan. Apapun kata mereka, menjadi undang-undang yang harus dipatuhi pejabat. Di sinilah dibutuhkan presiden yang cerdas, berani, berwibawa, mandiri, tidak hutang budi. Saatnya #2019GantiPresiden. RI
*Haikal Hassan, Dai dan Entrepreneur on Twitter