JAKARTASATU– Pengamat ekonomi, Faisal Basri mengkritisi keras kebijakan impor garam sebanyak lebih dari 3 ton yang dilakukan oleh rezim Joko Widodo. Menurut Faisal, harusnya jangan asal makn tetapkan kebijakan mengenai impor.
“Impor garam itu sesuai kebutuhan. Tidak ujug-ujug keluar angka 3,7 juta ton. Tertiblah sedikit,” katanya, di akun media sosial, Twitter pribadi miliknya, Senin, 19 Maret 2018 malam.
Selain itu, ia juga menilai bahwa akibat dari itu adalah adanya pembusukan di dalam pemerintahan sendiri, salah satunya peran Kementerian KP yang di bawah Susi hilang.
“Terjadi pembusukan di dalam pemerintah sendiri, mengarah pada ungoverned government. Main tabrak.
Inilah salah satu bentuk pembusukan dari dalam itu. Ganti dulu undang-undangnya, jangan asal bicara. –> Hak Susi Dicabut, Luhut: yang Tahu Soal Garam Itu Menperin detik.id/VGjs7v.”
Sebelumnya, Faisal memberitahukan bahwa ada kebijakan atau PP yang bertentangan dengan UU. “Contoh terkini: PP No.9/2018. Impor garam dan ikan tak perlu rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk kepentingan siapa?
Bermunculan perusahaan baru yg tiba-tiba dapat jatah impor garam. Perusahaan yg perlu garam tak dapat. Jadi heboh industri makanan mengancam berhenti produksi. Lisensi impor diobral.
PT Sarinah impor beras ketan. Importir umum boleh impor tekstil. Perusahaan baru berdiri dapat kuota impor garam. Pantas neraca perdagangan defisit 3 bulan berturut-turut, membuat rupiah loyo.” RI