JAKARTASATU– Semua anak bangsa sepakat bahwa korupsi adalah kejahatan yang luar biasa mengerikan dan akan merongrong sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketidak adilan dan kemiskinan yang menggurita dewasa ini tidak lepas dari perilaku korup yang tidak beradab yang bersemayam dalam diri penyelenggara negara. Seharusnya mereka tidak pantas menyandang sebagai penyelenggara negara, apa lagi sebagai pelayan rakyat. Pantasnya mereka menyandang predikat sebagai mafia dan tikus yang terus menerus memakan uang dari keringat rakyatnya sendiri.

Fenomena yang mengerikan diatas mengingatkan kita pada mega skandal kejahatan korupsi E-KTP yang melibatkan hampir semua Fraksi yang ada di DPR RI dan sejumlah elit dan politisi di Republik ini. Sebut saja ada persekongkolan jahat diantara mereka yang mengatur kekuasaan. Mereka sangat leluasa mengatur dan bersinergi serta membagi pundi-pundi rupiah dan dolar hasil maling dan rampok atas nama dan kepentingan segenap rakyatnya. Tapi faktanya rakyat hanya dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi dan mengeruk keuangan negara melalui proyek pengadaan E-KTP.

Proyek E-KTP ini secara hukum telah merugikan negara dengan divonisnya
dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogon serta di tetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam proyek E-KTP. Dalam dakwaanya Setiya Novanto terang-terangan menyebut uang e-KTP mengalir kepada kedua kader PDIP yaitu Puan Maharani dan Pramono Anum. Pengakuan tersebut di ungkapkan langsung oleh Setya Novanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari Kamis (22/3/2018). Novanto menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung masing-masing menerima USD 500 ribu. Uang tersebut di berikan oleh orang kepercayaan Setnov yaitu Made Oka Masagung dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Publik harus tahu pada saat pembancakan korupsi e-ktp Pramono Anung menjabat sebagai Wakil Ketua DPR dan Puan Maharani sebagai ketua Fraksi PDIP. Kedua kader PDIP tersebut sekarang menjabat sebagai Menteri dan Sekretaris Kebinet.

Terkait mega skandal diatas, aparat penegak hukum, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh “main mata” apa lagi “deal” dengan kekuasaan maupun partai tertentu. Tugas institusi penegak hukum adalah tegakan hukum dan keadilan walaupun langit akan runtuh. Kita harus katakan kepada KPK berani jujur adalah hebat. Berbagai skandal yang mengerikan diatas aparat penegak hukum harus berani mengacungkan pedang keadilannya untuk melibas mereka yang merampok dan menggeronggoti keuangan negara. Bukan melibas hanya elit partai tertentu dan KPK harus berani menyisir masuk dalam episentrum parpol yang sedang mengatur kekuasaan dan pemerintahan. Kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi yang mengontrol jalannya pemerintahan ini.

Hancurnya sebuah bangsa dan negara bukan hanya ulah para koruptor dan ketidak adilan, melainkan diamnya dan permisifnya orang baik dan berindegritas yang ada dalam sistem pemerintahan maupun diluarnya. Apapun itu KPK harus menjawab atas tuntutan dan harapan publik dengan kerja yang profisional, transparan dan independen tampa ada intervensi dari pihak manapun. Karna sebelumnya Presiden Jokowi Dodo menyerukan untuk menindak tegas siapa saja yang terlibat dalam pusaran korupsi e-ktp, termasuk memproses Puan Maharani dan Pramono Anung jika ada bukti yang kuat atas keterlibatan dan menikmati uang haram yang bernama mega skandal korupsi e-ktp. Terkait mega skandal korupsi e-ktp ini kami yang tergabung dari Jaringan Mahasiswa Indonesia menyerukan dan menyatakan sikap serta menuntut:
1. Fakta persidangan atas terdakwa Setya Novanto menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung berperan aktif dalam merugikan keuangan negara sebesar 2,3 triliun.
2. Mendesak KPK untuk tangkap dan adili Puan Maharani dan Pramono Anung yang terindikasi menerima anggaran Proyek e-KTP, masing-masing sebesar USD 500 ribu dari orang kepercayaan Setiya Novanto yaitu Made Oka Masagung dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
3. Meminta Presiden Jokowi Dodo mencopot Pramono Anung dari jabatan Sekretaris Kabinet dan Puan Maharani dari Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Kemanusiaan dan Kebudayaan.
4. Meminta KPK berani Jujur dan transparan dalam menuntaskan kasus e-KTP
5. Dukungan penuh upaya penegakan hukum untuk bersih-bersih Korupsi. RI
*Budi, Korlap on Rilis
Jakarta, 28 Maret 2018