JAKARTASATU–  Iseng-iseng saya share tulisan tentang naik harga BBM sebab banyak yang bertanya, mengapa naik lagi? Dan kalau coba kita tanya kepada Pertamina mereka akan jawab normatif sebagai “hasil evaluasi harga minyak dunia yg juga mengalami kenaikan”.

Terakhir kemarin, Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite naik Rp200 per liter per 24 Maret 2018. Sebelumnya harga Pertalite Rp7.600 per liter, kemudian naik menjadi Rp7.800 per liter. Apapun, kenaikan ini pasti jadi beban masyarakat. #NaikHargaBBM.

Kenaikan harga, khusus BBM akan selalu menimbulkan polemik bagi masyarakat umum. Ini indikasi nyata bahwa BBM masih merupakan komponen biaya yang vital bagi laju ekonomi masyarakat. Dan BBM secara konstitusional dianggap sebagai sumber daya yg memenuhi hajat hidup orang banyak.

UUD 1945 tidak saja meletakkan BBM sebagai komoditi strategis yang menyangkut “hajat hidup orang banyak”. Tetapi ia berasal dari Perut bumi Indonesia sehingga terkenal dalil “dikuasai negara”.

Oleh sebab itu, mekanisme penetapan harga BBM itu di atur dalam Undang-undang yaitu UU No.22 Tahun 2001 tentang MIGAS. Pasal 28 ayat (2) dan (3) mengisyaratkan mekanisme itu yaitu harga BBM dan Gas diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar (mekanisme pasar).

Tapi sayang UU MIGAS ini mengandung anasir liberalisasi yang cukup kental! Dan oleh elemen masyarakat UU ini ditentang habis. Hasilnya adalah empat putusan MK dalam rentan waktu berbeda (2003, 2007, 2012). Banyak sekali pasal yang bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam Putusan MK No.002/PPU-I/2003 Pasal yang mengatur mekanisme penetapan harga BBM telah dicabut. penetapan harga BBM mengikuti harga pasar bertentangan dengan konstitusi, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Jadi, kalo ada orang atau institusi yang berpendapat bahwa harga BBM ditetapkan mengikuti harga pasar jelas itu inkonstitusional, melawan konstitusi negara. Statement tersebut telah keluar dari nalar hidup bernegara kita. Sangat fatal.

Selama ini kita semua terasa mudah dihipnotis oleh kalimat harga pasar. Walau kita tidak tau pasar itu apa wujudnya. Apakah dalam operasi bisnisnya Pertamina itu bekerja dalam pasar yang sehat dan kompetitif? Pasar hilir (distribusi BBM) faktanya masih monopolistik.

Tidak ada persaingan harga. Trend harga BBM kita naik terus. Padahal Struktur pasar BBM dalam negeri tidak ada yang namanya pasar persaingan sempurna. Pertamina sebagai perusahaan negara masih dominan dalam semua hal.

Ini harga BBM kita lima tahun terakhir, trendnya naik terus. Padahal pada saat yang sama harga minyak mentah dunia sedang anjlok. Tahun 2014 harga di atas $100 per barel, 2015 terjun bebas di harga $26 per barel. Lihat contoh harga minyak mentah jenis WTI.

Kalo pake logika pasar tentu tidak ketemu. Harga Minyak dunia anjlok kok harga BBM naik terus. Apalagi mulai 1 januari 2015, kata pemerintah, harga BBM akan disesuaikan secara berkala. Di sesuaikan dengan apa? Harga pasar dunia?

Secara nalar dan konstitusi jelas tidak bisa diterima jika harga BBM dilepas begitu saja, naik-turun tanpa penjelasan yang masuk akal. Ingat Pertamina itu masih milik negara dan rakyat masih berdaulat, jadi aspirasi rakyat jangan mudah diabaikan.

Sekedar info:  Karena UU No.22 tahun 2001 yang banyak mengandung anasir asing ini banyak persoalan dan berkali-kali di JR di MK, maka saat ini DPR sedang melakukan  revisi dan sekarang pada tahap singkronisasi.

Mari kita pantau penuntasan UU Migas ini sebab ini menentukan masa depan komoditas strategis ini bagi rakyat Indonesia. Ada lobby kuat agar pemerintah bisa secara sepihak menentukan harga ya ia persetujuan DPR seperti sejarang. Harus dilawan.

Para pendiri bangsa kita sudah merumuskan pasal 33 UUD45 yang sebenarnya adalah jalan tengah bagi kita. Untuk membangun sistem ekonomi baru yang lebih adil bagi semua, bukan bagi negara atau kaum kapitalis semata. Mari terus  berjuang tegakkan #ArahBaruIndonesia. #MerdekaBro! RI

*Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah on Twitter