JAKARTASATU – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menggelar diskusi publik bertajuk ‘Memperkokoh NKRI, Mengembalikan Kedaulatan Bangsa’, diskusi publik inidigelar dalam rangka memperingati Mosi Integral M.Natsir 3 April 1950 yang mengembalikan dan mengokohkan Indonesia sebagai negara kesatuan.
“Diskusi itu digelar dalam rangka memperingati hari Mosi Integral Natsir. Terdapat momen sejarah terbentuknya NKRI yang banyak dilupakan orang tua dan tidak diketahui generasi muda, yakni Mosi Integral Natsir,” kata Sekretaris Fraksi PKS Sukamta, di ruang Fraksi PKS lantai 3 Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (3/4/2018).
Menurut Sukamta yang juga Anggota Komisi I DPR RI, pada tanggal 3 April 1950 Mohammad Natsir menyampaikan pidato Mosi Integral ini di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Republik Indonesia Serikat (DPRS RIS) yang menandai kembalinya Indonesia ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mosi integral ini, kata Sukamta, adalah sebuah kenyataan sejarah bangsa yang tidak boleh dilupakan. Karena hal itu adalah bentuk kesadaran terhadap NKRI dengan sistem presidensial.
“Refleksi kesadaran bangsa tersebut kemudian membawa mosi integral untuk kembali kepada UUD 1945 sebagai dasar negara kita,” katanya.
Mosi integral membuktikan kecintaan masyarakat muslim terhadap NKRI dan kesetiaan mereka terhadap UUD 1945.
Menurutnya, mosi integral merupakan salah satu dari sekian banyak bukti sejarah bagaimana umat Islam berjuang mempertahankan keutuhan NKRI.
Tentunya, lanjut dia, momen tersebut perlu dijadikan pelajaran oleh generasi zaman sekarang, sehingga mereka akan memiliki nilai-nilai cinta NKRI.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi itu mengatakan, peristiwa Mosi Integral Mohammad Natsir pada 3 April 1950 merupakan peristiwa yang sangat luar biasa penting. Peristiwa mosi integral itu telah menyelamatkan Indonesia dari dicabik-cabik penjajah Belanda.
“Mosi integral Mohammad Natsir pada 3 April 1950 ini agar menjadi elan vital dan menyemangati kita semua untuk menyelamatkan Indonesia agar tidak bubar tetapi semakin jaya. Peristiwa ini menunjukkan semangat besar dari para pendiri bangsa yang negarawan dan membela kepentingan bangsa dan negara, sehingga Indonesia selamat dari dicabik-cabik Belanda dan tetap menjadi NKRI,” kata Hidayat.
Menurut Hidayat, peristiwa Mosi Integral 3 April 1950 ini sangat penting dan bersejarah itu selayaknya diperingati secara besar-besaran baik DPR maupun pemerintah (negara).
“Semestinya DPR menyelenggarakan sidang paripurna memperingati peristiwa Mosi Integral M. Natsir 3 April 1950. Negara juga seharusnya menyelenggarakan peringatan ini,” ujarnya.
Peristiwa 3 April 1950 adalah pidato Ketua Fraksi Partai Masyumi Mohammad Natsir di depan sidang paripurna DPR Republik Indonesia Serikat (RIS) yang disebut sebagai Mosi Integral.
Pidato ini menentang dipecahnya Indonesia dalam beberapa negara Indonesia Serikat (RIS), menolak konvensi Meja Bundar, dan menuntut kembali pada negara integral, yaitu NKRI.
Sebelumnya, pada 27 Desember 1949, melalui KMB telah disahkan Republik Indonesia Serikat (RIS). Dengan RIS ini tidak ada Indonesia dan NKRI. Indonesia dipecah menjadi 16 RIS. Republik Indonesia hanya satu dari 16 RIS itu. Bahkan Irian Barat tidak masuk dalam RIS.
Lalu dibentuk negara uni antara Indonesia dan Belanda dengan pempimpin tertinggi Ratu Belanda. Selain itu Indonesia diharuskan membayar utang-utang Belanda lebih dari 43 miliar gulden.
“Fraksi-fraksi di DPR RI menyetujui secara aklamasi pidato Mosi Integral Mohammad Natsir. Kemudian pemerintah melalui Bung Hatta juga setuju. Pada 17 Agustus 1950 diproklamirkan kembali NKRI. Jadi kalau tidak ada intervensi dari Mohammad Natsir di DPR RIS, mungkin Indonesia masih dalam bentuk RIS dan bukan NKRI,” kata Hidayat.
Dia menambahkan, sejak awal tokoh Islam amat sangat mencintai Indonesia sehingga tak heran tokoh seperti M. Natsir memiliki gagasan untuk menghindari Indonesia dari perpecahan. Mosi Integral adalah momentum berdirinya kembali NKRI sesuai UUD NRI Tahun 1945. Mosi ini dilaksanakan ditandai dengan dibubarkannya RIS pada 17 Agustus 1950.
“Mengacu pada catatan sejarah tersebut bisa dikatakan tidak mungkin umat Islam dianggap tidak cinta NKRI,” ujarnya.|Edy/Jkst