Beredar viral video soal sambutan di sebuah acara di Bogor. Ini acara kampanye atau apa ya saya tak tahu, yang jelas katanya acara dengan relawan. Hmm sudah mulai toh sosialisasi Pemilihan Umum?

Dalam pidato durasi 0:55 itu dikutip dari sebuah TV berinisial “K” sangat viral. Isinya sejumlah bantah isu-isu, Bla…bla sang pemberi pidato berseleroh panjang dan akhirnya ke soal Kaos.

Soal ada kaos yang bisa gantikan presiden.  “Masa Kaos bisa Ganti Presiden, nggak bisa,”jelasnya. Kaos itu tak bisa ganti presiden memang benar, namun jika banyak yang pake kaos karena kagum kaosnya bagus #2019GantiPresiden bukankah yang merasa aneh jika yang pakai kaos banyak, dan kenapa ada yang panik? Latas dalam sebuah pidato kenapa bahas yang beginian, kenapa tak yakinkan  bahwa masa depan akan baik jika dua periode. Soal kaos tak usah dibahas ini hal cemen. Tapi yang cemen sering memang mengganggu.

Masih soal panik bagi saya ini akut paniknya kerena ada sejumlah aparat bagi-bagi bungkusan datang dari “Istana” yang megah itu dan suara teriak-teriak bahwa itu dari Presiden ya…Yang Bagi-bagi bungkusan itu aparat dan rakyat suruh berbaris ini kelas RT kok yang bagi-bagi aparat polisi dan PM. Video ini viral juga silakan saja cari begitu banyak di group WAG. Video lainnya ada yang bagi-duit dan bungkusan itu ke sejumlah tukang becak.

Saya melihat ini sebuah kepanikan besar. Apakah karena faktor  bahwa Petahana di pemilu nanti belum stabil posisinya, karena pada beberapa survei Pertahana memiliki elektabilitas di bawah antara 40% dan ini dianggap belum aman bagi petahana untuk periode kedua, petahana aman adalah 50%+1 ya itu baru aman.

Jika membanding belum aman ya ada bagi-bagi bungkusan dan juga bahas hal remeh temeh soal koas yang akan mengoyang adalah menjadi faktor gelisah takut bersaing. Bahkan di sejumlah konveksi di kota Bandung beberapa diantaranya terkena intimidasi bahwa pembuat kaos #2019GantiPresiden tercyduk dan dilarang memproduksi, mereka akhirnya sembunyi-sembunyi dengan kode-kode yang mirip kode intelejen.

Jika Petahana mau stabil memang perlu ekstra kuat untuk pengamanan periode kedua itu. Selain perlu komunikasi yang elegan harusnya politik santun yang diusung dimainkan. Soal pencitraan sudah lapuk, bluksukan sudah makin di curigai gaya lama basi. Gaya menyerang juga kini tak elok pula.

Namun politik komunikasi elegan adalah menunjukan bahwa kualitas ke depan dan bangun rasa nyaman damai dan menunjukan nilai martabat yang beradab untuk bangsa ini dengan cara menyakinkan pemilis cerdas. Jika janji ke depan tak terbukti bahwa itu hanya kerja yang penuh rasa tak simpati, sehingga untuk dapat mengamankan kursi kedua periode perlu waspada bukan sekadar janji di periode sebelumnya.

Soal pemilu 2019 nanti memang belum tahu lawannya yang mana sebab yang perlu kini bagi bangsa adalah bukan janji semata para calon pemimpin, tapi bangsa ingin bukti rakyatnya sejahtera tanpa harus ditagih janji. Rakyat sudah cerdas dan paham apa gaya politik janji dan politik sekadar bagi-bagi.

Jika yang muncul bukan kepanikan maka gaya bagi-bagi bungkusan itu sebenarnya tak perlu ada, atau intimidasi pada pembuat kaos itu dianggap sebuah nilai demokrasi tak perlu risau. Pendapat muncul asal adab yang jelas ini demokrasi mengungkap pendapat, lawan dengan bukti saja semua itu tapi kenapa pemilu memang sudah dekat meski jabatan masih 1,5 tahun lagi harus panik?

Akhirnya saya ini kutip Novelis Inggris George Eliot yang mengatakan Pemilihan umum datang lagi. Perdamaian universal dikumandangkan, dan rubah (anjing utan) menunjukkan satu minat yang tulus untuk memperpanjang hidup unggas (yang menjadi santapannya). Nah gitu saja…bro.

AENDRA MEDITA, Analis dari Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI), JAKARTA