JAKARTASATU– Salah satu urusan pemerintahan harus diselenggarakan oleh Presiden RI Jokowi yakni bidang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Secara kelembagaan sudah tersedia Kementerian BUMN untuk melaksanakan program dan rencana kegiatan/proyek bidang BUMN. Presiden Jokowi mempunyai seorang Pembantu level Menteri untuk urus BUMN. Yaitu Menteri BUMN Rini Soemarno.
Meskipun ada Pembantu khusus urus BUMN, namun sebagai kepala pemerintahan nasional, Presiden tetap saja harus bertanggungjawab penyelenggaraan bidang BUMN.

Karena itu, studi evaluasi ini utk mendeskripsikan kondisi kinerja Presiden Jokowi urus BUMN. Bukan studi kinerja Menteri BUMN sbg Pembantu Presiden.

Ada beberapa dasar standar kriteria evaluasi dapat digunakan. Pertama, standar kriteria evaluasi atau penilaian kritis kondisi kinerja Presiden Jokowi urus BUMN adalah janji-janji lisan kampanye Jokowi saat Pilpres 2014 lalu. Beberapa janji lisan kampanye Jokowi sebagai berikut:

1. Membeli kembali (buy back) saham BUMN PT. Indosat yang Presiden Megawati jual ke perusahaan asing. Hingga Jokowi jadi Presiden hampir 4 tahun, janji ini hanya gencar saat kampanye. Belum juga dibeli kembali saham PT. Indosat dimaksud.
2. Membesarkan BUMN PT. Pertamina untuk kalahkan Petronas (BUMN Minyak Negara Malaysia) dalam 5 tahun. Sudah hampir 4 tahun Jokowi Presiden RI, Pertamina tetap masih dikalahkan Petronas. Jokowi tidak memenuhi janji ini alias ingkar.
3. Membuat Bank Tani untuk mengurangi impor pangan. Jokowi hingga kini masih belum membentuk Bank Tani. Malah impor pangan jalan terus dan meningkat.
4. Membentuk Bank Khusus Nelayan. Namun, juga sudah hampir 4 tahun jadi Presiden, tidak ada satu unit pun terbentuk Bank ini.

Sebagai catatan, semua janji kampanye lisan ini tidak dipenuhi Jokowi alias “ingkar janji”.

Kedua, standar kriteria evaluasi berupa janji-janji tertulis kampanye Jokowi pada Pilpres 2014 tertuang di dalam dokumen NAWACITA yang diserahkan kepada KPU, khususnya terkait BUMN. Jokowi berjanji akan melaksanakan antara lain:
1. Membentuk Bank Pembangunan Infrastruktur utk meningkatkan kapasitas anggaran negara demi pembangunan infrastruktur. Janji tertulis ini juga masih diingkari Jokowi. Hingga kini belum juga terbentuk Bank dimaksud.
2. Mendirikan Bank Petani dan UMKM. Juga hingga kini masih diingkari. Belum berdiri satu unit pun Bank dimaksud.
3. Meningkatkan efisiensi usaha BUMN penyedia enerji di Indonesia seperti Pertamina. PLN, PGN. Belum tersedia data resmi meningkatnya efisiensi usaha BUMN dimaksud.
4. Meningkatkan investasi BUMN. Belum ada data resmi sebagai bukti peningkatan investasi ini. Yang ada justru bukti 21 BUMN merugi dan tak mampu bayar dividen kepada negara 2018.

Ketiga, standar kriteria evaluasi berupa butir2 tertentu bidang BUMN tertuang di dlm RPJMN 2015-2019 diterbitkan Presiden Jokowi. Menurut RPJMN, sasaran pembinaan dan pengembangan BUMN dlm perekonomian/pembangunan melalui:
1. Peningkatan pelayanan publik BUMN, terutama di bidang pangan, infrastruktur dan perumahan.
2. Pemantapan struktur BUMN dlm mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.
3. Peningkatan kapasitas BUMN melalui pencampuran tugas, bentuk dan ukuran perusahaan untuk meningkatkan daya saing BUMN.

Hingga kini belum tersedia data resmi capaian target di atas.

Kementerian BUMN memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan pembinaan terhadap BUMN di Indonesia.
Standar kriteria evaluasi berikutnya (Keempat) tertuang di dalam Renstra Kementerian BUMN 2015-2019. Berdasarkan Renstra ini sasaran strategis Kementerian BUMN antara lain:
1. Kepuasan pengguna layanan yang tinggi atas pelayanan Kementerian BUMN.
2. Kepatuhan BUMN yang tinggi ttg kebijakan Kementerian BUMN.
3. Perencanaan dan rumusan kebijakan berkualitas dan implementatif.
4. Pembinaan BUMN yang optimal.

Hingga kini juga belum tersedia capaian sasaran di atas. Namun, setelah lebih dua tahun jadi Presiden, Jokowi tiba-tiba memerintahkan Menteri terkait untuk mengevaluasi, menggabungkan (merger), atau menjual anak perusahaan BUMN yang jumlahnya sekitar 800 perusahaan. Sedang jumlah BUMN ada 118.
Di mata Jokowi, lini bisnis usaha anak perusahaan ini bukan sektor vital dan justru mengambil peluang harusnya bisa digarap pengusaha swasta di dalam negeri.

Apakah perintah Jokowi ini telah dilaksanakan? Belum ada data resmi dari Kementerian BUMN. Cuma perintah vokal Jokowi semata.

Terbukti kondisi BUMN era Jokowi memperihatinkan. Sebagaimana Menkeu Sri Mulyani membeberkan, ada 21 BUMN merugi dan tak bisa setor dividen kpd negara 2018 (30 Agustus 2017). Ada dua kelompok BUMN ini merugi. Pertama, merugi karena kalah saing dan inefesiensi (ada 10 BUMN). Ketua, merugi karena sudah dalam proses restrukturisasi (ada 11 BUMN). Meski begitu, Menkeu juga mengakui ada setoran dividen BUMN ke negara. Yakni pada 2013 Rp34 triliun; 2014 Rp40 triliun (era SBY); 2015 Rp37 triliun; 2016 Rp36 triliun: dan, Semester I 2017 Rp32 triliun (era Jokowi terjadi penurunan). Adapun setoran pajak pada 2014 Rp160 triliun (era SBY); 2015 Rp171 triliun; 2016 Rp167 triliun; dan Semester I 2017 Rp97 triliun (era Jokowi ada peningkatan).

Di lain pihak, sejumlah Pakar Ekonomi menilai, Pemerintahan Jokowi-JK sejak awal mendorong proyek infrastruktur, seperti pembangunan pelabuhan, bandara, kereta api, listrik hingga jalan dan jembatan. Bahkan dalam Perpres 58 Tahun 2017, pemerintah menetapkan 245 proyek strategis nasional (PSN).

Dari 245 PSN tersebut, 151 di antaranya merupakan proyek infrastruktur. Banyaknya proyek tersebut sebagian besar juga digarap oleh para BUMN karya.

Proyek infrastruktur tsb tentu menjadi pekerjaan rumah dan beban bagi para BUMN karya. Sumber keuangan BUMN sendiri disuntik oleh APBN. Bahkan,
Jokowi menginstruksikan BUMN mencari utang dan menjual aset BUMN demi proyek infrastruktur. Akibatnya, kondisi sejumlah BUMN karya tersandera utang.

Ekonom Kritis Faisal Basri menilai,
Infrastruktur itu paling banyak dibiayai utang BUMN, tidak masuk dalam kategori utang yang direncanakan (3/4/18). Kebanyakan proyek besar dilakukan dengan penugasan kepada BUMN. Sebagian kecil dimodali dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) dan selebihnya BUMN disuruh mencari dana sendiri. Beberapa BUMN pontang-panting membiayai proyek pemerintah pusat dengan dana sendiri sehingga kesulitan , mengeluarkan obligasi, dan pinjaman komersial dari bank. Selanjutnya, BUMN menekan pihak lain dengan berbagai cara. Sementara pengeluaran modal untuk sosial malah menurun sebesar 44 persen sejak tahun 2014. Proyeksi untuk sektor ini adalah sebesar Rp 81 triliun pada 2018.

Sebagai perbandingan era SBY, Kondisi nilai aset BUMN tahun 2013 Rp4.216 triliun.
Total dividen disetorkan seluruh BUMN dan minoritas tahun 2013 Rp36,5 triliun.
Dari 20 BUMN terdaftar di pasar modal, kapitalisasi pasar nya tahun 2013 Rp968,5 triliun atau 23 persen dari kapitalisasi seluruh saham perusahaan emiten terdaftar di bursa efek Indonesia.
Sumbangan pajak BUMN pd 2010 Rp81 triliun, pd 2013 meningkat menjadi Rp. 142 triliun atau 11 persen dibandingkan total penerimaan pajak dlm APBN 2013. Apakah era Jokowi bisa meningkatkan kondisi BUMN ini?

Bagi Tim Studi NSEAS, kondisi kinerja Jokowi urus BUMN belum menunjukkan kondisi baik, jika tak boleh diklaim buruk. Juga Jokowi belum mampu memenuhi janji kampanye dan juga rencana kegiatan sesuai RPJMN. Sementara Kementerian BUMN belum juga mampu membuktikan kondisi BUMN era Jokowi lebih baik ketimbang era SBY. Bahkan, Pemerintah sendiri mengakui era Jokowi ini ada 21 BUMN merugi dan tak bisa setor dividen kas negara. Hal ini bukti, Kementerian BUMN tidak berhasil menjalankan tugas pokok dan fungsi melaksanakan pembinaan BUMN. Malahan Kementerian BUMN terlalu jauh mengambil program prioritas terkait pemberdayaan masyarakat dlm perspektif community development. Kebijakan ini terlalu jauh dari tugas pokok dan fungsi Kementerian BUMN.

Program prioritas dimaksud ada dua. Pertama, Balai Ekonomi Desa (Balkondes). Kedua, Mitra Usaha Desa Nusantara dan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes). Menteri BUMN Rini Soemarno berdalih, kedua program tersebut menjadi atensi Kementerian BUMN guna meningkatkan taraf perekonomian desa. Bukanya membina kelembagaan BUMN, tetapi justru ikutcampur urus pemanfaatan semacam dana CSR BUMN.

Masalah lain, Jokowi selaku Presiden tidak mampu mesinerjikan hubungan kerja antara Menteri BUMN Rini Soemarno dengan DPR. Khusus Komisi VI DPR
tidak memperkenankan Rini hadir untuk melakukan rapat kerja (raker) Pemerintah dengan Komisi VI DPR RI. Baru-baru ini terjadi Pemerintah diwakili Menkeu Sri Mulyani. Sangat tragis!

Masih ada waktu 1,5 tahun lagi bagi Rezim Jokowi untuk membuktikan kondisi kinerja Jokowi urus BUMN “baik”. Apa yang dikritisi para Pakar Ekonomi tentang kondisi BUMN akibat kebijakan pembangunan infrastruktur Jokowi harus bisa tidak menjadi realitas obyektif pada akhir tahun 2019. RI
*Peneliti NSEAS, Muchtar Effendi Harahap