Rocky Gerung/ist

JAKARTASATU– Jokowers menyerang @rockygerung dari menyoal panggilan “Prof” sampai menuduh dosen UI gadungan. Rocky dosen saya di Filsafat UI saat masih bagian dari Fakultas Sastra. Dari dulu dikenal jenius. Mungkin karena itu orang memanggilnya “Prof”. Ia tak pernah minta dipanggil begitu.

Aktivis 80an pasti tahu “Sekolah Ilmu Sosial” – Yayasan Padi dan Kapas. Di sini, orang belajar pemikiran politik para pendiri bangsa hingga filsuf besar dunia. SIS juga reguler promosikan karya-karya akademis para intelektual Indonesia.

Siapa Kepala Sekolahnya?  Rocky Gerung. Prof. Toety tak berkutik meski @rockygerung menolak tawaran bea siswa Doktor dari Prancis. Jawaban Rocky: “Ibu yang mau saya punya gelar Doktor, bukan saya. Yang penting saya sudah buktikan saya mampu”.

Begitulah Rocky: Ia tak peduli pada gelar kesarjanaan.

Profesor Prancis itu juga kecewa. Ia tahu prosedurnya: tak mungkin @rockygerung diijinkan ambil Doktor tanpa gelar S2. Meski menurutnya Rocky lebih dari pantas.

Rocky tak ambil pusing. “Urusan gua nulis paper dan lulus. Soal prosedur urusan dia. Gua gak tertarik ambil Doktor”.

Abdurrahman Wahid adalah sahabat lekat @rockygerung. Gus Dur tak pernah lupa ucapkan Selamat Natal padanya. Saat memimpin Forum Demokrasi, statement-statement Gus Dur selalu ditunggu dan selalu jadi berita.

Siapa yang ia percaya jadi Ghost Writer? Rocky Gerung.

Kenapa @rockygerung tak tertarik gelar? Sebagian, sebab mungkin seperti ia bilang: “Gelar, ijazah, bukti lu pernah sekolah, bukan bukti lu bisa mikir”. Saat ijazah bisa dibeli, saat Universitas di masa Orba cuma alat hegemoni politik, Rocky menolak tunduk pada ijazah dan gelar.

Saya sendiri menduga-duga, mungkin @rockygerung diam-diam membaca dan terpengaruh buku “Deschooling Society” karya Ivan Illich, seorang Filsuf Austria.

Rumah buku di kamarnya tak cukup menampung buku-buku. Saya kenal John Rawls, Michael Walzer, Foucault, Judith Skhar darinya.

Sebagai “ex-room mate” dan salah satu dari sedikit sahabatnya, saya sering diam-diam meminjam tanpa pamit buku-buku @rockygerung.

Selalu ketahuan tapi dia maklum. Saat kami muda, ada pemeo:

“Cuma orang bodoh yang meminjam buku. Tapi lebih bodoh orang yang mengembalikan”.

Tapi tak semua buku @rockygerung menarik minat saya. Misalnya buku buku Robert Nozick.

Saya lebih tertarik pada buku-buku karya Juergen Habermas yang sudah ia koleksi bahkan saat banyak intelektual Indonesia lain masih asing pada nama filsuf Jerman pendiri Frankfurt Schule itu.

Gegara buku-buku Habermas @rockygerung saya lulus test masuk Filsafat UI.

Mungkin karena saat wawancara, saya bikin senang Guru Besar Filsafat UI — tak saya sebut namanya — dengan mengutip pikiran-pikiran Habermas.

Kata Rocky: “Apa gue bilang, Profesor aja bisa lu tipu”.

Di Puncak, Bogor, suatu hari, mobil bekas yang baru saya beli tak bisa dihidupkan. Kebetulan @rockygerung ada di Puncak, siap-siap naik gunung. Rocky datang ke hotel meriksa mesin mobil. Dalam sepuluh menit mobil hidup.

Sebelum Filsafat, Rocky mahasiswa Fakultas Teknik UI. Saya punya kesamaan dengan @rockygerung. Tapi juga perbedaan: Rocky itu book worm. Saya baca buku bila butuh penjelasan atas sesuatu hal.

Anak ketiga dari keluarga kaya berumah di Agus Salim, Menteng, ia berlangganan jurnal-jurnal internasional. Foreign Affairs, misalnya.

Tapi keliru menganggap Rocky “a nerd”, semata karena ia baca buku. Lulusan Perguruan Silat Bangau Putih ini, yang membengkokkan tiang pompa besi sekali pukul, juga menyimpan banyak kisah cinta. Dan bikin banyak perempuan patah hati.

Tentu saya tak akan cerita detil bagian ini. Dalam gerakan perlawanan terhadap Otoritarianisme Soeharto, @rockygerung punya peran khusus. Ia membantu menuliskan pledoi para aktivis yang diadili dan dibui karena sikap politik mereka.

Seorang soliter sejati, ia sangat bersetia pada kawan. Kecuali soal pacar. Begitu dulu cerita saya tentang @rockygerung: guru, sekutu dan sahabat saya sampai sekarang.

Saya kenal dia luar dalam. Begitu juga sebaliknya. Kami antara lain sama-sama pernah bekerja di Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia. Juga sama-sama pendiri PBHI dan Institut Setara. RI

*Rachland Nashidik, Politisi Demokrat on Twitter