JAKARTASATU– Pendidikan adalah salah satu bidang urusan pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan, untuk Indonesia betapa pentingnya urusan pendidikan, hingga konstitusi mengharuskan  Pemerintah mengeluarkan anggaran pendidikan minimal 20 persen baik di Pusat (APBN) maupun di Daerah (APBD).  Setelah 3,5 tahun menjadi Presiden, apakah  kondisi  kinerja Jokowi baik atau buruk, berhasil atau gagal? 

Salah satu standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi dapat digunakan adalah janji-janji lisan Jokowi sewaktu kampanye Pilpres 2014. Yakni: 

1. Beri Berapapun Anggaran Pendidikan

http://www.merdeka.com/…/janji-manis-prabowo-jokowi-saat-de…

nomi/jokowi-janji-beri-berapapun-anggaran-pendidikan.html

Terkesan Jokowi bagaikan satu-satunya penentu jumlah anggaran pendidikan tanpa mempertimbangkan DPR juga penentu. Dalam kenyataan selama Jokowi jadi Presiden, baru sekali naik anggaran pendidikan signifikan melalui APBN. Janji kampanye ini hanya utk peroleh suara pemilih semata. Kalimat, beri berapapun anggaran pendidikan, seakan Jokowi memprioritaskan pembangunan pendidikan sehingga siap untuk mengutamakan penggunaan keuangan negara untuk pendidikan. Dalam realitas obyektif setelah menjadi Presiden, yang diprioritaskan bukan pembangunan pendidikan, melainkan pembangunan infrastruktur. Sangat jauh dengan pembangunan pendidikan yang sumberdaya manusia sebagai sasaran. 

2. Jokowi Janji Hapus Ujian Nasional

http://pemilu.metrotvnews.com/read/

2014/06/10/251278/jokowi-janji-hapus-ujian-nasional. Janji ini hanya janji semata tanpa realisasi. Hingga tahun 2018 masih ada ujian nasional. Jokowi  ingkar janji.

3. Meningkatkan Pemberian Beasiswa

http://news.detik.com/pemilu2014/read/

2014/07/23/121327/2645746/1562/9/

revolusi-mental-dan-8-janji-jokowi. Belum ada data menunjukkan peningkatan beasiswa, bahkan pemberian beasiswa dominan  hanya untuk mereka yang memiliki persyaratan sebagai staf pengajar atau PNS. Janji peningkatan beasiswa ini tidak sesuai realitas obyektif. Pada level pelajar dan mahasiswa, pelaksanaan janji pemberian bea siswa ini juga tidak terbukti ada kemajuan. Secara kebijakan negara, tidak ada program khusus Jokowi ttg pemberian bea siswa ini baik untuk pelajar SD, SMP,SLTA maupun mahasiswa. Seperti era Orde Baru, ada program pemberian bea siswa Supersemar, era Jokowi tidak ada. 

4. Membantu meningkatkan mutu pendidikan pesantren guna meningkatkan kualitas pendidikan nasional dan Meningkatkan kesejahteraan guru-guru pesantren sebagai bagian komponen pendidik bangsa

http://surabaya.bisnis.com/read/

20140703/94/72739/inilah-9-janji-utama-jokowi-jk-jika-menang-pilpres-2014. Hingga berakhir 2017, belum ada data, fakta dan angka resmi pemerintah melaksanakan janji lisan ini. Janji ini hanya untuk mendapatkan dukungan umat Islam strata menengah bawah semata, lalu diingkari setelah berhasil rebut jabatan Presiden. 

5.  Meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembenahan tenaga pengajar yang punya kemampuan merata diseluruh Nusantara

http://www.merdeka.com/…/5-janji-jusuf-kalla-di-pengembanga…

tek.html. Janji ini juga tidak dilaksanakan. Belum ada data, fakta dan angka resmi pemerintah membuktikan realisasi janji ini. Tenaga pengajar masih belum merata di seluruh Indonesia. Bahkan belum ada tanda-tanda kemajuan pemerataan tenaga pengajar setelah era SBY.

6. Jokowi Pilih Mendikbud dari PGRI Jika Jadi Presiden

http://news.detik.com/pemilu2014/read/

2014/06/01/231136/2596646/1562/jokowi-pilih-mendikbud-dari-pgri-jika-jadi-presiden. Janji ini sungguh-sungguh diingkari. Selama 3,5 tahun Jokowi berkuasa, sudah dua kali mengangkat Mendikbud. 

Tidak ada seorangpun Mendikbud dari anggota atau pengurus PGRI. Mendikbud pertama, Anies Baswedan, sarjana Ekonomi,  hanya akademisi perguruan swasta di Jakarta, sama sekali bukan anggota PGRI dan juga bukan ahli pendidikan. Mendikbud kedua (sdg menjabat)  anggota muhammadiyah, Dosen salah satu  perguruan tinggi swasta di Jawa Timur, bukan ahli pendidikan. Jokowi menjadikan Mendikbud, tidak saja bukan anggota PGRI, bahkan tidak memiliK kompetensi bidang pendidikan. Jokowi secara blak-blakan mengingkari janji. Kinerja sangat buruk.  

7. Menaikkan gaji guru

http://www.merdeka.com/…/5-janji-jusuf-kalla-di-pengembanga…

tek/jk-janji-kerja-cepat-naikkan-gaji-guru.html

Janji ini sungguh-sungguh tidak rasional, karena guru di Indonesia terdiri dari swasta dan ASN Pusat dan Daerah. Kalau Jokowi menaikkan gaji guru, hal itu berarti gaji guru ASN Pusat mengikuti aturan penggajian ASN. Belum ada data, fakta dan angka Jokowi naikkan gaji guru, apalagi guru swasta dan ASN daerah. Janji ini hanya utk meraih suara dengan memanipulasi issue guru.

8. Sekolah gratis

http://www.merdeka.com/…/5-janji-jusuf-kalla-di-pengembanga…

tek/sekolah-gratis.html.Di era SBY sudah ada sekolah gratis terutama pendidikan SD dan SMP. Sebagaimana ketentuan UU tentang pendidikan, Pemerintah bertanggungjawab memfasilitasi pendidikan SD dan SMP. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan hingga tamat SMP, maknanya gratis. Karena itu, janji Jokowi ini bukan istimewa, sebab siapapun Presiden harus menyelenggarakan sekolah gratis utk anak SD dan SMP. Bahkan, di daerah-daerah tertentu seperti DKI Jakarta sekolah negeri SLTA gratis. 

Standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus pendidikan bisa juga janji-janji tertulis tertuang di dalam dokumen NAWACITA. Jokowi berjanji:

1. Membangun pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan kepada masyarakat madani sangat penting untuk pendidikan politik dan membangun sikap nasionalisme dan partisipasi politik warga dalam masalah-masalah kenegaraan. Namun, dalam kenyataannya tidak ada bukti Pemerintahan Jokowi secara nasional, terprogram, dan massif melaksanakan pendidikan kewarganegaraan baik dalam bentuk kegiatan pelatihan, kursus, diskusi publik, diskusi panel,  lokakarya/workshop, seminar, FGD (Focused Group Discussion), dan lain-lain. Jokowi telah ingkar janji dalam hal pendidikan kewarganegaraan ini. Kinerja buruk.

2. Mengevaluasi model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional. 

Belum ada info atau data resmi pemerintah telah melaksanakan evaluasi model penyeragaman pendidikan ini, termasuk apa hasil evaluasi tersebut. Untuk sementara ini, kita boleh menilai, Jokowi tidak laksanakan janji.

3. Jaminan hidup yang memadai bagi para guru terutama bagi guru yang ditunjuk didaerah terpencil. Janji ini sangat baik untuk pemerataan guru di seluruh Indonesia. Namun, belum ada data sudah berapa banyak guru di daerah terpencil memperoleh jaminan hidup yang memadai, atau jumlah gaji atau honorarium yang diterima guru. Janji ini masih gelap realisasinya. 

4. Memperbesar akses warga miskin untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Janji ini sangat baik untuk meningkatkan taraf hidup keluarga miskin. Namun, dalam kenyataannya, perguruan tinggi negeri dengan penerapan manajemen keuangan berdasarkan Badan Layanan Umum (BLU) justru biaya kuliah semakin meningkat yang hanya dapat dijangkau masyarakat klas menengah atas. Tidak juga ada bukti, orang miskin diberi bea siswa secara massal untuk dapat kuliah di perguruan tinggi negeri. Kalaupun ada, hal itu hanya satu dua orang di suatu perguruan tinggi setelan anak itu dapat menunjukkan kemampuan akademis. Itu sekedar pencitraan bahwa perguruan tinggi tersebut perhatian dan membantu masyarakat miskin. Bukan kebijakan struktural yang diambil pemerintah atau perguruan tinggi. Sebagai misal, ada kebijakan pemerintah bahwa 20 persen mahasiswa suatu angkatan berasal dari masyarakat miskin dan terbebas dari biaya kuliah atau biaya administratif lainnya. Karena itu, janji Jokowi memperbesar akses warga miskin ke perguruan tinggi hanya omongan doang, tanpa realisasi. Hanya untuk mengesankan diri sebagai tokoh berpihak dan perhatian  pada rakyat miskin.

5. Memprioritaskan pembiayaan penelitian yang menunjang iptek. Janji ini tidak ditepati. Dlm kenyataannya, bahkan pembiayaan penelitian melalui APBN jauh dari kelayakan. Juga jauh dibandingkan pembiayaan penelitian negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Tidak ada perubahan berarti dibandingkan era SBY, masih jauh di bawah 0,5 persen dari PDB. Padahal agar negara itu maju seperti Malaysia saja, pembiayaan penelitian minimal 1 persen dari PDB. 

Rendanya pembiayaan penelitian  Indonesia di era Jokowi membuktikan Jokowi tidak punya visi strategis untuk membuat Indonesia negara maju seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan lain-lain. Pembiayaan penelitian adalah satu indikator dari kemajuan suatu negara. Karena itu, boleh diklaim, Jokowi belum juga memenuhi janjinya memprioritaskan pembiayaan penelitian. Kita tunggu akhir 2019, apakah pembiayaan  penelitian meningkat signifikan atau tidak? 

Standar kriteria evaluasi kritis kinerja Jokowi juga bisa digunakan RPJMN 2015-2019 dan Renstra Kementerian Pendidikan tahun 2015-2019. Pada dasarnya rencana kegiatan bidang pendidikan tertuang di Renstra bersumber dari RPJMN. Rencana-rencana kegiatan tertuang di kedua sumber ini juga tidak jauh dari yang dijanjikan Jokowi di NAWACITA. Sebagian rencana kegiatan teknokratik yang sudah berjalan selama pembangunan jangka panjang, tentu berjalan sebagaimana biasa. 

Tim Studi NSEAS cenderung berpendapat bahwa Pemerintahan Jokowi tidak memprioritaskan pembangunan pendidikan, dan berdasarkan janji-janji kampanye Pilpres 2014 memiliki kondisi kinerja buruk. Boleh dinilai, semua janji lisan dan tertulis bidang pendidikan diingkari. Karena itu, Jokowi gagal memenuhi janji. Masih ada waktu 1,5 tahun lagi. Mari kita tunggu apakah kondisi kinerja Jokowi akan lebih baik atau tetap buruk. RI

*Ketua Tim Studi NSEAS, Muchtar Effendi Harahap