Neno warisman dalam acara Tokoh 21 Award 2018

JAKARTASATU –  Anugerah Tokoh 21 Award 2018 adalah sebuah kegiatan penghargaan pada tokoh keumatan dan kebangsaan yang konsisten perhatiannya pada masyarakat kecil dalam keteladanan dan berjuang dalam kesederhanaan tanpa batas.

“ Kegiatan ini sekaligus juga mengumpulkan  elemen masyarakat berbagai profesi dan latar belakang sekaligus memberi apresiasi bagi tokoh yang berbakti dalam kemajuan bangsa dan negara dalam perhatiannya kepada rakyat kecil ,” ujar Neno Warisman motor penggerak kegiatan sekaligus penggagas gerakan  #2019 Ganti Presiden di Cafe Cerita Jl Otista Raya Jakarta Timur,  pada hari Kamis, 21 Juni 2018.

Menurut Dra Chusnul Mariyah, Ph.D, ketua Tim Perumus 21 Award 2018, kegiatan  Award 2018 pada tokoh “civil society “ yang digagas Neno Warisman , diharapkan menjadi kegiatan yang kontinyus dan bisa terus menerus dilakukan untuk kemajuan bangsa.

“Tujuan kegiatan ini dilakukan merupakan sebuah cita cita luhur founding fathers dan founding mothers . kenapa Saya sebut juga  Founding mothers . Ya karena perjuangan bangsa juga terlahir dari partisipasi kaum wanita yang ikut mendirikan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu didalam Awards  ini, juga harus mencantum kaum wanita atau perempuan yang dipilih atas kiprahnya memberi perhatian atas kemajuan dan keprihatinan bangsa,” ujar Chusnul (21/6/2018) pada sambutan pembukaan acara Anugerah  Tokoh 21 Award 2018.

Hadirnya para aktifis dan sukarelawan pada acara tersebut menurut Chusnul, dalam rangka menghidupkan sebuah demokrasi dimana dalam demokrasi ada sebuah kompetisi, dan dalam kompetisi tidak boleh menggunakan sebuah kekerasan. Selain itu dalam demokrasi tentu harus ada sebuah partisipasi dimana para elemen civil society ikut memberikan sebuah apresiasi pada tokoh tokoh bangsa yang inspiratif  yang memberi pengaruh pada generasi berikutnya.

Foto bersama Tokoh dan Relawan # Ganti Presiden 2019 / Foto : Beng

21 tokoh penerima penghargaan tersebut adalah : Ustadz Abdul Somad (Pejuang Dakwah Pemersatu NKRI), Abdullah Al Katiri (Pejuang Pembela Anti Kriminalisasi Dai dan Ulama), Prof. HM Amien Rais (Pejuang Reformasi dan Demokrasi untuk Keumatan dan Kebangsaan), dr. Amalia (Pejuang Kesehatan untuk Rakyat Pedalaman), dr. Baharuddin (Pejuang Kemanusiaan dan Keberpihakan Rumah Sakit kepada Rakyat Kecil), Damin Sada (Pejuang Pembela Keamanan Negeri), serta Prof. Dr. Euis Sunarti (Pejuang UU Anti LGBT dan Kekerasan pada Perempuan dan Anak dalam Keluarga).

Kemudian Elly Risman Musa (Pejuang Pengasuhan Berbasis Otak pada Anak dan Remaja), Ferry Noor (Aktifis Perjuangan Hak Rakyat Palestina), John Sang Alang (Pejuang Kritik Sosial melalui Musik), Kwik Kian Gie, (Pejuang Ekonomi Nasionalis), Dr. Marwan Batubara (Pejuang Anti Mafia ESDM), Mirah Sumirat (Pejuang Hak-hak Buruh), Natalius Pigai, (Pejuang HAM Kontemporer ), Peggy ‘Khadijah’ Melati Sukma (Pejuang Kemanusiaan untuk Perempuan dan Anak Palestina), Rahmawati Soekarnoputri (Pejuang Kebangsaan), Taufik Ismail (Pejuang Keumatan dan Kebangsaan), Dra. Wirianingsih (Pejuang Generasi Madani), Prabowo Subianto (Pejuang Kedaulatan NKRI), Zaadid Taqwa (Aktifis Mahasiswa Pemberani dan Inspiratif), dan
Zeng Wei Jian (Pejuang Informasi Kepentingan Rakyat Melalui Media Sosial).

Neno Warisman saat memimpin lagu Indoneswia Raya saat memulai pembukaan acara Anugerah Tokoh 21 Award 2018/ Foto : Beng

Menurut Natalius Pigai yang ikut hadir dan satu dari tokoh yang mendapat award pada acara tersebut, menyatakan  pada dasarnya dimensi pembangunan terdiri dari dua rana ; yang pertama adalah sebagai partisan. dan yang kedua tentu sebagai oposan. Partisan dalam hal ini adalah rezim yang berkuasa atau pemerintah.

Dalam hal membangun negara, pemerintah membangun  dengan sumber daya yang ada seperti kekuasaan uang dan jabatan. “Kelompok oposisi pun membangun Indonesia, tidak mungkin rezim berkuasa melakukan pembangunan secara keseluruhan. Realita nya pembangunan yang dilakukan saat ini secara sempurna tidak mungkin dibangun seluruhnya oleh pemerintah. Pasti ada kekurangan , kekurangan ini di isi oleh kelompok kelompok oposisi ,” ungkap Natalius Pigai (21/6/2018) disela sela acara.

Oleh karena itu, menurut Pigai negara harus memberikan ruang atau akses seperti akses kebebasan. Baik akses media atau akses bersuara  dalam berekspresi untuk menyampaikan pikiran perasaan dan pendapat, juga kebebasan sipil pada kelompok kelompok sipil yang menyampaikan tuntutan pandangan dan pendapat terhadap pembangunan dan kemajuan yang ada dalam berbagai bidang.

Kelompok civil  society yang ada di Indonesia saat ini salah satunya adalah  kelompok Gerakan # Ganti Presiden yang dipimpin Neno Warisman, dimana gerakannya merupakan sebuah articulator sebuah gerakan kepentingan untuk para rakyat kecil, tentang berbagai masalah baik tentang kemiskinan, kesejahteraan, ketidak adilan,kebodohan, ketertinggalan, dari berbagai problematika kehidupan yang ada. Kelompok inilah salah satu kelompok yang menyuarakan asiprasi umum, agar bisa didengar dan disuarakan secara baik dan benar.

Menurut Pigai, bukan hanya itu. Gerakan ini juga harus dilihat sebagai sebuah akselerator bagi pembangunan dan  pengingat sesuatu yang mungkin terlupakan fokus pemerintah saat ini. Apa yang dilakukan gerakan ini merupakan bagian kritik konstruktif sebagai pengingat pembangunan  yang dilakukan pemerintah.Hal ini tentu harus dilihat sebagai bagian kemajuan demokrasi dalam mengangkat hajat hidup rakyat kecil sekaligus mengangkat hak asasi manusia dalam kehidupan berdemokrasi yang baik untuk mewujudkan perdamaian serta pembangunan seutuhnya bagi bangsa.

“ Oleh Karena itu saya sangat mengapresiasi dengan apapun yang dilakukan oleh kelompok  civil  society. Karena kelompok ini adalah bagian dari pilar pembangunan yang harus ada dalam alam demokrasi dan keterbukaan,” ujar Pigai.

Dari sisi perspektif hak asasi manusia di Indonesia belum mengalami kemajuan yang berarti seperti tertuang dalam janji presiden. Baik itu membangun Indonesia berbasis HAM ataupun penyelesaian berbagai persoalan persoalan HAM yang pernah terjadi sebagaimana tuntutan publik maupun tuntutan keluarga korban yang mengalaminya.

Di akui Pigai penyelesaian berbagai kasus HAM masih kurang  progresif dan memuaskan, termasuk tanda tanda proses penyelesaian itu masih belum benderang terlihat hingga sekarang . Selain dari masalah penyelesaian penegakan kasus HAM , juga tuntutan atas pelanggaran pelanggaran yang terjadi saat ini seperti di Papua  ataupun pelanggaran pelanggaran HAM yang terkait dengan masalah sumber daya alam, perburuhan,lahan (konflik konflik pertanahan)  masih menjadi problem dan PR pemerintah secara nasional.

Natalius Pigai saat dikerumuni awak media seusai acara penganugerahan 21 Tokoh award 2018. / Foto ; Aem

Membangun Indonesia Nihil  Pelanggaran HAM pun belum semuanya berjalan baik, dimana orientasi kebijakan kebijakan yang lebih mengedapankan hak asasi manusia, sampai saat ini progres harapan itu belum juga terlihat. “Pemerintah belum menjadikan hak asasi manusia itu sebagai hal yang prioritas yang juga merupakan ke inginan awal saat rezim berkuasa. Meskipun hal terkait hak asasi manusia ditegaskan dalam sebuah nawacita – cita cita luhur bangsa Indonesia. Oleh karena itu respek dari kelompok civil society kadang menjadi nihil, tapi secara individual atas aksi hak asasi pasti ada yang menjadi bagian pemerintah, tetapi secara organisasi nasional belum ada dipihak pemerintah,”  papar Natalius Pigai .

Sementara  menurut dr. Baharuddin seorang  pejuang kemanusiaan dan keberpihakan  Rumah Sakit kepada rakyat kecil dalam sambutannya di acara Anugerah tersebut mengatakan., negeri ini membutuhkan sebuah kuntum melati yang mekar didalam hati seperti perkataan seorang Ibu kita Kartini  dahulu pada bangsa ini. Apa itu kuntum melati ? Yaitu sebuah perasaan kasih sayang yang ada didalam diri  yang datang dari seorang pemimpin yang sayang kepada rakyatnya, yang memikirkan hal hal terbaik buat rakyatnya.

Ucapan sayang dan perhatian pada rakyatnya bukan hanya dalam bentuk ucapan namun harus dilakukan juga dalam bentuk sebuah perbuatan nyata. “ In equity harus  dihilangkan , bila pemerintah bisa mengatur ke uangan yang ada.Niscaya keberpihakan pada rakyat harusnya menjadi sebuah prioritas utama, terutama pada masalah kesehatan dimana  kualitasnya  bisa ditingkatkan untuk pelayanan masyarakat kecil.

“ Kuntum melati harusnya datang dari sebuah hati yang tulus, bukan ditarik dari sebuah aksi atau demo untuk  melayani kesehatan masyarakat luas agar menjadi lebih baik dan sejahtera dengan memahami hal hal kecil dalam bagian permasalahan di lapisan masyarakat bawah,” ujar dr Baharuddin dalam kata sambutannya pada acara pemberian Anugerah Tokoh 21 Awards, dimana dia adalah salah satu yang terpilih sebagai penerima award tersebut.

Acara yang dilakukan oleh kelompok # 2019 Ganti presiden adalah gerakan masyarakat yang muncul atas dasar keinginan bersama  memperjuangkan pergantian kepimpinan nasional yang lebih baik bagi Negra Kesatuan RI. Pemimpin nasional yang mampu mengembalikan dan mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman,damai,rukun,adil, makmur dan sejahtera. Sesuai dengan cita cita luhur para pendiri bangsa atau membawa perahu NKRI berlabuh pada sebuah pulau, yaitu: Pulau “Baldatun , Thayyibatun, Warobbun Ghofur” .

Gerakan #2019 Ganti Presiden lahir karena perasaan keprihatinan atas kondisi carut marutnya negri karena krisis pemimpin nasional yang berkarakter dan berkompeten. Aksi ini bak gayung bersambut,  mendapat sambutan yang luar biasa tidak hanya datang dari tokoh tokoh nasional  berbagai latar belakang profesi. Sebagian besar masyarakat diseluruh pelosok Indonesia pun menyambut gerakan ini. Sebab Gerakan #2019 Ganti Presiden di anggap gerakan yang mewakili aspirasi mereka.

Gerakan #2019 Ganti Presiden  bukanlah sebuah  gerakan politik, tetapi sebuah gerakan sosial (social movement) sebagai wadah atas aspirasi atas keinginan bersama anak bangsa agar Indonesia menjadi lebih baik.Oleh karena nya didalam tubuh  Gerakan #2019 Ganti Presiden, banyak bergabung individu dari berbagai elemen masyarakat berbagai profesi. Dari masyarakat biasa, lintas suku, artis,akademisi,pemuka agama,budayawan, penulis, advokat,dokter,aktifis mahasiswa, aktifis perempuan, tokoh pemuda hingga tokoh nasional yang bernaung dalam satu wadah #2019 Ganti Presiden.

Johni sang Alang, seorang musisi yang ikut menerima award bersama teman pengacara seusai acara penganugerahan award 21 tokoh 2018/Foto ; Beng

Meskipun memiliki tujuan mencari pemimpin nasionalyang berkarakter dan berkompeten.Kegiatan relawan tersebut bukan hanya gerakan yang menyuarakan pergantian pergantian pemimpin nasional. Berbagai kegiatan sosialpun tak luput dari perhatian dan menjadi agenda kegiatan relawan #2019 Ganti Presiden. (BA/JKST)