JAKARTASATU– Pertanyaan penting adalah apakah kesepakatan Pemerintah RI via Inalum mendapat saham PTFI 51 persen adalah prestasi? Mari menyimak demi kecerdasan menjaga harta rakyat Indonesia.

Jawabannya bukan, tak ada perestasi karena saham tersebut harus beli. Itu mekanisme pasar biasa. Negara berdaulat tidak selayaknya meletakkan diri serendah itu. Membungkuk serendah perseroan. Ini memalukan.

Ingatlah kasus divestasi Newmont, utang membuat daerah tak dapat apa-apa dan akhirnya harus dijual lagi, dan sekarang akan dibeli lagi oleh perusahaan asing pasca IPO, di mana kedaulatan divestasi? Kita baru tahu kita ditipu.

Kesepakatan dengan PTFI membuat FU untung 2 hal secara langsung: 

1. Bisa eksport konsentrat, 

2. Dapat jaminan perpanjangan operasi dan tak perlu bayar kerugian negara . Semua ini keuntungan seketika kaum kapitalis itu.

Padahal menurut UU Minerba, ekspor konsentrat bisa dilakukan jika PTFI, kontrak karyanya diubah jadi IUP dan harus membangun smelter di Indonesia (khususnya papua). Sekarang bagaimana?

Perubahan rezim KK (Kontrak Karya) menjadi IUP (Ijin Usaha Pertambangan), bangun smelter, divestasi saham, perubahan besaran royalti dan luas wilayah penambangan adalah untuk mematuhi UU Minerba, bukan perpanjangan KK. Ini nego apa?

Pembahasan perpanjangan KK mustinya dilakukan oleh pemerintahan terpilih tahun 2019, atau 2 tahun sebelum KK berakhir. Apa yang diburu? Rakyat berhak tahu apakah ini ada hubungan dengan Pemili?  Atau dukungan negara tertentu? Dan semua itu harus dilakukan dengan disesuaikan dengan UU Minerba, sebab jika tidak bisa timbulkan kerugian negara. Silahkan KPK menyurih BPK  mengaudit secara menyeluruh. Kalau berani terbuka sekalian deh. 

UU Minerba adalah bentuk fungsi pengaturan dalam hak menguasai negara. Kini pemerintah via negosiator sedang jalankan negosiasi. Tentu tak boleh bertentangan dengan kebijakan dan pengaturan Minerba sebab itu juga artinya bertentangan dengan UUD45.

Jangan lupa bahwa untuk menegakkan Pasal 33 UUD 1945 maka Kebijakan yang tersurat dalam UU Minerba adalah mengkoreksi model kontrak karya. Jadi bukan sekedar ganti jadi IUP tetapi meletakkan negara sebagai penguasa SDA.

Masalah dalam negosiasi KK ini ada karena tidak bisa membedakan antara penyesuaian kepada UU Minerba dengan mekanisme perpanjangan kontrak yang sebetulnya lebih teknis.  Saya menduga hal-hal teknis telah melangkahi substansi salam UU dan Konstitusi.

Seharusnya dalam negosiasi, posisi pemerintah adalah jika PTFI tidak mau patuh pada UU Minerba maka KK tidak akan diperpanjang. Itu saja dulu. Dia ngancam angkat perkakas silahkan. Yang berharga kan mineralnya bukan perkakasnya.

Soal emas yang sekarang viral. Tadinya tidak ada klausul soal emas dalam KK 1 meski PTFI menambang emas sejak awal. 

Dan kita sering tidak tahu apa yang sebenarnya mereka angkut 24 jam dari perut bumi pertiwi. 

Dan Meski kemudian klausul emas masuk dalam KK 2. Kini royalti emas masih tetap 1 persen di bawah regulasi yang menetapkan 3 persen. Pemerintah harus transparan apakah mereka telah mengkoreksi kesalahan masa lalu. Termasuk soal lingkungan.

Keuntungan PTFI di bawah rezim KK-nya UU Pokok Pertambangan yang kini dikoreksi oleh UU Minerba. Sudah lebih dari cukup bahwa pelepasan saham PTFI ke pemerintah tidak harus jual beli dan serahkan begitu saja. Cukuplah kami mau kelola sendiri.

Itulah mentalitas yang harusnya ada dan waktunya tahun depan setelah seorang presiden baru mendapat mandat yang kebih segar dari rakyat. Bukan yang lama yang kemungkinan besar tidak terpilih lagi. Atau apakah ini dipakai terpilih lagi? Wallahualam. 

Ada banyak sebenarnya yang harus dibuka. Sampai masalah teknis. Tapi lain kali kita bongkar semuanya. Ini semua demi menyelamatkan bumi, air dan kekayaan alam rakyat yang terkandung dalam bumi kita. Thanks. #WaspadaDivestasi #NegosiasiKKPTFI. RI

*Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah