Sandiaga Uno

Pemprov DKI Jakarta tengah memantau Apartemen Kalibata City yang diduga jadi tempat prostitusi terselubung, Dugaan praktek prostitusi di apartemen itu terungkap menyusul surat dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Yohana Yembise terkait prostitusi anak kepadaWakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno.

“Memang sudah ada laporannya. Makanya kami sedang memantau,” ujar Sandiaga di Jakarta, Minggu (5/8/2018). Sandi juga meminta agar smua pihak agar tegas menolak prostitusi di wilayah masing-masing.

Sementara, dalam suratnya kepada Pemprov DKI, Yohana meminta Pemprov DKI berkoordinasi dengan pihak pengelola apartemen dalam menindaklanjuti permasalahan prostitusi anak di Apartemen Kalibata City, Pancoran, Jakarta Selatan.

Selain menyurati Gubernur, Yohana juga telah bertemu dengan perwakilan rukun tetangga (RT) dan perwakilan warga Apartemen Kalibata City untuk membahas dan merencanakan pembentukan Komunitas Anti Perdagangan Orang (Community Watch) dalam menangani kasus prostitusi anak yang diduga sebagai tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Pertemuan tersebut menguak faktor penyebab maraknya kasus prostitusi di apartemen yang berlokasi berdampingan dengan Taman Makam Pahlawan Kalibata tersebut. Akses masuk apartemen harus tertutup dan hanya bisa diakses oleh pemilik lantai sehingga warga lain tidak bisa mengawasi tamu yang masuk karena akses yang terbatas.

Faktor lainnya yang ditemukan Kemen PPPA, yakni petugas keamanan yang kurang koorperatif dalam mencegah terjadinya kasus prostitusi. Selain itu, banyak kamar apartemen yang disewakan bulanan/mingguan/harian sehingga penyewa sangat mudah berganti-ganti.

Dalam kasus itu melibatkan tiga remaja putri, yaitu NI (17), IF (16), dan ASW (15) asal Depok, Jawa Barat. Ketiga remaja itu yang diduga telah menjadi korban prostitusi sejak setahun yang lalu.  Sementara, dua pelaku yang diduga berperan sebagai  muncikari, yaitu NR (20) dan MS (17).

Masih dalam suratnya, Yohana meminta kepada pihak terkait untuk memberikan ganti rugi (restitusi) serta menyediakan fasilitasi rehabilitasi bagi korban. Ia mengatakan kasus ini merupakan bentuk kejahatan eksploitasi seksual pada anak yang tergolong berat dan masuk dalam TPPO.

Ironisnya, kasus serupa ternyata sudah berlangsung lama, yakni sejak 2015 hingga 2017. Saat ini, tersangka telah diproses oleh Polsek Pancoran, Jakarta Selatan.

Tersangka mengaku, anak di bawah umur yang dijadikan pekerja seks komersial (PSK) ini direkrut melalui jaringan pertemanan, hubungan asmara, hingga teman sepermainan di sekolah. Sebagian besar korban yang direkrutnya berasal dari Depok dan Bogor. Laki-laki hidung belang yang menjadi pelanggan mereka pun umumnya dicari dari sejumlah aplikasi media sosial, seperti BeeTalk, Facebook, Lendir.org, dan WeChat.

Selain Depok dan Bogor, jaringan kejahatan ini juga merekrut korbannya hingga ke Indramayu, Sukabumi, Tasikmalaya, Kuningan, dan beberapa daerah lain di Jawa Barat.(wan/pb)