(Tulisan ini adalah respon saya thdp pertanyaan rekan-rekan yang kebingungan dengan hasil hasil survey Pilpres yang amat berbeda misalnya antara polling ILC-TVONE yang amat transparen dan diikuti lebih dari 100ribu dengan LSI yg beresponden hanya diatas 1000. Tentu ada penjelasannya masing-masing baik yang ilmiah maupun yang akrobat, yang akan membuat publik awam semakin bingung).

Tidak selalu atau tidak semua survey diperjualbelikan, tapi saya meyakini bahwa mayoritas adalah bisnis upahan. Itulah sebabnya hasilnya sering berbeda jauh tergantung pada siapa yang bayar.

Kadang yang dijual bagian bagian tertentu, sementara yang lainnya di publikasi apa adanya. Hanya orang yang jeli bisa mendeteksi kecurangan-kecurangan model ini. Dan ada lembaga survey yang mainnya kasar dan tanpa malu, bahkan tokohnya cengangas cengingis didepan media, biasanya mereka yang merangkap sebagai konsultan dll, pokoknya di bayar.

Ada juga yang karena seideologi atau seSARA atau pendukung salah satu calon yang bertarung. Sebagian lagi main halus tapi tetap semua dapat tercium komersil, meskipun surveynya dilakukan tidak langsung oleh lembaga survey tapi oleh lembaga penerbitan ataupun litbang.

Untuk menutupi kenakalannya (agar kelihatan objektif dan kredibel), biasanya mereka merujuk rujuk pada hasil kerja nya yang bersih, sementara yang bodong (biasanya karena pesanan untuk membangun publik opini sebelum hari pencoblosan) tidak pernah di angkat atau dilupakan. Toh tidak ada sanksi apa-apa dan masyarakat cenderung cepat lupa.

Jadi kenapa takut? Kira kira begitulah cara berpikir petualang.

BISNIS INI DITENGARAI MENGHASILKAN KEUNTUNGAN YANG ADUHAI SEHINGGA PARA PEMAINNYA HIDUP MAKMUR DAN CENDERUNG MENJADI FLAMBOYAN DAN BERGAYA JAGOAN MABOK. BANYAK JUGA KAWAN SAYA POLITISI YANG SUDAH TERTIPU.

Alhamdulilah saya pribadi selalu menolak tawaran-tawaran dari bandit-bandit berlagak profesional ini. Tetapi ada juga lembaga survey yang benar benar profesional, jujur dan berintegritas tinggi, tidak mau di bayar dan diatur atur.

Tapi entah kenapa hampir saja tokohnya mati karena mobilnya hancur ditabrak lari orang tak dikenal di jalan tol. Modus lama yang masih digunakan dan penulis sendiri pernah menjadi salah satu korbannya.

Saya kira situasi “dunia survey Indonesia” seperti ini masih akan berlangsung lama kecuali penguasa mengambil tindakan tegas misalnya melalui pengaturan terhadap lembaga survey dan tidak segan segan mengambil tindakan hukum bagi yang bermain.
Karena itu jangan terkecoh dengan hasil hasil survey Pilpres dari makhluk yang itu-itu juga. Orang waras kudu mikir.

Fuad Bawazier

22 Agust 2018