ilustrasi

Ada kisah di sebuah negeri. Orang dilarang diskusi, lalu orang-orang itu dilarang juga mengungkapkan pendapat dalam kebebsan yang dilindungi oleh undang-undang negeri itu. Negeri itu kaya-raya, mestinya rakyat tak miskin atau harga-harga mestinya tercapai daya belinya. BBM juga mestinya tak naik terus atau listri untuk penerangan rumahnya.

Namun dalam catatan ini hanya ingin mengisahkan dua orang yang sedang “nyanyi”. Dua orang sedang “nyanyi” adalah satu sang tokoh penting, dia intelektual cerdas, bernas dan pernah ada dilingkaran sebuah negeri yang penting. Satu lagi sebenarnya tak terlalu penting dia hanya mengku dirinya pengamat kadang juga juru survei yang jualan elektabilitas. Namun kedua ini saat ini kami tak tahu karena kecewa atau kenapa tiba-tiba ‘berkicau’ dalam ketidak puasannya.

“Nyanti” lebih tepatnya mungkin kecewa atas adanya pelarangan diskusi. “Nyanyi” dengan dua pisau bedah berbeda membawa tanda akan sebuah catatan tersendiri.

Kata nyanyi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Arti dari nyanyi adalah: nya.nyi Verba (kata kerja) , ber.nya.nyiVerba (kata kerja) mengeluarkan suara bernada; berlagu (dengan lirik atau tidak): bekerja sambil nyanyi dapat mengurangi kelelahan.

Nah apatah dua tokoh yang satu penting dan satu tak terlalu penting sedang nyanyi sedang kelelahan? Tak tahulah hanya keduanya yang tahu.

Namun ini hanya sebuah kisah di sebuah negerilah yang ada diskusi dan menyatakan pendapat kok dilarang-larang. Yang mesti dilarang itukan sebenarnya kencing dimana saja, parkir di depan pagar pintu rumah orang dan dilarang bawa makanan dari luar kedalam restoran tempat yang Anda mau makan. Atau ada apa lagi yang dilarang-larang silakan tambahkan……

Kisah di sebuah negeri yang diskusi dan menyatakan pendapat dilarang ini mirip negeri yang pernah berkuasa di sebuah negeri juga yang ada lebih dari 30 tahunan berkuasa…dan intinya hanya dengan diskusi saja takut.. Jadi apa takut dikritik atau takut negeri ini bergeser pergantiannya?

– Rhenoz Dharma