OLEH Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Tragedi Magelang menyisakan “beban psikologi” yang teramat lama. Dua lelaki ganteng dan gagah selalu bersaing dan berseberangan. Berkompetisi dalam karir militer, lalu berlanjut di dunia politik. Keduanya tak pernah bersatu, kecuali di depan kamera media. Formal dan penuh kepura-puraan. Semua bentuk kepentingan politik terabaikan karena jejak Magelang yang tak mudah terlupakan. Apa itu? Ah, pingin tahu aja. Biarlah itu jadi rahasia berdua.

Keduanya sekarang jadi orang penting di elit negeri ini. Yang satu jadi presiden dua periode, satunya lagi calon presiden dua periode. Mereka adalah SBY dan Prabowo. Dua jenderal yang karir militer dan politiknya moncer.

Saat Prabowo didaulat jadi calon presiden di pilpres 2014, SBY tak mendukungnya. Malah memilih abstain. Kanan-kiri NO! Padahal, cawapres yang mendampingi Prabowo adalah Hatta Rajasa, besan SBY. Anda bisa bayangkan jika seorang besan tak mendukung anda. Padahal, SBY saat itu bisa jadi penentu kemenangan. Semata-mata pertimbangan politik? Sulit tak mengkaitkannya dengan urusan psikologi.

Tapi, era itu sudah berakhir. Tutup buku. Prabowo-SBY, dua jenderal yang dulu berkawan di Magelang saat menjadi siswa AKABRI ini sedang intens berdua. Rajin berjumpa dan saling kunjung. Kali ini tampak lebih tulus dan serius. Tidak lagi serimonial. Usia, pengalaman dan kematangan menjadi anugerah dua jenderal ini untuk membangun kembali keakrabannya. Selain kesamaan visi politik kebangsaan yang telah menginspirasi dua tokoh bangsa ini untuk merajut kembali hubungan yang selama ini terkesan alot untuk disatukan. Mereka dihadapkan pada common enemy di pilpres 2019 yaitu Jokowi.

Gerah dituduh sebagai “pemain dua kaki”, SBY tampil. SBY klarifikasi dengan membuat pernyataan tegas. Akan all out dukung Prabowo-Sandi. Tak tanggung-tanggung. Turun langsung dan menjadi jurkam.

Kini, dua jenderal Angkatan Darat berpengaruh di militer menyatukan kebulatan tekad untuk memenangkan Prabowo-Sandi. Didukung oleh dua mantan Panglima TNI yaitu Jenderal (purn) Joko Santoso dan Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo yang masih fresh.

Empat jenderal Angkatan Darat ini akan berhadapan dengan Jokowi yang juga dikawal oleh lima jenderal Angkatan Darat yang sangat lincah yaitu Luhut Binsar Panjaitan (LBP), Hendro Priyono, Wiranto, Ryamizard Ryacudu dan Moeldoko.

Pertempuran politik para jenderal Angkatan Darat ini menarik. Tapi, sebagai satu catatan, SBY pernah mengalahkan Wiranto, mantan PANGAB, dalam pertempuran politik di pilpres 2004 (Wiranto Capres) dan 2008 (Wiranto Cawapres). Ini catatan penting soal strategi dan pengaruh. Apalagi ada Gatot Nurmantyo yang masih fresh dan diperkirakan masih kuat pengaruhnya di Angkatan Darat.

Kahadiran SBY tidak hanya dilihat dari kemampuan strategi dan jaringan militernya, tapi pengalaman, pengaruh sipilnya, terutama di Jawa Timur dan logistiknya tak bisa dianggap kecil. Sepuluh tahun jadi presiden, adalah kekuatan yang potensial. Tak ada pilihan lain bagi SBY kecuali all out memenangkan jagoannya di pilpres 2019. Ini pertaruhan pertama, nama besarnya sebagai ahli strategi dan begawan politik. Kedua, nasib Partai Demokrat dan karir AHY

Pilpres 2004, SBY mampu mengalahkan Megawati sebagai capres petahana. 2008, SBY di atas angin. Saat itu, dipasangkan dengan sandal jepit pun, SBY akan menang. Nyaris tak ada penantang yang capable untuk menandinginya.

Saat ini, SBY bukan aktor. Bukan jadi capresnya. Tapi, jadi suhu dan King Makernya.Kita akan lihat, bagaimana peran SBY sebagai King Maker. Apakah akan selincah dan sesukses saat jadi pemain?

Jika Prabowo-Sandi menang, andil SBY harus diakui sebagai sosok yang bertangan dingin. Dan SBY akan punya ruang untuk leluasa memainkan dan menaikkan daya tawar Demokrat di panggung politik berikutnya. AHY, Sang Putra Mahkota punya kesempatan untuk magang. Mengasah mimpi masa depan politiknya dengan mewarisi kepiawaian Sang Ayah.

Dengan hadirnya tekad kuat SBY untuk turun gunung dan antusias memenangkan Prabowo-Sandi, peluang pasangan ini mulai pelan-pelan mampu memperberat bandul persaingan di pilpres 2019. Ancaman buat Jokowi-Ma’ruf mulai terasa. Ini akan terklarifikasi jika kedepan serangan kepada SBY dan Demokrat terjadi. Bongkar-bongkar kasus lama.

SBY-Prabowo adalah kekuatan yang kini tak bisa lagi diremehkan oleh koalisi petahana. Pilpres akan jadi lebih bergairah, dan persaingan mulai agak ketat. Apakah Prabowo-Sandi akan menang? Peran SBY dengan pengalaman dan kesungguhannya mengerahkan semua jaringan politik serta logistiknya akan sangat berpengaruh bagi kekuatan Prabowo-Sandi.

Kita tunggu kesungguhan SBY dan ketangkasannya menjadi King Maker. bagi Prabowo-Sandi.

Jakarta, 13/9/2018