Oleh : Kawendra Lukistian

* 27 September 2016

Mengenalnya hampir 10 tahun merupakan anugerah yang luar biasa, masih teringat awal bertemu dan kenal dia saat itu dalam sebuah seminar wirausaha tahun 2007 silam di Wiladatika Cibubur, pastinya saya hanya sebagai peserta dan dia sebagai pembicara.

Sandiaga Uno namanya, pengusaha muda yang super sukses tapi tidak pernah pakai ikat pinggang ini, sudah menginspirasi ratusan ribu bahkan jutaan anak muda Indonesia untuk bisa menumbuhkan jiwa entrepreneur, salah satu korbannya adalah saya! Dia kalau sudah becanda ketawa ngakaknya gak ketulungan. Kalau sudah ngecengin orang kadang-kadang ampun-ampunan.

Belajar dari dia bukan sebatas belajar untuk dapat rejeki berlimpah, tapi belajar masuk kesemua golongan tanpa ada batasan, ya betul, dia kadang hobi makan dipinggir jalan, ya betul, dia sering spontan pungut sampah kalau ada dihadapan.

Belajar dari dia bukan sebatas belajar supaya kaya raya secara harta, tapi kaya raya secara jiwa, Anda boleh test bagaimana ingatannya ketika bertemu orang lain, satu dua kali bertemu dia akan ingat selamanya. Anda boleh cek secara langsung selelah apapun dia berkegiatan seharian, pasti senyumnya tak pernah hilang, karena prinsip dia adalah, menyenangkan semua orang paling tidak lewat senyuman.

Pernah suatu ketika saya menemani dia ‘blusukan’ seharian sampai lebih dari jam 1 malam, keceriaan dan jiwa humornya tidak hilang, ada aja yang dia komentari inilah-itulah yang akhirnya jadi bahan tertawa kita didalam mobil. Padahal saya pribadi sudah ngantuk berat saat itu , akhirnya ikutan ngakak juga.

Dia menikmati hidup tanpa harus ngotot-ngototan, endurance fisiknya luar biasa, kadang saya berpikir dia ini orang apa robot ya, kok ga ada capeknya. Satu catatan yang selalu menjadi kekaguman saya, secapek apa-pun dia semua pesan masuk dari orang lain, baik itu via SMS atau WhatsApp hampir tidak pernah dia tidak balas saat ada kesempatan, Dari sini saya bisa belajar bagaimana dia sangat menghargai orang yang telah memberikan perhatian kepadanya baik lewat SMS atau lewat WhatsApp.

Kamu tau Smart phone dia apa ? Iphone 7 ?? Jelas bukan, Smartphone dia masih Blackberry ditambah samsung seri awal yang kadang-kadang ngehank pula.

Punya harta triliunan harusnya dia bisa donk kalau mau beli Bugati Veyron, Lamborghini, Mercy S Class, Ferari, Bentley, Mascerati, BMW Sport, Jaguar seri terbaru dll. Tapi kenyataannya berbeda silahkan anda boleh percaya atau tidak dia hanya menggunakan 3-4 Mobil standar, Datsun Go, Nissan Grand Livina dan paling banter Nissan Elgrand. Dari sini jelas saya pribadi belajar bagaimana menikmati hidup tanpa harus berlebihan dari dia.

Sekarang dia makin serius masuk di dunia politik terlebih setelah ditetapkan sebagai Calon wakil Gubernur DKI Jakarta untuk mendampingi Mas Anies Baswedan, kalau teman-teman mengikuti perjuangan bang Sandi Uno sejak awal, pasca kick-off meeting tim sukses pada 9 Februari 2016 lalu, hampir tiap hari dia memiliki 7-12 jadwal untuk dikunjungi, bisa dibayangkan ya bagaiamana padatnya, padahal saat itu belum ada penetapan dan kepastian dari Gerindra siapa yang akan diusung sebagai Cagub/Cawagub, tapi, sekali lagi dia menunjukan kerja keras yang tidak sembarangan orang bisa melakukan, 7 bulan blusukan lebih dari 500 titik di Jakarta dia sambangi langsung, demi menunjukan keseriusan ikhtiar.

Bentuk keseriusannya supaya tidak ada konflik kepentingan, dia juga harus ikhlas melepaskan jabatan-jabataan tertinggi hampir di 30 perusahaan miliknya, walaupun Tuhan menghendaki dia hanya untuk jadi Calon DKI 2, tapi dari sini kita bisa belajar arti keseriusan perjuangan/kerja keras yang dibalut dengan keikhlasan.

Dengan cara dia melakukan dan menikmati hidup seperti itu tentu kita dapat belajar menjadi orang yang bukan sekedar kaya harta melainkan kaya jiwa ditambah keikhlasan untuk melengkapinya. Ada satu pesan menarik dari dia;

“Setiap apapun yang kita peroleh ini, sifatnya cuma titipan, kapanpun Tuhan mau ambil ya silahkan, jadi, kalau kita memiliki sesuatu taruhlah cukup ditangan tidak perlu dihati, bila suatu saat harus kehilangan kita tidak sakit hati” (Sandi Uno).