Oleh Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Ingat reklamasi, ingat Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Saat Anies-Sandi di ditetapkan menang di Pilgub DKI, LBP sering bicara reklamasi di media. Apa pasalnya? Karena salah satu janji politik Anies-Sandi adalah menutup pulau reklamasi.
Belum juga Anies-Sandi dilantik, LBP merasa perlu mengamankan pulau reklamasi. Sebab, ijinnya menjadi kewenangan gubernur DKI. Di berbagai wawancara, LBP tegas akan melawan siapapun yang akan mencabut ijin reklamasi. Arah ucapannya jelas, ke Anies Baswedan.
Semangat LBP membela reklamasi terkesan di mata publik seolah seperti komandan pasukan tempur bagi para pengembang. Siap hadapi siapapun yang mau menghalangi pembuatan dan pembangunan pulau reklamasi.
Tapi, sekitar satu tahun belakangan ini, LBP tak lagi tampil di media dan bicara reklamasi. Kenapa? Karena LBP tahu, proses ijin dan pembangunan reklamasi cacat hukum. Banyak masalah di legal standingnya. Kok LBP sampai gak tahu? Mungkin karena tim hukum LBP kurang cermat.
Setelah tahu bahwa reklamasi cacat hukum, LBP diam. Taat dan patuh pada hukum yang berlaku. Ini sikap gentle seorang LBP. Perlu diapresiasi dan dijadikan contoh.
Membuat pulau reklamasi tak cukup dengan keppres dan pergub. Diperlukan juga perda zonasi, adanya Badan Pelaksana dan IMB. Proses ini nampaknya ditabrak. Bangun dulu, ijin belakangan. Toh penguasa orang kita, dan bisa kita atur. Ini biasa terjadi dalam banyak proyek.
Celah hukum inilah yang dilihat Anies sebagai bentuk ketidakberesan. Celah inilah yang memberi kewenangan Anies sebagai gubernur DKI untuk mengkaji ulang. Hasilnya? Masyarakat semua tahu bahwa reklamasi merugikan rakyat dan bangsa. Dampak yang paling terasa adalah hancurnya ekonomi nelayan, banjir di darat, hilangnya kawasan wisata pantai dan pulau-pulau itu bisa jadi “pelabuhan gelap” bagi para penyelundup komoditas ilegal.
Jika saat kampanye Anies-Sandi menggunakan narasi kerakyatan terkait reklamasi, maka saat jadi gubernur, Anies punya kewenangan hukum untuk melakukan eksekusi. Dengan legal standing ini, pencabutan ijin reklamasi tak bisa dilawan, oleh penguasa sekalipun. Apalagi cuma pengembang.
Bicara reklamasi ada dua logika. Pertama, logika formal. Logika formal terkait dengan hukum. Gubernur punya kewenangan disini. Kedua, logika substansial. Ini menyangkut kajian zonasi dan bisnis.
Di dalam logika substansial ini ada pertarungan yang sangat kuat antara kepentingan rakyat vs kepentingan pengembang. Dapat dipastikan, dalam pertarungan ini, kepentingan bisnis yang biasanya akan menang. Kenapa? Kepentingan bisnis selalu dapat dukungan penguasa, dalam hal ini adalah gubernur dan atasan gubernur.
Situasinya berubah ketika gubernurnya ganti. Gubernur yang terpilih tak terlibat, dan tak mau terlibat dengan bisnis reklamasi. Rumornya gubernur yang baru dapat iming-iming puluhan milyar saat kampanye, dan baru-baru ini dinaikkah angkanya jadi puluhan triliun. Rakyat miris jika itu benar. Tapi, setelah kemarin reklamasi dicabut ijinnya, pertanda bahwa gubernur baru, Anies Baswedan, tak bisa disuap. Bravo Pak Anies, kata rakyat Jakarta. Mungkin juga rakyat di seluruh tanah air.
Rakyat hanya tahu berita media tentang pencabutan ijin reklamasi. Di balik pencabutan ijin itu, tentu ada banyak dinamika yang “ngeri-ngeri sedap”. Dalam konteks ini, Anies layak diberi aplus, terutama kekeuhnya pegang prinsip dan idealisme dalam situasi yang tak kondusif bagi diri dan karir jabatannya. Reklamasi itu bisnis besar, bahkan super besar. Puluhan triliun modal sudah keluar. Sedikit luangkan waktu anda membayangkan risiko mencabut ijin reklamasi itu. Anda yang waras pasti paham.
Kenapa reklamasi ijinnya dicabut? Sederhana jawabannya. Karena pertama, reklamasi merugikan dan tidak berpihak kepada rakyat. Dan yang kedua, ini yang terpenting, ada celah hukum membela dan berpihak kepada rakyat. Legal standing bermasalah, maka itu jadi celah buat Anies untuk membela rakyat.
Tidak selalu ada celah hukum yang tersedia untuk membela dan berpihak kepada rakyat. Sebab, para mafia proyek sudah terbiasa menyiapkan rekayasa hukum dengan berbagai bentuk manipulasi untuk sebuah proyek yang akan dikerjakan.
Beruntung Anies Baswedan, ketemu celah hukum untuk menyelamatkan para nelayan dan rakyat dari banjir di Jakarta akibat pulau reklamasi. Kalau sudah seperti ini, rakyat pasti berada di belakang Anies dan memberikan dukungan. Lalu rakyat, terutama nelayan, dengan sangat percaya diri akan nanya ke pengembang; apa mau loe sekarang? Gue akan hadapi.
Jakarta, 29/9/2018