Foto : Istimewa

Terkait adanya pelanggaran hokum yang ditemukan oleh Indonesialeaks yang mengakibatkan dipulangkannya dua penyidik KPK ke institusi Polri, yaitu Kombes Ronald Roland dan Komisaris Harun, ternyata diakui oleh Polri sebagai kasus lama. Akan tetapi, pelanggaran yang dilakukan oleh dua Anggota Polri aktif tersebut seharusnya mendapatkan sanksi hokum yang lebih berat daripada dipulangkan kembali ke institusi Polri.

Dalam temuan indonesialeaks, dua anggota Polri eks Penyidik KPK tersebut melakukan perusakan buku bank bersampul merah atas nama Serang untuk Noor IR, yang ternyata buku tersebut ialang barang bukti dalam kasus korupsi yang menjerat CV Lauts Perkasa, Basuki Hariman dan anak Buahnya Ng. Fenny.

Selain itu, ternyata dua Anggota Polri eks Penyidik KPK tersebut juga menghapus beberapa nama dengan Tipe-X dan merobek buku tabungan tersebut diduga untuk melindungi Tito Karnavian dan beberapa nama lainnya yang tercatat di dalam transaksi buku bank yang dirobek tersebut.

Oleh Karena itu, Kami dari ALASKA (Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran) yang terdiri dari Lembaga Kaki Publik dan CBA meminta kepada KPK untuk dapat menegakkan hokum tanpa pandang bulu meskipun hafrus berhadapan dengan institusi Polri beserta petingginya.

Alaska menilai, bahwa sanksi dipulangkannya dua eks penyidik KPK tersebut tidak seimbang dengan pelanggaran yang termasuk ke dalam tindak pidana tersebut. Apalagi, setelah terbitnya laporan temuan Indonesialeaks terdapat kesimpangsiuran/ketidakjelasan, karena KPK menyatakan bahwa dua eks penyidik KPK tersebut diminta oleh Polri untuk dikembalikan ke Polri pasca terjadinya perobekan buku bank tersebut.

Alaska meminta KPK untuk memanggil Dua anggota Polri aktif eks penyidik KPK termasuk Tito Karnavian, untuk dimintai keterangan terkait temuan indikasi korupsi dan pelanggaran hokum berat karena diduga menghalangi proses penyidikan, serta adanya dugaan kasus korupsi yang disampaikan oleh IndonesiaLeaks.

Alaska meminta KPK harus berani menegakkan hokum korupsi dan jangan takut berhadapan dengan petinggi Polri. Terlebih lagi, para petinggi Polri pun mengakui terkait adanya kasus tersebut, dan menjadi berita pada tahun 2017. Transaksi dugaan korupsi yang dilakukan oleh Tito Karnavian terjadi sejak Tito masih duduk sebagai Kepala Polda Metro Jaya pada priode 2015-2016, dan terjadi lebih dari sekali yang setiap transaksi tersebut sebesar Satu Miliar,” tandas Adri Zulpianto, Koordinator Alaska dalam rilisnya Selasa, 9/10/18.