Oleh Aendra Medita*)
Hubungan Masyarakat atau humas atau istilah keren lagi Public Relations (PR) adalah seni menciptakan sebuah pengertian publik yang lebih baik. Pengertian apa yang dimaksud adalah menyampaikan pesan, tentu sarananya lewat sebuah media.
Pengalaman saya tahun 2013 saat menjadi Pemimpin Redaksi media online ada laporan dari seorang wartawan bahwa PR-nya kurang terbuka, kaku dan menjawab sekadarnya bahkan deskriminatif hanya akan melayani media besar dan media layar kaca.
Saya hanya senyum saja saat itu dan dan saya tidak tinggal diam lalu saya menuliskannya kultwit lewat linimasa dengan 140 karakter dalam 40 seri. Sekadar catatan saya juga pernah menjadi PR Consultant Senior di Fortune Indonesia dari jabatan dasar sampai kelas director, ini sekadar untuk menyembatani agar pandangan tidak timpang dan saya tidak dianggap sok tahu soal komunikasi PR. Pengalaman di media saya bisa dibilang lumayan, karean sejak Mahasiswa saya juga sudah jadi jurnalis freelance.
Saat saya menuliskan di twitter itu Hastagnya HUMAS, tapi dalam tulisan ini saya ganti menjadi PR. Hanya ingin mengingatkan saja ini kultwit saat itu:
PR adalah seni menciptakan sebuah pengertian publik. Jika PR baik maka #PR juga akan dikenal. Dengan begitu maka #PR dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/organisasi
#PR menurut IPRA (International Public Relations Association) adalah fungsi manajemen dari ciri yang terencana, juga akan bekerja dan berkelanjutan melalui organisasi atau lembaga swasta.
Bahkan publik untuk memperoleh pengertian, simpati, dan dukungan dari mereka. Pun dengan Media lebih penting, bahkan sangat penting sekali.
Di Indonesia #PR identik dengan juru bicara oleh karenanya Juru bicara harus cerdas karena harus menyampaikan pesan benar jangan sampai salah.
Pesan yang dimaksud adalah baik untuk opini publik di antara mereka atau sumber info yang baik #PR
Sebagai sebuah profesi seorang #PR harus bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati.
PR harus membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Semua yang disampaikan ke publik oleh #PR melalui media.
Seorang #PR tidak boleh pilih-pilih media. Kecuali media yang tak jelas, alias pemeras. Jika media yang ada dan jelas harus dihargai dan dilayani dengan baik.
#PR dilembaga seperti pemerintahan harus bisa loyal dan kuat relasi dengan media #PR
#PR juga diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana, dalam dalam upaya-upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara media dan
#PR di organisasi dan pemerintahan hendaknya piawai. Bukan piawai dengan bantahan, namun piawai cerdas, dan menguasai materi jangan banyak bicara tidak tahu, itu OTR alias OFF THE RECORD
#PR yang baik adalah yang selalu belajar dengan senang dan mau memberi info secara lugas dan transparan.
Posisi #PR merupakan penunjang tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh suatu manajemen organisasi/lembaga.
#PR tidak boleh deskriminatif terhadap media sekali lagi saya tegaskan, karena PR adalah pemberi sarana info ke publik internal dan eksternal.
#PR secara operasional bertugas membina hubungan harmonis dengan media.
Jika organisasi/lembaga tidak menjalin komunikasi baik dengan media adalah gagalnya #PR.
#PR harus siap mencegah timbulnya rintangan psikologis yang mungkin terjadi di antara keduanya.
Atau kadang #PR hanya bisa melobi, berbicara di depan publik, bikin event, dan bikin pernyataan tertulis, tapi tak biasa hubungan baik dengan media.
Dalam sejarahnya paham #PR diperkenalkan pada1906 oleh Ivy Lee. Ivy berhasil menjembatani konflik buruh batubara dan pengusaha.
Lalu dikenal sebagai Declaration of Principle (Deklarasi Azas-Azas Dasar)
Prinsip yang terbuka dan tidak menyembunyikan data dan fakta.
#PR di Indonesia dikenal pada 1950an dimana #PR bertugas menjelaskan peran dan fungsi setiap kementrian, lembaga, badan, dan lain sebagainya.
Pekerjaan seorang #PR melakukan promosi dan pengertian dan pengetahuan akan seluruh fakta-fakta tentang runtutan situasi.
#PR Harus membuat sebuah situasi dengan sedemikian rupa sehingga mendapatkan simpati akan kejadian.
#PR atau HUMAS tidak boleh pelit informasi dan deskriminatif terhadap media. Ini yang penting, karena pada umumnya kesan yang jelek datang dari ketidak-pedulian, prasangka buruk, sikap melawan, dan apatis.
Seorang petugas #PR harus mampu untuk mengubah hal-hal ini menjadi pengetahuan dan pengertian, penerimaan dan ketertarikan.
Karena #PR memiliki peran penting dalam membantu menginformasikan akan suatu kejadian maka dengan mengemukakan informasi secara jelas dan tidak biasa, umumnya merupakan cara yang berhasil untuk meraih simpati.
Saat di tahun politik #PR sangat membantu banyak dan sangat berperan.
Jika jadi #PR jadilah PR yang cerdas dan jangan pilih-pilih media. Lagi-lagi saya tegaskan, karena #PR yang cerdas dadalah dambaaan dan panutan media juga publik, dan usahakan jangan selalu mengobral kata-kata tidak tahu, ini bahaya. Sekali lagi berbahaya.
Untuk itu akhirnya untuk jadi #PR juga harus penuh wawasan, kreatif, cerdas dan tidak deskriminatif terhadap media..
Pada tahun politik ini saya melihat #PR dari kedua pasangan Pilpres belum menjalankan yang dimaksud, kreatif, cerdas, inovasi baru, namun saat ini masih berperan ramainya asumsi ruang tanpa subtansial.
Ini lemahnya kekuatan peran dari dua pasangan Pilpres terlalu asyik dengan isu-isu yang sifatnya saling serang, tanpa menciptkan ide-ide cerdas berpolitik komunikasi media yang baik. Pola saling serang yang akhirnya berujung saling lapor melaporkan masih mendominasi komunikasi politik Pilpres 2019. Dan sangat kurang kreatif ini tak baik dalam komunikasi #PR.
Jadi saran saya baiknya lakukan peran yang sifatnya bukan teknis adu pencitraan semata, namun tunjukan bahwa poltik reputasi adu gagasan nyata lebih di kedepankan lebih kuat. Agar semua yang memandang bahwa politik itu indah dalam komunikasi #PRnya, lebih elegan. End.
*)Strategic Consultant Senior Public Relations pada MEDITA+PR