JAKARTASATU – Pada Hari Kamis 17 Januari 2019, akhirnya PT Pertamina menerima kapal tanker pengangkut minyak mentah type General Purpose 17.500 LTDW yang bernama Papandayan. Kapal Tanker ini sendiri dikerjakan oleh PT Daya Radar Utama (PT DRU).

PT Daya Radar Utama sebenarnya ditugaskan PT Pertamina untuk mengerjakan tiga kapal tanker dengan rincian:

  1. MT Panderman Perjanjian Kontrak 1 Oktober 2013 nilai kontrak sebesar USD22.995.000
  2. MT Papandayan perjanjian kontrak 7 Mei 2014 nilai kontrak sebesar USD22.695.000
  3. MT Pangalengan 7 November 2014 nilai kontrak USD22.595.000

Proyek tiga kapal di atas dalam pelaksanaannya tidak berjalan sesuai perjanjian kontrak alias mangkrak. Untuk mensiasati kondisi ini PT Pertamina bersama pemenang proyek melakukan beberapa kali perubahan perjanjian kontrak, hal ini menurut kami sangat mencurigakan, berikut penjelasan Center for Budget Analysis (CBA).

“Pertama, Sejak proses lelang ditemukan indikasi permainan. Hal ini terlihat dari persyaratan yang ditentukan oleh PT Pertamina. Dalam dokumen tender No. 17/PPKB/IV/2013 terkait persyaratan lelang proyek MT Panderman, tertuang persyaratan lelang yakni, “Perusahaan Galangan Kapal dalam negeri yang berdomisili di Indonesia”,”jelas Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA)m Jajang Nurjaman kepada redaksi pada Kamis, 7/2/19 di Jakarta.

Namun anehnya lanjut Jajang bahwa dalam lelang selanjutnya terkait pengadaan MT Papandayan dan MT Pangalengan dalam dokumen tender No. 35/PPKB/XI/2013, terdapat persyaratan tambahan yakni, “Perusahaan Galangan kapal nasional yang lebih dari 50% sahamnya dimiliki oleh perseorangan Warga Negara Indonesia, Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah, BUMN, atau BUMD,” tambahnya.

Sebagai catatan, dalam lelang ini PT DRU Kembali memenangkan proyek kapal, bahkan dua sekaligus.

Jajang lebih lanjut menjelaskan, adanya perbedaan dan perubahan persyaratan lelang ini patut dicurigai guna mengamankan perusahaan tertentu. Hal ini terlihat dari persyaratan yang dibuat tidak substansial, Pertamina malah mengabaikan fakta bahwa Konsorsium PT DRU yaitu Nanjing East Star Shipbuilding, Co. Ltd.

“Yang bertanggung jawab dalam menyiapkan ship design, drawing, engineering, construction supervision and commissioning assistance, dan equipment purchase assistance, tidak memiliki pengalaman dalam membangun kapal tanker GP 17.500 LTDW,”bebernya.

Proyek pembangunan tiga kapal sejak awal proses lelang sudah sarat akan permainan, hal ini berdampak terhadap mangkraknya proyek. Alih-alih melakukan evaluasi dan sanksi tegas kepada pihak pemenang proyek, yang dilakukan Pertamina hanya melakukan perubahan kontrak misalnya proyek MT Panderman dilakukan dua kali revisi pada Juli 2016 dan Mei 2017, begitupun pada MT Papandayan.

“Padahal akibat dari mangkraknya 3 proyek kapal tanker di atas PT Pertamina dipastikan menanggung kerugian hingga jutaan dolar. Mirisnya, di tengah-tengah kerugian ini PT Pertamina seolah santai saja, bahkan untuk menagih denda keterlambatan proyek dari PT DRU sampai tahun 2017 yang mencapai USD3.414.720 tidak serius dilakukan oleh Pertamina,” ungkapnya.

Berdasarkan catatan di atas, CBA, mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan terhadap tiga proyek kapal tanker PT Pertamina.

“Segera perikasa pihak-pihak yang berkaitan dengan proyek tersebut, seperti Panitia lelang, termasuk Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati,” tandas Jajang. |ZN/-EWINDO