OLEH Acep Iwan Saidi
Debat ke-4 Calon Presiden 2019 (30/03/19) telah memperlihatkan secara jelas kepada publik tentang karakter yang dimiliki oleh kedua calon: Joko Widodo (01) dan Prabowo Subiyanto (02). Keduanya bahkan bisa dibilang telah “menelanjangi” dirinya di hadapan publik calon pemilih.
Karakter tersebut tidak hanya ditunjukkan melalui gestur dan bahasa tubuh di panggung, melainkan juga (terutama) melalui gagasan-gagasan yang disampaikan dan, secara biografis, dari kultur mana kedua calon berasal. Dalam perspektif semiotika, apa yang terdapat di kepala seseorang adalah bagian penting dari karakternya, sebab yang tampak di luar (tubuh) sebenarnya representasi dan/atau visualisasi yang terdapat di dalam (pikiran). Gagasan atau pikiran adalah petanda (konsep), sedangkan tubuh (tampilan) dan perilaku adalah penanda. Merujuk kepada semiotika Hjemslev, tubuh adalah ekspresi, pikiran adalah konten. Gabungan antara keduanya adalah karakter.
Berikut catatan singkat untuk keduanya.
I. JOKO WIDODO (01)
Jokowi menjawab dan menanggapi seluruh pertanyaan, baik dari panelis maupun dari lawan debatnya, dengan uraian-uraian yang bersifat teknis:
Tentang penyebaran/pengajaran ideologi Pancasila: fokus jawaban pada pendidikan—sama dengan Prabowo—,tapi menambahkan dengan cara visualisasi yang nyambung dengan kekinian (meskipun tidak dirinci apa maksudnya);
Tentang pemerintahan: fokus jawaban pada pelayanan publik yang cepat melalui penggunaan teknologi informasi;
Tentang pertahanan keamanan: fokus jawaban pada pembentukan “gelar pasukan” di beberapa titik dan pemasangan radar. Dengan dua hal ini, menurutnya, siapapun yang masuk ke Indonesia (mungkin maksudnya: ancaman asing) akan diketahui;
Tentang hubungan internasional: fokus jawaban pada bagaimana memerankan diri sebagai mediator perdamaian dunia (contoh kasus: soal Myanmar);
Tentang pembangunan pelabuhan dan bandara: fokus jawaban pada sisi bisnis, seraya memisahkan soal bisnis dengan pertahanan dan keamanan (ekonomi adalah ekonomi, tidak ada kaitan dengan pertahanan dan keamanan);
Dari sisi gestur: tidak menghentak-hentak, cenderung bertahan, dan TAMPAK tenang.
Simpulan:
Jokowi adalah tipe pemimpin teknis. Hal-hal ideologis (ranah tematik debat) hanya disentuh lapis luarnya. Ini menegaskan apa yang selama ini ditunjukkan dalam kepemimpinannya. Kabinetnya kabinet kerja. Jokowi juga menyenangi selfi dan penampilan, senang berada di pusat perbincangan (selalu mengirim tindakan-tindakan yang multitafsir dan “membawa/merayakan permasalahan di ruang antara (abu-abu). Jokowi adalah pemimpin dengan karakter semiosis (konotatif)-teknis.
Gesture Jokowi di panggung yang tidak menyerang adalah ekspresi karakter natural sosok pribadi yang dilahirkan dalam kultur Jawa-Solo. Dalam budaya ini: diam tidak serta-merta berarti tenang. “Tampak tenang” tidak sama dengan tenang.
II. PRABOWO SUBIYANTO (02)
Prabowo menjawab dan menguraikan seluruh permasalahan yang diangkat dalam debat dari sisi substansi-ideologis. Beberapa jawaban juga dilandasi referensi (literatur):
Tentang penyebaran/pengajaran ideologi Pancasila: fokus jawaban pada pendidikan, tetapi menambahkan pentingnya contoh dari pemimpin. Pendidikan untuk generasi muda menjadi tidak berarti jika pemimpin dan politisi tidak memberi contoh (menjadi panutan);
Tentang pemerintahan: fokus jawaban pada penekanan pentingnya pemerintah yang kuat, transparan, dan bersih dari korupsi dengan tetap tidak mengabaikan teknis (sistem teknologi). Teknologi penting, tapi yang lebih penting adalah pemerintahan kuat, transparan, dan bersih dari korupsi.
Tentang pertahanan keamanan: fokus jawaban pada anggaran yang harus dinaikkan dan kepastian pengelolaan (wibawa kepemimpinan sebagai panglima tertinggi yang harus menyebabkan anak buah tidak bersikap Asal Bapak Senang (ABS).
Tentang hubungan internasional: fokus jawaban pada hubungan yang harus dimulai dari wibawa negara yang kuat, yang disegani di dunia internasional. Hal ini harus dimulai dari pemerintah yang kuat di dalam negeri. Contoh kasus: masalah Myanmar.
Tentang pembangunan pelabuhan dan bandara: fokus uraian pada kewaspadaan terhadap kepentingan dan dominasi asing demi untuk melindungi bangsa sendiri. Ekonomi dan bisnis tidak bisa dipisahkan dari politik dan ideologi. Invasi asing bisa masuk dari sisi ini juga. Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri.
Dari sisi gestur: nada bicara sering tinggi, menyebut nama lawan (“Pak Jokowi”), menghentak-hentak, dan selalu menggerakkan tangan atas-bawah (penekanan), TAMPAK ofensif.
Simpulan: Prabowo merupakan tipe pemimpin yang IDEOLOGIS. Pertanyaan teknis dari panelis tentang pemerintahan juga dihubungkan ke aspek ideologis. Seperti Jokowi, apa yang ditampilkan Prabowo di panggung menegaskan karakternya sejauh ini. Tapi, karakter Prabowo sebaliknya dari Jokowi. Prabowo tidak terlalu mementingkan penampilan, ia cendeung mengatakan sesuatu apa adanya. Kostum Prabowo, misalnya, umumnya hanya memakai safari, sesekali batik, kemeja, dan jas. Prabowo Nyaris tidak pernah memakai celana jins, sepatu sneaker, dan nyaris tidak pernah selfi. Prabowo adalah pemimpin yang semiosis (denotatif)-ideologis.
Gestur-nya yang agresif adalah ekspresi karakter natural sosok pribadi yang dilahirkan dalam kultur Jawa-Banyumas dan Minahasa. “Banyumas itu Bataknya Jawa”, demikian Prabowo sendiri menjelaskan. Dalam budaya ini, menghentak-hentak tidak serta-merta berarti menyerang. “Tampak ofensif” tidak sama dengan ofensif.