Oleh: Tjahja Gunawan
(Penulis Wartawan Senior)

Pada debat keempat Sabtu malam (30/3), secara mengejutkanJokowi membuat Pernyataan penutup (clossing statement) yang mengisyaratkan “salam perpisahan” kepada masyarakat, para pendukung dan tentu kepada saingannya dalam kontestasi Pilpres 2019 ini yakni Prabowo Subianto.

Jokowi mengatakan: 
“Pak Prabowo, saya itu senang naik sepeda. Dan sering ketika naik sepeda rantainya putus. Tapi percayalah kepada saya Pak Prabowo, bahwa rantai persahabatan kita tidak akan pernah putus!”

Sebelum menafsir kalimat penutup Jokowi tersebut, saya ingin membagi cerita tentang pengalaman goes bareng Jokowi di Solo dan Jakarta ketika dia masih sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.

Pada tahun 2010, saya dipercaya menjadi Ketua Panitia Jelajah Sepeda Surabaya-Jakarta yang diadakan Harian Kompas tanggal 23 Juni hingga 4 Juli 2010.

Dari sekian daerah yang disinggahi rombongan pesepeda Jelajah Sepeda Surabaya-Jakarta, Kota Solo termasuk salah satu tempat yang dijadikan lokasi istirahat sekaligus tempat menginap. Saat rombongan datang, kami disambut dengan antusias oleh komunitas sepeda setempat. Tidak hanya itu, pemda juga menyambut kedatangan kami di Balaikota Solo disertai dengan panggung hiburan yang meriah.

Pada malam harinya, juga diadakan acara makan malam dan ramah tamah bersama Wali Kota Solo waktu itu Jokowi. Ketika itu sosok Jokowi masih dikenal sebagai seorang pejabat yang sederhana. Wajar jika kami waktu itu berusaha untuk mengenal lebih dekat dengan Wali Kota Solo.

Oleh karena itu berbagai acara off air sengaja digelar di Solo untuk melengkapi rangkaian kegiatan Jelajah Sepeda Surabaya-Jakarta. Ketika hendak meninggalkan Kota Solo, rombongan pesepeda dilepas melalui goes bareng bersama Jokowi. Berbagai komunitas sepeda di Solo waktu itu tumpek blek mengiringi acara pelepasan rombongan Jelajah Sepeda. Kebetulan waktu itu bertepatan dengan Hari Bebas kendaraan (Car Free Day – CFD).

Pada kesempatan lain, ketika Jokowi baru saja menjabat sebagai Gubenur DKI Jakarta, saya juga berkesempatan goes bareng bersama komunitas yang biasa menggunakan sepeda ke kantor. Waktu itu gobarnya hari Jum’at pagi.

Sejak pagi kami sudah berkumpul di rumah dinas Gubernur DKI Jakarta di Jalan Teuku Umar. Para goeser banyak yang antusias ikut dalam acara goes bareng Jokowi dari Jl Teuku Umar menuju Kantor Gubernur DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan Jakarta.

Alhamdulillah, di dua kesempatan goes bareng Jokowi itu saya tidak mengalami putus Rantai sepeda. Demikian juga sepeda yang dinaiki Jokowi waktu itu, aman-aman saja dan tidak mengalami kesulitan karena kami bersepeda santai (fun bike).

Melalui tulisan ini, perkenankan saya menyinggung sekilas penyebab rantai sepeda putus. Sepengetahuan saya sejak menekuni hobi bersepeda tahun 2009, penyebab rantai sepeda putus bermacam-macam. Namun yang jelas, akibat yang ditimbulkannya adalah ketidaknyamanan. Kebanyakan kasus rantai putus adalah karena kondisi rantai yang aus atau berkarat akibat kurang terawat. Juga karena usia rantai terlalu tua sehingga tidak bisa berfungsi secara maksimal.

Selain itu, rantai sepeda juga bisa putus akibat benturan antara rantai dengan benda-benda keras, seperti batu solid di jalanan terjal. Serta sebab-sebab teknis lainnya, seperti kesalahan dalam pemasangan, pesepeda yang kurang hati-hati ketika mengoper gigi, atau bentuk gigi-gigi sepeda sendiri yang tak lagi normal.

Rantai (chain) merupakan komponen penting dalam bersepeda. Roda sepeda tidak akan bergerak jika rantai sepeda putus atau terlepas. Roda sepeda dapat berputar karena terhubung dengan drivetrain lewat sebuah mekanisme gerak khusus. Sementara drivetrain sendiri merupakan gabungan dari beberapa komponen, seperti gigi (gear), crank, pedal, dan tentunya rantai sepeda. Rantai sepeda berfungsi menghubungkan gigi depan dan belakang, sehingga roda dapat berputar ketika pedal dikayuh.

Kembali ke closing statement Jokowi di acara debat dengan Prabowo Subianto, putusnya rantai sepeda merupakan kalimat simbolik yang bisa ditafsir dari berbagai sisi.

Rantai sepeda yang putus bisa berarti dukungan politik kepada Jokowi juga sudah banyak yang putus. Jika pada Pilpres 2014, Jokowi bisa terpilih menjadi Presiden antara lain karena banyak didukung relawan yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat.

Kini dukungan itu sudah putus bahkan sebagian dari pendukung Jokowi banyak yang pindah mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Beralihnya dukungan tersebut penyebabnya banyak faktor, diantaranya tidak terwujudnya janji-janji yang pernah terucap dalam Pilpres 2014.

Janji pasangan Jokowi-Jusuf Kalla untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun dan penciptaan 10 juta lapangan kerja, hingga kini belum juga terwujud. Janji lain yang meleset adalah memperkuat nilai tukar rupiah hingga Rp 10.000 per dollar AS.

Banyaknya janji-janji yang belum direalisasikan telah menggerus kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan Jokowi-JK. Meski janji-janji tersebut tidak delivered, namun dalam lima tahun ini Jokowi tetap didukung oleh PDIP dan parpol koalisinya yang terdiri dari Partai Nasdem, Golkar, Hanura, PPP, dan PKB.

Namun, dukungan parpol tersebut bersifat semu karena mereka lebih berorientasi pada kepentingan kekuasaan yakni mempertahankan kursi di kabinet maupun parlemen.

Hal lain yang menyebabkan rantai kekuasaan Jokowi melemah, akibat adanya benturan dengan umat Islam yang dipicu oleh kasus penistaan Al Qur’an yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Meski Ahok sudah divonis, menjalani hukuman dan sekarang sudah menghirup udara bebas, namun umat Islam tetap memandang Ahok sebagai bagian dari rezim kekuasaan Jokowi.

Apalagi setelah keluar dari penjara, Ahok kemudian masuk PDIP. Ini makin memperkuat dugaan selama ini bahwa Ahok “dilindungi” oleh rezim Jokowi. Alih-alih dikerangkeng di LP Cipinang, Ahok justru menjadi “tamu istimewa” di Mako Brimob.

Melemahnya kekuasaan Jokowi juga diperparah dengan serangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilancarkan KPK. Kredibilitas dan elektibilitasnya Jokowi semakin merosot dengan adanya rentetan penangkapan terhadap Ketua Umum PPP 
Romahurmuziy (Romy), Direktur Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro, dan penangkapan terhadap anggota DPR dari Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso.

Melemahnya dukungan rakyat terhadap Jokowi, juga terlihat dalam setiap kegiatan kampanye terbuka dan pertemuan lain Presiden petahana dengan masyarakat. Setiap penyelenggaraan acara panggung terbuka yang diadakan Timses Jokowi selalu sepi. Kalaupun di suatu acara terlihat massa banyak, mereka umumnya massa bayaran yang sengaja dimobilisasi untuk datang ke acara Jokowi.

Misalnya, acara Jokowi di Dumai, Sumatera, dihadiri massa yang banyak namun mereka umumnya kelompok massa yang dibayar. Mereka datang dari luar Dumai dengan menggunakan puluhan bis.

Mereka bukan massa militan tapi kelompok bayaran, bahkan sebagian dari mereka justru mendukung Prabowo Subianto. Di acara itu, seorang pemuda dengan gagah berani naik ke atas panggung lalu mengacungkan dua jari dihadapan Jokowi dan kerumunan massa. Sungguh keberanian yang luar biasa. Anehnya, tidak pihak yang protes atau memperkarakan kejadian tersebut ke polisi.

Berdasarkan kondisi tersebut, realitas politik menunjukkan dukungan kepada Jokowi semakin lemah. Namun orang-orang yang berada di lingkar kekuasaan, berusaha menutupinya dengan berbagai cara. Misalnya dengan survey abal-abal yang dilakukan berbagai lembaga survey bayaran.

Penulis yakin orang-orang berpengaruh di sekitar Jokowi seperti Menko Bidang Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Menko Bidang Polhukam Wiranto, Kepala BIN Budi Gunawan, memahami realitas politik yang dihadapi Jokowi saat ini. Besarnya arus dukungan masyarakat terhadap Prabowo Subianto saat ini sama seperti besarnya dukungan terhadap Jokowi pada tahun 2014.

Kehendak rakyat yang menginginkan hadirnya pemimpin baru sudah tidak bisa dibendung lagi. Jokowi nampaknya mulai menyadari keadaan ini. Dia sudah tidak lagi dielu-elukan seperti pada saat Pilpres 2014.

Namun demikian, Jokowi berharap “rantai sepeda” boleh putus tetapi persahabatan akan terus terjalin. Dengan kata lain, meskipun Jokowi sudah tidak menjadi Presiden lagi namun Prabowo dengan Jokowi akan tetap menjalin persahabatan. Semoga. Wallahu’alam.