Redaksi menerima Siaran Press dari Kuasa Hukum Paslon 02- Prabowo-Sandi. Ada 10 poin penting dan berikut adalah  lengkapnya: 

1). Kami, kuasa hukum Paslon 02,Prabowo-Sandi dan rakyat Indonesia berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas kemuliaannya melalui putusannya tanggal 27 Juni 2019. Yakni sebuah putusan yang berlandasakan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan (thetruth and justice) sesuai dengan kesepakatan bansa dan mandat konstitusi dimana MK terikat pada UUD 1945 (periksa pasal 22E ayat 1 UUD 1945);

2). MK harus menegakkan kebenara dan keadilan secara utuh. Jika tidak, maka keputusan MK akan kehilangan legitimasi, karena tidak ada public trustdi dalamnya. Akibatnya lebih jauh, bukan hanya tidak ada public trust, namun juga tidak akan ada public endorsement pada pemerintahan yang akan berjalan;

3). Satu saja unsur yang menjadi landasan atau rujukan keputusan  MK mengandung unsur kebohongan (terkait intergritas) dan kesalahan (terkaitprofesionalitas), — misalnya dengan mempertimbangkan kesaksian ahli Prof Eddy Hiariej yang memberikan labelling buruk sebagai penjahat kemanusiaan kepada Le Duc Tho padahal Le Duc Tho (lahir di Nam Din Province pada 10 Oktober 1911) adalah Nobel Prize for Peace pada tahun 1973 meski ia akhirnya menolaknya—maka keputusan MK menjadi invalid;

4). Kesaksian Prof. Jazwar Koto, PhD (saksi ahli 02) dalam persidangan tentang adanya angka penggelembungan 22juta yang ia jelaskan secara saintifik berdasarkan digital forensic sama sekali tidak dideligitimasi oleh Termohon/KPU maupun Terkait/Paslon 01. Yang dipersoalkan terhadap Prof Jazwar Koto hanyalah soal sertifikat keahlian, padahal ia telah menulis 20 buku, 200 jurnal internasional, pemegang hak patent (patent holder), penemu dan pemberi sertifikat finger print dan eye print,serta menjadi Direktur IT di sebuah perusahaan yang disegani di Jepang.

5). Terkait dengan kesaksian ahli Prof Jazwar Koto di persidangan yang tidak dibantah itu, dapat dibayangkan, jika mekanisme pembuktiannya dilakukan secara manual, mengadu C1 dengan C1sungguh akan sangat membutuhkan waktu yang lama. Katakanlah pengecekan C1 dengan C1 membutuhkan waktu 1 menit sekali pengecekan, maka pengecekan tersebutakan memakan waktu sekitar 365 tahun dengan asumsi pemilihnya sekitar 192 jutapemilih. Atau kalau pengecekannya didasarkan per TPS ( dengan asumsi jumlah TPS813.330 TPS) dan waktu pengecekan setiap TPS memakan waktu 30 menit maka waktuyang dibutuhkan untuk pengecekan secara keseluruhan dapat memakan waktu sekitar 46 tahun lamanya.

6). Bahwa berdasarkan keterangan saksi Idham Amiruddin telah ditemukan 22 juta DPT siluman dalam bentuk NIK  Rekayasa, pemilih ganda dan pemilih di bawah umur. Pemohon telah berkali-kali mengajukan protes dan keberatan terhadap adanya DPT Siluman ini, namun Termohon tidak pernah melakukan perbaikan yang serius terhadap DPT bermasalah tersebut. Pemohon juga telah melaporkan soal DPT Siluman tersebut ke Bawaslu RI namun laporan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti. Tidak jelasnya DPT, sebenarnya telah cukup menjadi alasan bagi majelis hakim MK untuk membatalkan pelaksanaan Pilpres 2019 sebagaimana MK telah membatalkan Pilkada Sampang dan Maluku UtaraTahun 2018 karena ketidakjelasan DPT;

7). Tidak adanya jaminan keamanan dan kehandalan terhadap system perhitungan suara KPU. Hal ini sangat nampak dari pemaparan yang disampaikan oleh saksi ahli dari termohon (KPU)maupun dari pemaparan komisioner KPU sendiri yang senantiasa “ngeles”(istilah “ngeles melulu”  sempat jugadiutarakan Majelis Hakim Suhartoyo dalam persidangan) ketika ditanya oleh YangMulia Hakim MK maupuan oleh pihak Pemohon perihal upaya-upaya perbaikan ataukomparasi dalam rangka pembenahan system perhitungan suara di KPU, padahal UUITE  Pasal 15 ayat 1 ditegaskan bahwa penyelenggara system informasi dan IT wajib memenuhi standar keamanan dan kehandalan.

8). Setelah mendengar kesaksian Hairul Anas ( Anas 02)  dan mendengarkan keterangan saksi Anas Nasikin (Anas 01) ternyata tidak adaperbedaan.  Kesaksian Anas 02 telah dibenarkan dan diamini oleh saksi Anas Nasihin (Anas 01), diantaranya tentang power point yang berjudul “Kecurangan adalah Bagian Dari Demokrasi” beserta isi isi power point lainnya. Kedua, bahwa dalam acara TOT tersebut dihadiri oleh petahana, Presiden RI Joko Widodo,Kepala KSP Moeldoko, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Sekjen PDIP dan anggotaDPR Hasto, komisioner KPU, Bawaslu RI dan DKPP.

9). Dalam persidangan juga terbukti, setelah dilakukan inzage/pemeriksaaan,ternyata Termohon tidak dapat membuktikan adanya C7 (daftar kehadiran). Ketidakadaan C7 sangat fatal terkait dengan kepastian atas hak pilih rakyat (daulatrakyat).  Oleh karena Termohon/KPU tidak sanggupmenghadirkan C7, Pemohon berharap MK memerintahkan Termohon/KPU menghadirkan C7sejalan dengan semangat judicial activism. Sebab itu, dengan tidak dapat dibuktikannya siapa yang hadir memberikan suaranya dalam pemungutan suara diTPS, maka muncul pertanyaan suara itu suara siapa? Siapa yang melakukan pencoblosan?

10). Bahwa terbukti juga sebagaifakta persidangan dimana Termohon/KPU membuat penetapan DPT (daftar PemilihTetap) tertanggal 21 Mei 2019, artinya penetapan KPU tersebut dibuat setelah Pemilu tanggal 17 April 2019.  Tentu, ini sesuatu yang sangat aneh !!

Jakarta, 25 Juni 2019

Kuasa Hukum Pemohon (Prabowo-Sandi),

Dr. Bambang Widjojanto.

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

Teuku Nasrullah, S.H., M.H.

TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M.

Iwan Satriawan, S.H., M.CL., Ph.D.

Iskandar Sonhadji, S.H.

Dorel Almir, S.H., M.Kn.

Zulfadli, S.H.