The Ning King bersama Haji Musa /dok Kel Haji Musa

JAKARTASATU.COM – Pada bagian 2 sudah terang bahwa Haji Musa pada The Ning King adalah bagian penting dari sejarah panjang PT. Daya Manunggal cikal bakal PT Argo Pantes Tbk. yang tak bisa dipisahkan dan sukses. Di bagian ini akan paparkan Kisah awal keduanya dari sejak  Jalan Pintu Kecil 38 dimana dua sahabat partner ini bermula bisnis.

Ingat The Ning King berjaya dalam berbisnis bukan karena ia sendiri, namun ada Haji Musa Saehe, semua bermula di sebuah gang bernama Jalan Pintu Kecil 38, Jakarta Pusat. Yang kini memerupakan kantor perusahaan PT. Daya Manunggal yang di bagun Haji Musa dan The Ning King berdiri di Salatiga.

Haji Musa Saehe lahir di Palopo tanggal 16 Juni 1931. Beliau tutup usia pada umur 65 tahun di Jakarta pada 15 Juli 1996 setlah perawatan cukup lama juga di Tokyo, ia kini dimakamkan di Jeruk Purut Jakarta Selatan.

Haji Musa adalah tokoh penting pertekstilan Indonesia, selain pernah dikenal sebagai wartawan, ia juga masuk deretan pengusaha Pribumi sukses.

Maka saat Haji Musa wafat banyak yang betanya apa dan bagaimana arah bisnis Argo Pantes? Dicatatan besar menuut anaknya Rizal Musa bahwa Haji Musa banyak mengerjakan kerjasama bersama Nippon Steel, Nippon Kokan Marubeni, dan Mitsui dari Jepang. “Untuk mengembangkan bisnis tekstil, jadi Haji Musa dan The Ning King memang kerja sama dengan Marubeni, Mitsui Toray, Kuraray, dan Kurabon,”kenang Rizal. 

Haji Musa adlaah Pengusaha Nasionalis dan sangat Sukarnois. Menurut Rizal ada catatan kawan ayah saya, karena mitra bisnis dengan The Ning King.  Dimana disana dijelaskan bahwa Haji Musa yang langsung terlibat dalam membangun PT Daya Manunggal.

“Sebenarnya bapak Almarhum Musa tergambar hubungan persahabatan dan persaudaraan antara beliau dan pak The, Panggilan The Ning King, sangat besarnya kepercayaan yang tumbuh dan terbina antara dua tokoh Daya Manunggal ini,” papar Rizal.

Catatan itu kira-kira, lanjut Rizal menjelaskan bahwa bapak pernah berkata, “Saya dan koh Ning King sama-sama saling tahu tentang kerja kami masing-masing. Koh Ning King tahu saya dan saya tahu tentang koh Ning King. Kira-kira gitu kisahnya,” beber Rizal.

Almarhum Haji Musa juga menggambarkan tentang indahnya kerjasama dan kepercayaan dahulu dengan Pak The tahu baget bagaimana sepak terjang Haji Musa pada saat-saat menjelang berdirinya PT Daya Manunggal Textile dengan pabrik pertamanya di Salatiga itu.

Bapak saya, tambah Rizal juga menggambarkan tentang indahnya kerjasama dan kepercayaan yang tumbuh antara beliau dengan Bapak The. “Saya sudah berbuat yang baik kepada koh The Ning King dan keluarganya dan saya percaya bahwa koh The Ning King akan berbuat baik dan menjaga anak-anak saya.” kenang Rizal dari kisah teman bapaknya itu.

Wisma Argo Manunggal Jalan Jend. Gatot Subroto Jakarta / RI/JKST

Awal Mula Daya Manunggal Textile 

Sekitar akhir 1960 atau awal 1961 Haji Musa memperoleh lisensi dari instansi INSIN (Inspektur Perindustrian Indonesia) di Semarang. Pejabatnya, Supardi membantu Haji Musa, yang selama ini menjalankan bisnis sebagai calo berbagai produk industri, bisa tumbuh sebagai industriawan di Indonesia. Lisensi yang diperoleh Musa memberi peluang kepadanya untuk membangun industri tekstil di Jawa Tengah.

Lisensi itu sendiri memberikan berbagai fasilitas yang terkait dengan upaya membangun sebuah pabrik tekstil. Fasilitas itu antara lain, kemudahan memakai devisa negara untuk mengimpor mesin yang diperlukan, kemudian untuk membeli semen dan besi beton, fasilitas membeli benang, kain grey, membeli bahan baku benang dan sebagainya. Haji Musa mengatakan dia memang tidak mempunyai uang, tapi dia mempunyai berbagai fasilitas. Kalau saja devisa negara yang dia peroleh tidak dipakai untuk membeli mesin dan dijual ke pasar bebas dia mendapat keuntungan kurs sekitar 10 lipat. (Kurs resmi dollar AS saat itu Rp 30.

Sementara di pasar gelap Rp 300 per dollar AS). “Saya tidak ingin melakukan itu. Saya ingin membangun pabrik tekstil. Setelah pabrik berdiri saya bisa menampung tenaga kerja yang selama ini menganggur. Berapa banyak pejuang kemerdekaan yang tidak punya pekerjaan,” katanya dalam cerita Musa pada sahabat Ayah Rizal itu.

Lantas perjalanan berkembang dan H Musa pun mencari mitra. Dia menemui Thio Po Tjou yang selama ini banyak membantu dia dalam jual beli d,o. tekstil. Thio Po Tjou bersedia membantu namun dia mengusulkan satu nama lagi yaitu The Ning King. Dia melihat The Nin King yang juga berdagang tekstil punya kemampuan administrasi keuangan. Perjalanan akhirnya disepakatilah upaya untuk membangun sebuah perusahaan.

Saya tidak tahu ketika itu perusahaan itu memakai istilah PT atau NV. Sebut saja PT. Akte notaris pembentukan PT Daya Manunggal Textile dibuat pada 17 Februari 1961. Presiden Director (Direktur Utama) : Haji Musa, Preskom Sugianto Dasnuatmodjo. Wakil Direktur : Thio Po Tjou dan The Ning King. 

Perusahaan didiriakan tahun 1961 dan Pabrik berdiri pada 1962 di Salatiga di atas tanah seluas 3 hektar. Ada yang pernah mengatakan pada waktu pembentukan PT Daya Damatex Musa tidak nyetor uang untuk saham. Alias sahamnya kosong.

Bukankah lisensi dan berbagai fasilitas yang dibawa oleh Musa ketika itu bisa dihitung sebagai goodwill yang punya nilai uang lebih karena memang Haji musa adalah orang yang punya banyak akses?

Bahkan sempat ada cerita kalau tidak salah setelah mesin tiba di pelabuhan Semarang, ada ketentuan pemerintah yang berubah tentang bea masuk yang sebelumnya bebas akan dibatalkan. Dan ketika itu Haji Musa berjuang untuk bisa mengeluarkan mesin dari pelabuhan Semarang.

Dia berhasil sehingga sejumlah uang yang harus dibayarkan untuk bea masuk bisa dihemat. Lalu dalam perkembangan selanjutnya kisah Rizal, bahwa bapaknya juga bisa memperoleh jatah benang dan kain grey yang akan dicetak menjadi cita (bercoleen).

Ada yang disampaikan Rizal bahwa yang menarik adalah Haji Musa dalam Damatex makin menonjol ketika Jenderal Jusuh menjadi Menteri Perindustrian. Dia dibawa ke Jepang mengikuti perjalanan menteri. Di Jepang Musa diperkenalkan kepada tokoh-tokoh pemimpin group Marubeni dan Mitsui.

Hasilnya dia mampu merentas usaha patungan dengan Marubeni dan Mitsui. “Jadi jelas perjalanan H. Musa ini sangatlah lengkap, apalagi banayak prestasi Haji Musa mendapat penghargaan dari mitra-mitra bisnisnya, meski bapak saya tidka pernah muncul namanya, misalnya awal pendirian kampus Institut Teknologi Tekstil (ITT) di Bandung” kata Rizal yakin.

Sementara itu The Ning King juga bukan tanpa jaringan dia sosok besar Pak The sosok sulung dari tiga bersaudara memang sudah giat wirausaha. Kesabarannya membawa dirinya menjadi eksportir bersama Musa makin maju. Pengusaha kelahiran Soreang, Bandung, usianya masih 16 tahun saja sudah giat berdagang.

The Ning King diajak ayahnya berdagang sampai pasar untuk jualan kain.Kemudian dia pindah ke Jakarta, membuka toko kekstil kecil di kawasan Jakarta Pusat. Tepatnya di gang bernama Jalan Pintu kecil.

Seperti kisahnya Rizal diatas bahwa Pada tahun 1949, katanya, ia memindahkan usahanya ke Jakarta dari Bandung. Lalu, tahun 1961, dia berhasil mendirikan pabrik tekstil pertama. Sebelas tahun kemudian, 12 Juli 1977, The Ning King bersama Haji Musa mendirikan PT Argo Pantes, yang kemudian berubah jadi PT Argo Pantes Tbk. pada tahun 1991.

Masih kata Rizal Musa, bahwa Bapak saya (Haji Musa) dengan Pak The Ning King sejak di gang Jalan Pintu Kecil 38 terus bersama, lalu pindah ke Otista rumahnya, dan lalu kini Pak King di Simprug sedang keluarga Rizal Musa di Jalan Pejaten Jakarta Selatan.

“Jadi jelas bahwa bermula dari Pintu Kecil 38 itulah, Haji Musa Saehe dan The Ning King itu membangun industri tekstil Argo Pantas yang mana dalam kelompok usaha Grup usaha Grup Argo Manunggal ini memiliki sejarah panjang duni pertekstilan,” ungkap Rizal.

(BERSAMBUNG)  

Bagian 4 tentang HAJI MUSA dalam perjalannnya membangun ARGO PANTES