Rizal Musa

JAKARTASATU.COM – Pada tahun 1990 bulan Agustus, saat diwawancara Majalah EKSEKUTIF Haji Musa Saehe pernah mengatakan bahwa Musa muda awalnya adalah guru di Palopo Sulawesi sejak umur 14 tahun saat itu zaman pemberotakan menentang Belanda paska penjajahan Jepang. Bahkan Musa kecil usia 16 sempat ditangkap sewaktu di Makasar, dia dilepas karena belia usia. Musa kemudian pergi ke Jawa tepatnya ke Jogjakarta.

Musa sambil bergabung dalam seksi pelajar Brigade XVI. Setelah dikirim dalam operasi Azis di Sulawesi Selatan. Musa juga sempat terbawa arus ke Banjarmasin. Yang menarik di Banjarmasin saat mau kembali ke Jawa sulit, sebab tidak punya basis hidup yang baik. “Mau kembali ke kampung malu, begitu kata Musa. Maka  ia putuskan menyeberang ke Banjarmasin. Di kota Banjar ini Haji Musa pernah di terjun ke dunia jurnalistik, bahkan sempat menjadi salah satu perintis PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Banjarmasin.

Bekal waktu di Yogya dimana Musa memang pernah mengikuti pelajaran tentang ilmu kemasyarakatan, politik, dan lain-lain. Hampir tiga tahun dia berdiam di Banjarmasin, sebelum akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Jakarta. Di Jakarta inilah pikiran Musa berkembang sehingga berbisnis dengan keyakinannya.

Musa awal mula berkongsi ke tuan Thio Poe Tju yaitu PT Dampo yang bergerak di bidang Agribisnis, Tembakau, Karet dan suplier mangkok getah karet. Jadi jelasnya sebenarnya Musa saya tidak modal nol dalam berbisnis dan ia sudah punya visi kedepan. Bisnis yang ia geluti saat ini begitu marak dan seksi.

Di Ibukota Jakarta inilah nasib akhirnya menentukan Musa dari wartawan hijrah profesi menjadi pengusaha. “Itu perjuangan Bapak dan kehendak Allah semua itu,” ujar putra laki-laki Haji Musa saat berdialog dengan redaksi di bilangan Panglima Polim Jakarta Selatan, (13/8/2019) malam.

CIKAL BAKAL ARGO PANTES

Awal Mula Daya Manunggal Textile lahir sekitar akhir 1960 atau awal 1961 karena Haji Musa memperoleh lisensi dari instansi INSIN (Inspektur Perindustrian Indonesia) di Semarang. Pejabatnya, Supardi membantu.

Haji Musa, yang selama ini menjalankan bisnis sebagai calo berbagai produk industri, bisa tumbuh sebagai industriawan di Indonesia. Lisensi yang diperoleh Musa memberi peluang kepadanya untuk membangun industri tekstil di Jawa Tengah.

Lisensi itu sendiri memberikan berbagai fasilitas yang terkait dengan upaya membangun sebuah pabrik tekstil. Fasilitas itu antara lain, kemudahan memakai devisa negara untuk mengimpor mesin yang diperlukan, kemudian untuk membeli semen dan besi beton, fasilitas membeli benang, kain grey, membeli bahan baku benang dan sebagainya.

Haji Musa mengatakan dia memang tidak mempunyai uang, tapi dia mempunyai berbagai fasilitas. Kalau saja devisa negara yang dia peroleh tidak dipakai untuk membeli mesin dan dijual ke pasar bebas dia mendapat keuntungan kurs sekitar 10 lipat. (Kurs resmi dollar AS saat itu Rp 30. Sementara di pasar gelap Rp 300 per dollar AS).

“Saya tidak ingin melakukan itu. Saya ingin membangun pabrik tekstil. Setelah pabrik berdiri saya bisa menampung tenaga kerja yang selama ini menganggur. Berapa banyak pejuang kemerdekaan yang tidak punya pekerjaan,” katanya dalam cerita Musa pada sahabat Ayah Rizal itu.

Lantas perjalanan berkembang dan H Musa pun mencari mitra. Dia menemui Thio Po Tjou yang selama ini banyak membantu dia dalam jual beli d,o. tekstil. Thio Po Tjou bersedia membantu namun dia mengusulkan satu nama lagi yaitu The Ning King. Dia melihat The Nin King yang juga berdagang tekstil punya kemampuan administrasi keuangan.

Lantas  disepakatilah upaya untuk membangun sebuah perusahaan. Saya tidak tahu ketika itu perusahaan itu memakai istilah PT atau NV. Sebut saja PT. Akte notaris pembentukan PT Daya Manunggal Textile dibuat pada 17 Februari 1961. Presdir: Haji Musa, Preskom Sugianto Dasnuatmodjo. Wakil Direktur : Thio Po Tjou dan The Ning King.

Perusahaan didirikan tahun 1961 dan Pabrik berdiri pada 1962 di Salatiga di atas tanah seluas 3 hektar.

Ada yang pernah mengatakan pada waktu pembentukan PT Daya Damatex Musa tidak nyetor uang untuk saham. Alias sahamnya kosong?

Bukankah lisensi dan berbagai fasilitas yang dibawa oleh Musa ketika itu bisa dihitung sebagai goodwill yang punya nilai uang lebih karena memang Haji musa adalah orang yang punya banyak akses?

Bahkan sempat ada cerita kalau tidak salah setelah mesin tiba di pelabuhan Semarang, ada ketentuan pemerintah yang berubah tentang bea masuk yang sebelumnya bebas akan dibatalkan. Dan ketika itu Haji Musa berjuang untuk bisa mengeluarkan mesin dari pelabuhan Semarang. Dia berhasil sehingga sejumlah uang yang harus dibayarkan untuk bea masuk bisa dihemat.

Lalu dalam perkembangan selanjutnya kisah Rizal, bahwa bapaknya juga bisa memperoleh jatah benang dan kain grey yang akan dicetak menjadi cita (bercoleen).

Ada yang disampaikan Rizal bahwa yang menarik adalah Haji Musa dalam Damatex makin menonjol ketika Jenderal Jusuh menjadi Menteri Perindustrian. Dia dibawa ke Jepang mengikuti perjalanan menteri. Di Jepang Musa diperkenalkan kepada tokoh-tokoh pemimpin group Marubeni dan Mitsui. Hasilnya dia mampu merentas usaha patungan dengan Marubeni dan Mitsui.

“Jadi jelas perjalanan H. Musa ini sangatlah lengkap, apalagi banayak prestasi Haji Musa mendapat penghargaan dari mitra-mitra bisnisnya, meski bapak saya tidka pernah muncul namanya, misalnya awal pendirian kampus Institut Teknologi Tekstil (ITT) di Bandung” kata Rizal mantap.

Banyak pengusaha pribumi terutama yang berasal dari Makassar dan Padang berhubungan dengan The Ning King dalam merealisasi ijin impor tekstil yang mereka peroleh. Sebagian besar ditampung oleh The Ning King, yang waktu itu dikenal sebagai “Tuan muda” di Pintu Kecil. Kemudian, lahirlah PT Daya Manunggal pada tahun 1961, perusahaan kongsi pertama di antara mereka berdua.

Nasib telah mempertemukan dengan The Ning King, yang waktu itu sudah menjadi pedagang tekstil yang tergolong besar.

Toh, kaya tak membuat Musa lupa untuk senantiasa mawas diri dan bersyukur. “Resep saya hanya berusaha dan pasrah”, kata Bapak lima anak tersebut. Meski punya beberapa mobil mewah, dia sering naik taksi pergi ke bioskop, menyalurkan salah satu hobinya nonton film. “Buat apa malu,” (wawancara Musa dengan Majalah EKSEKUTIF Agustus 1990 edisi Cover story) 

Daftar Salinan Akta-akta Notaris a/n Almarhum H Musa Ada sekitar 163 data tahun 1996/dokJKST

Haji Musa adalah tonggak sejarah panjang pertekstilan Indonesia. Dan ini bukan sekadar nama yang tak penting Haji Musa juga adalah pengusaha Pribumi yang sukses, lantas kenapa saat ini seolah ada dugaan nama Haji Musa akan dilebur hilangkan didlaam sejarah Argo Pantes?

“Saya tak paham semua ini, makanya saya ingin konfirmasi menanyakan pada Pak The bahwa dimana apa kabar asset-asset bapak saya, saya punya hal dan keluarga Haji Musa menanyakan ini, karena sudah hamper 22 tahun tak jelas posisinya, dan kami punya data-data ada sejumlah perjanjian di Notaris yang assetnay Haji Musa ada lebih dari 160 surat perjanjian,” papar Rizal.

Jadi bagaimana Pak The?

(BERSAMBUNG)

Ikuti Bagian 5 tentang wasiat ada Blanko Kosong Titipan Almarhum Haji Musa