by M Rizal Fadillah

by M Rizal Fadillah

Jika kepentingan asing diberi kebebasan masuk ke negara kita, kedaulatan negeri dikorbankan dengan berbagai alasan, atau tidak melakukan proteksi bagi warga sendiri dan semua itu difasilitasi oleh pejabat sah negara, maka rezim yang seperti ini bernama rezim kolaborator. Rezim yang berkolaborasi dengan negara, bangsa atau kepentingan asing. Sebutan ini lebih lunak daripada nama rezim penghianat bangsa.

Kepmenaker No 228 tahun 2019 tentang Jabatan Tertentu Yang Dapat Dididuduki Oleh Tenaga Kerja Asing yang ditandatangani Menteri M Hanif Dhakiri menimbulkan keresahan dan kritik luas publik. Masalahnya meski “tertentu” tapi jabatan itu nyatanya untuk banyak sektor. Sehingga praktis tenaga kerja asing bisa masuk ke mana saja. Dengan jumlah berapa saja. Banyak Analis politik dan sosial menyimpulkan ini adalah pintu masuk tenaga kerja China ke Indonesia.

Memang parah rezim pimpinan Jokowi ini karena sangat tidak nasionalis. Di akhir masa jabatan kran-kran kolaborasi dibuka lebar. Dalih bahwa ini adalah “rezim internasionalis” tidak pas juga karena sangat jelas bangunan poros kerjasama dan tujuannya. Kedaulatan bangsa diacak acak oleh orang dalam kita sendiri.

Setelah impor komoditi asing, rektor asing, dana dan investasi asing, hingga esemka asing, kini diproteksi soal tenaga kerja asing. Permainan politik dengan menggunakan aturan hukum seperti ini sangat mudah terbaca. Rakyat tidak sebodoh yang dikira rezim. Atau memang rezim sudah tak peduli apapun pada penilaian rakyat ? Jika seperti ini maka layak rakyat juga kelak tak peduli pada apapun kebijakan rezim.

Kita bukan rakyat jajahan yang begitu saja bisa diperas dengan pajak pajak dan tarif tarif. Pencabutan subsidi atau kenaikan kenaikan secara sepihak. Sementara kemewahan ditampilkan oleh para pejabat publik baik rumah, kendaraan, maupun gaya hidup. Rezim yang berkhidmah hanya pada lingkaran sendiri atau negara asing tak patut dihargai dan dipertahankan.

Terhadap Kepmenaker yang merobek kedaulatan rakyat, maka Presiden patut menegur dan perintahkan untuk mencabut aturan tersebut. Atau Menaker Hanif Dhakiri mencabut sendiri peraturan yang kontroversi dan menjual “lahan” pada asing ini. Atau masyarakat melakukan uji materiel ke MA atas keputusan Menaker. Atau jika segala upaya tak berhasil, pembangkangan nasional mungkin saja dilakukan rakyat Indonesia yang merasa semakin hidup di negeri jajahan.
Di bawah bendera rezim kolaborator.

*) Pemerhati Politik

7 September 2019