Mendengar sejak September 2019 lalu PT Pertamina (Persero) membuka anak perusahaan trading arm bernama Pertamina International Marketing and Distribution Pte. Ltd. (PIMD) di Singapura, Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) sebagai stakeholders yang pernah merintis, membangun dan ikut membesarkan Pertamina merasa terkejut.

Dalam rilisnya kepada pers (12/10/2019), Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi Hutabarat, baru saja ambil nafas karena adanya indikasi 70 persen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terpapar radikalisme tapi bersyukur Presiden Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) bisa memenangkan kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2019 untuk periode keduanya, direksi Pertamina abaikan semangat Presiden Jokowi yang pada 13 Mei 2015 telah membubarkan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) dengan susah payah, banyak tekanan dan ditakut-takuti.

“Presiden Jokowi itu Kepala Pemerintahan dan saham sepenuhnya Pertamina dikuasai pemerintah. Sangatlah aneh jika Pertamina membuka kembali trading arm di Singapura setelah Petral ditutup. Ini kan berarti Pertamina mengabaikan jerih payah Presiden Jokowi. Sebab itu tidak ada kata yang elegan untuk kami, eSPeKaPe, bisa sampaikan terkecuali kecaman,”ucap Binsar.

Menurut Ketua Umum eSPeKaPe yang juga Ketua Umum Komunitas Keluarga Besar Angkatan 1966 (KKB ’66) dan Ketua Dewan Penasehat Mabes Laskar Merah Putih (LMP), karena organisasi pensiunannya sudah menyampaikan ucapan terimakasih kepada Presiden Jokowi atas pembubaran Petral. Termasuk terimakasihnya Blok Mahakam dikelola Pertamina seratus persen, dan akan dikelolanya Blok Rokan kepada Pertamina sebagai operatornya.

“Kami bukan soal dukung mendukung. Tapi kami merasa berterima kasih atas perhatian Presiden Jokowi terhadap Pertamina, agar lebih maju dan tetap menjalankan amanat konstitusi Pasal 33 UUD 1945”, tegas Binsar Effendi.

Seberapa besar dalil Pertamina membuka kantor pemasaran di Singapura yang alasannya merupakan trading arm dalam ekspor produk Pertamina dan jual produk pihak ketiga ke pasar internasional, yang katanya untuk menangkap peluang bisnis bunkering terutama di Singapura. Dengan memanfaatkan fasilitas blending Marine Fuel Oil (MFO) 380 dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina di Sambu Kepri, serta bisa masuk ke pasar regional Asia Tenggara dengan membangun bisnis retail guna memperkenalkan brand Pertamina secara global yang merupakan gagasan dibawah direksi Marketing. Memang cukup ideal, tapi tak semudah membalik telapak tangan untuk bisa mencapai target yang ideal itu.

Petral sendiri ungkap Ketua Umum eSPeKaPe yang dibentuk pada 1978, awalnya untuk menjual produk crude oil (minyak mentah) saat itu Indonesia adalah negara pengekspor minyak dan anggota OPEC. Tapi saat menjadi net importir bahan bakar minyak (BBM) dan keluar dari keanggotaan ya di OPEC, fungsi Petral dan sudah berkedudukan di Singapura, justru digunakan oleh mafia migas untuk pemburuan rente dalam pengadaan BBM melalui bedding dan blending yang di mark-up.

“Ini terjadi pada tahun 2003 dimana kita defisit crude oil, yang merubah drastis bisnis Petral menjadi ‘agen pengadaan’ crude oil dan BBM. Konon Petral setahunnya bisa mendulang dana sampai Rp. 91,2 trilyun. Apakah Petral sebagai anak perusahaan Pertamina menjadi menguntungkan induk perusahaannya? Pemburuan rentelah yang diuntungkan, dan mereka dikenal dengan sebutan mafia migas”, beber Ketua Umum eSPeKaPe.

Dari pemikiran eSPeKaPe yang saat aktifnya murni bekerja untuk bangsa dan negara, praktek pemburuan rente kemungkinan saja kembali terulang di PIMD, anak perusahaan Pertamina yang buka kantor di Singapura, sama seperti Petral yang berkantor di negeri yang sejak dulu menikmati pemburuan rente.

“Padahal jika hanya jual gas, mengapa perlu membuka trading arm di Singapura? Kalau dibuka untuk impor LPG untuk pasokan kebutuhan di dalam negeri yang masih sangat besar, maka tak ayal lagi yang namanya pemburuan rente akan terulang kembali”, imbuh Binsar Effendi.

Ketua Umum eSPeKaPe mengingatkan, upaya membebaskan industri minyak dan gas bumi (migas) dari mafia dan celah-celah korupsi, selama tidak ada lembaga yang betul-betul melakukan pengawasan secara baik, kemungkinan-kemungkinan mafia migas masih tetap ada.

“Bukankah kita dengar baru-baru ini meskipun Petral sudah dibubarkan, ada mantan direksi yang ditetapkan manjadi tersangka karena diduga korupsi saat nasih ada Petral. Belum tuntas KPK mengusutnya, lalu Pertamina bentuk anak perusahaan PIMD di Singapura. Padahal banyak pengamat migas menyatakan untuk effesiensi, Pertamina bisa langsung memasarkan produk korporasi dan pihak ketiga di pasar internasional yang tanpa perantara melalui anak perusahaan yang tanpa dibuka di Singapura”, ujar Ketua Umum eSPeKaPe.

Jika Pertamina mau menelisik ke belakang, betapa publik merasa gembira Petral dibubarkan dan hasilnya Pertamina bisa menghemat dana Rp. 250 milyar perharinya. Pembubaran Petral bagaikan diatas langit ada langit. Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah mendengungkannya awal 2012.

Pada September 2013 dengan dukungan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, kembali Dahlan Iskan melontarkan komitmentnya untuk membubarkan Petral.

Akan tetapi Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan jika Indonesia tidak punya pilihan lain selain mengimpor BBM dari Singapura. Sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada konteks semangat dalam memerintahnya, berpegang pada sikap zero-sum game.

Maka gagallah komitmen Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam upaya membubarkan Petral yang menurutnya demi memenuhi aspirasi publik yang menyoroti Pertamina menjadi sarang mafia migas dengan adanya Petral. Dan Dirut Pertamina Karen tanpa ada alasan yang jelas, tiba-tiba mengundurkan diri dan diganti oleh Dwi Soetjipto.

Sekali lagi Presiden Jokowi saat membubarkan Petral itu, tutur Binsar Effendi, sejatinya untuk mengangkat kembali citra Pertamina agar tidak selalu dipandang negatif oleh masyarakat hanya gegara Petral yang dituding jadi sarang mafia migas terus dipelihara.

“Sebab itu dan agar tidak kembali terulang lagi, membuka kantor trading arm PIMD anak perusahaan Pertamina di Singapura, menjadi kami kecam. Ketimbang nanti-nanti muncul kecaman dari publik, mendingan eSPeKaPe mengecam lebih dulu. Maka solusinya, segera tutup kantor PIMD di Singapura. Hindari spekulasi, sebab mafia migas masih ada, yang selalu mencari celah untuk pemburuan rente. Jangan kecewakan Presiden Jokowi, justru sebaliknya Pertamina harus menghargai atas jasa-jasa beliau itu”, pungkas Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi yang didampingi Sekretaris Yasri Pasha Hanafiah dan pendiri Teddy Syamsuri.

-Sumber: www.Energyworld.co.id /RED