Bank Mega, Transmart dan Aibon Anies?

3524

JAKARTASATU.COM — Ada Lem Aibon yang tiba-tiba ramai. Wah itu bocor karena Aibon masuk anggaran senilai Rp82 miliar.

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi teriak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengada-ada.

“Pemprov DKI Jakarta kenapa bisa terciduk oleh publik. dan tidak diteriakin publik, mungkin kalau tidak diketahui ada Aibon senilai Rp82 miliar,” jelas Uchok kepada JakartaSatu.com dibilangan Proklamasi Menteng jakarta Pusat.

Uchok mengatakan para staf Anies yang banyak itu di jajaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tak jelas kerjanya. “Harusnya mereka sebelum di presentasi pelototin dulu anggaran itu, masuk akal atau tidak?” jelasnya.

Siaran Pers Fraksi PSI DKI Jakarta yang kami terima menyebut banyak kejanggalan anggaran, dan menuding Anies jangan buang badan ke anak buah.

“Jakarta memasuki situasi kritis karena banyaknya kejanggalan dalam proses penyusunan anggaran yang tidak transparan” jelas Anggota DPRD PSI William Aditya Sarana menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah lalai dan terkesan tidak peduli selama proses penyusunan anggaran.

Saya temukan ada usulan belanja lem aibon senilai 82 miliar Rupiah di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat. Ini usulan dari mana? Kenapa lem aibon dan kenapa angkanya besar sekali? “Saya minta Gubernur jelaskan, jangan buang badan ke anak buah!” tegas William dalam keterangan tertulis.

William mengaku tidak puas dengan alasan salah input di sistem e-budgeting Pemerintah Provinsi DKI. Pasalnya, pembahasan sudah memasuki tahap final. Seharusnya tidak ada lagi kesalahan fatal dan fantastis di tahap akhir ini dan semua komponen sudah rapi dan bisa dipertanggung jawabkan.

“Apa benar kesalahan input atau jangan-jangan baru diperbaiki karena masyarakat teriak? Di sistem e-budgeting kan tercatat kronologis penginputan, saya minta bukan hanya data komponen dibuka, tapi juga rekaman digital siapa input komponen apa dan kapan supaya terang benderang,” kata William.

Selain anggaran lem aibon tersebut, Fraksi PSI Jakarta juga menemukan adanya usulan anggaran ballpoint sebesar 124 miliar Rupiah di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, 7.313 unit komputer dengan harga 121 miliar Rupiah di Dinas Pendidikan, dan beberapa unit server dan storage senilai 66 miliar Rupiah di Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.

“Itu baru sebagian saja, masih ada puluhan lainnya yang akan kami tanyakan satu-satu. Kami sudah ikuti rapat Komisi beberapa hari ini, dan tiap kali diminta buka detail anggaran Pemprov selalu mengelak. Apa yang perlu disembunyikan? Saya mau tahu yang mengusulkan siapa dan alasannya apa nilai-nilai yang diajukan fantastis sekali. Jangan sampai DPRD hanya jadi tukang stempel Gubernur,” ujar William.

William menduga Gubernur Anies tidak mengetahui dan memahami isi anggaran kegiatan-kegiatan tersebut. Seharusnya, Gubernur menjalankan peran sebagai kepala daerah dan bertanggung jawab penuh memastikan anggaran tepat sasaran, sesuai dengan arahan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

“Kalau Gubernurnya saja tidak tahu isi anggarannya, apa yang mau dibahas? Tiap kami temukan sesuatu yang janggal dan kami angkat, nanti dibilang salah input atau tidak tahu menahu lagi. Jangan-jangan ada banyak yang salah input, tapi tidak diketahui publik karena rinciannya ditutup-tutupi,” kata William.

William turut mengkritisi langkah Gubernur Anies menutup akses ke website apbd.jakarta.go.id dan meminta agar website tersebut dapat kembali diakses publik. William menekankan pentingnya komitmen keterbukaan dan keberanian untuk transparan.

“Saya minta hari ini juga website apbd.jakarta.go.id yang memuat data rincian komponen usulan APBD 2020 segera dibuka lagi. Kesalahan fatal kalau Gubernur mau menutup-nutupi. Kalau ada data yang terbaru, segera tampilkan saja. Jangan Gubernur bermain opini, kami minta buka datanya!” tutup William.

Menanggapi hal itu Anies Baswedan mengatakan polemik terkait perencanaan APBD 2020 terjadi karena sistem penganggaran elektronik yang menurutnya ‘kurang cerdas’.

“Ini ada problem sistem, yaitu sistem digital tetapi tidak smart. Kalau smart sistem dia bisa melakukan pengecekan, verifikasi. Dia bisa menguji,” ujar Anies.

Susi Suhati, sekretaris Disdik DKI. Salah input, jelasnya. Salah nge-klik, kata Saefullah Hidayat, plt Kepala Disdik DKI. Itu dana BOS, bukan lem aibon, kata Susi lagi. Karena memang tak ada anggaran untuk lem aibon.

Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa dalam artikelnya yang viral membela Anies dimana ia menulis salah “klik” aja lu bully. Sedang raibnya ratusan miliar di Rumah Sakit Sumber Waras, tanah BMW dan ratusan mobil Trans Jakarta yang mangkrak, lu diem. Gimana sih? Protes mereka yang kesel dengan ulah orang-orang yang belum move on.

Kesalahan input data dan “klik” biasa terjadi ketika dalam proses penyusunan anggaran. Baru masalah jika sudah final. Final itu artinya sudah diusulkan ke DPRD. Nah, kesalahan menjadi tanggung jawab dinas dan gubernur DKI. Jika sudah ketuk palu, maka DPRD ikut bertanggungjawab. Kalau masih dalam proses, berarti itu data sementara. Kesalahan input dan klik disana-sini itu biasa.

“Seperti anda menulis skripsi, tesis atau disertasi, pasti banyak salah ketik, salah input data, dan salah referensi. Itu biasa. Sebelum diajukan ke pembimbing, terutama mau diujikan, harus diteliti lebih dulu. Habis ujian harus direvisi sebelum dicetak dan ditaruh di perpustakaan. Orang-orang akademik tahu betul proses ini. Kira-kira begitu analoginya,”tulis Tony.

Sebagai pembimbing, pengambil keputusan dan penanggung jawab anggaran di DKI, Anies Baswedan sedang melakukan proses itu. Meneliti satu persatu pagu anggaran secara manual. Alumnus fakultas ekonomi UGM yang pernah jadi asisten statistik seorang profesor di universitas USA ini terbiasa mengoreksi angka-angka. Dan ini bisa ditonton di video yang lagi viral.

Video itu semula untuk dokumen internal Pemprov. Bukan untuk disebar keluar. SOP yang rutin untuk semua pendokumentasian setiap kegiatan gubernur. Ternyata ada manfaatnya. Ketika kasus lem aibon merebak, video ini menjadi penting keberadaannya.

Tapi, gak usah terlalu kaget. Sampai kapanpun, kesalahan Pemprov DKI akan terus dicari. Anies jadi sasarannya. Satu kesalahan, geger bumi Indonesia ini. Apakah ada yang belum move on? Mungkin. Tapi lebih serius dari sekedar urusan move on.

Ada pihak yang suka membanding-bandingkan Anies dengan Ahok. Anies payah dan Ahok hebat, katanya. Narasi ini yang selalu dibangun untuk menjatuhkan Anies. Dan ada media yang suka narasi ini. Ikut menggoreng dan meramaikannya.

“Tapi, saat Anies menerima tiga penghargaan sekaligus dari KPK, sepi berita. Begitu juga ketika mendapat WTP dari BPK dua tahun berturut-turut. Prestasi yang tak pernah ada di era Jokowi, Ahok dan Djarot. Belum lagi penghargaan-penghargaan lainnya dari sejumlah institusi dan lembaga, baik dalam maupun luar negeri. Ini bisa jadi ukuran kalau mau secara fair membandingkan satu dengan yang lain. Tanpa mengurangi kontribusi masing-masing gubernur kepada bangsa ini yang harus tetap diapresiasi,” puji Tony.

Kasus Aibon juga merambah ke korporasi yang ikut membuly Anies. Transmart dan Mega (group CT) yang kini sudah menghapus jejak twitternya ikut Viralkan Kasus Pengadaan Lem Aibon, Postingan Transmart Carefour bahkan menjadi Trending Topic.

Kasus bengkaknya anggaran pengadaan alat tulis kantor (ATK) dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) DKI Jakarta tahun 2020 viral di media sosial sejak Selasa (30/10/2019) kemarin.

Momen tersebut justru menjadi bahan lelucon hingga ajang promosi pihak Transmart Carrefour.

Ditungganginya kasus pengadaan lem aibon dan pulpen yang diketahi mencapai ratusan miliar rupiah itu terlihat dalam postingan twitter resmi Transmart Carrefour, @transmart_IND pada Selasa (30/10/2019).

Dalam postingannya, sang admin menuliskan status yang dinilai provokatif. Status tersebut menyebutkan harga lem aibon dan pulpen akan jauh lebih murah apabila dibeli di Transmart ataupun Carrefour.

Sehingga menurutnya, anggaran yang diajukan dalam rancangan APBD DKI Jakarta tidak akan membengkak.

“Beli lem Aibon sama pulpennya ngga ke #TransmartCarrefour sih, jadi mahal deh. Coba belinya ke aku, dijamin ngga bakal keluar anggaran sampai segitu banyak kok hihihihi,” tulis admin @transmart_IND diakhiri emoji tertawa.

Dalam postingan tersebut, sang admin pun menuliskan sejumlah tagar, yakni #aibon, #AibonMemanggil dan #MendagriSisirAnggaran.

Tagar tersebut diminta agar Menteri Dalam negeri Tito Karnavian dapat memeriksa Pemerintah provinsi DKI Jakarta terkait melambungnya anggaran.

“Yoi gaiz, pastinya dong. #AibonMemanggil,” balas admin PT Bank Mega lewat akun @BankMegaID

Postingan kedua perusahaan yang diketahui miliki Chairul Tanjung itu dinilai warga net mirip seorang buzzer lawan politik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Keduanya dinilai sebagai kecebong atau barisan pendukung Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo ataupun Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.

Para pendukung Anies pun meramaikan lini masa media sosial dengan tagar #TransmartBankMegaNyebong hingga menjadi trending topic Indonesia pada hari ini, Kamis (31/10/2019).

Tercatat ada sebanyak 10.800 kicauan yang menyertakan tagar #TransmartBankMegaNyebong hingga pukul 10.00 WIB.

Ramainya tagar tersebut menarik seluruh perhatian warga net.

Cemooh hingga makian dituliskan mereka kepada Transmart Carrefour maupun Bank Mega, walaupun diketahui postingan nyinyir telah dihapus admin @transmart_IND dalam lini masanya.

“Kedua Admin ini, @Transmart_IND dan @BankMegaID Bersahut2an membully Anggaran di @DKIJakarta. Tanpa keterangan,menghapus tuit2nya. Kini kita paham,Mereka gak suka dgn Gubernur DKI @aniesbaswedan. Hari ini tagar #TransmartBankMegaNyebong Sudah naik ke TT (Trending Topic) Indonesia,” tulis @MT_Reborn.

Sementara, Hisyam Mochtar lewat akun @HisyamMochtar mengaku tidak percaya dengan Transmart Carrefour maupun Bank Mega.

Sebab dirinya bukan merupakan nasabah Bank Mega, sedangkan urusan belanja kebutuhan sehari-hari lebih dipilihnya untuk berbelanja di warung dekat rumah.

“Alhamdulillah, bukan nasabah Bank Mega. Dan urusan belanja untuk kebutuhan sehari2 mending ke warung sebelah. Mahalan dikit gak masalah, toh kalo kita lagi kesusahan mereka juga yang datang…,” tulisnya diakhiri tagar #TransmartBankMegaNyebong

DINAS Pendidikan DKI Jakarta memastikan tidak ada alokasi anggaran sebesar Rp 82,8 miliar untuk pembelian lem Aibon.

Ada pun lem Aibon itu diusulkan oleh Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat.

“Kalau terkait dengan anggaran Aibon, saya sudah coba sisir,” kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Syaefullah, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (30/10/2019).

“Insyaallah tidak ada anggaran Aibon sebesar Rp 82,8 miliar tersebut,” imbuhnya.

Menurut dia, belanja alat tulis kantor (ATK) yang di dalamnya ada komponen pembelian lem Aibon itu, sebenarnya hanya Rp 22 miliar.

Karena itu, dia mengklarifikasi adanya usulan anggaran untuk pembelian lem aibon sebesar Rp 82,8 miliar.

“Artinya pada saat penyusunan anggaran dilakukan secara detail di sekolah, mudah-mudahan komponen lem aibon itu tidak ada.”

“Dan kami melakukan penyesuaian dengan kebutuhan.”

“Kemudian data untuk melakukan penyesuaiannya juga sudah ada sesuai dengan hasil input data di masing-masing sekolah,” tambahnya.

Syaefullah mengatakan, total anggaran untuk Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat dalam jangka waktu setahun sekitar Rp 175,242 miliar.

Dana sebanyak ini untuk sekitar 200 sekolah yang berada di bawah naungan Sudin Pendidikan wilayah 1 Jakarta Barat.

“Anggaran itu terdiri dari 23 rekening, yang pertama adalah belanja air Rp 929 juta, belanja alat kebersihan Rp 2,7 miliar, kemudian alat laboratorium berkisar Rp 1,3 miliar,” bebernya.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga menolak dianggap salah input terkait pembelian lem Aibon senilai Rp 82,8 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat.

Pihak dinas mengaku, data yang diajukan Sudin Pendidikan Jakarta itu sifatnya sementara, artinya akan disesuaikan kembali, mengacu pada pusat data dan informasi milik Dinas Pendidikan DKI.

“Bukan salah input, tapi memang yang ada di komponen itu adalah baru sementara.”

“Yang akan kami sesuaikan dengan komponen berdasarkan hasil input di masing-masing sekolah,” kata Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Syaefulloh Hidayat, Rabu (30/10/2019).

Menurut dia, proses penginputan data yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan sangat berbeda dengan dinas atau badan lain.

Kata dia, yang menginput data kebutuhan sekolah ada para guru atau tenaga tata usaha (TU) yang ada di sekolah.

Sementara, jumlah sekolah itu sendiri mencapai 2.100 unit di DKI. Artinya, dinas memerlukan waktu yang lebih lapang lagi untuk menginput data kebutuhan anggaran.

“Ini data sementara dan nanti akan disesuaikan dengan data hasil input dari sekolah.”

“Kalau SKPD kan hanya 700 nih, jadi lebih cepat, sedangkan sekolah ada 2.100 sekolah yang input,” terangnya.

“Kalau SKPD kan para Kasubag Keuangannya yang input, sedangkan sekolah yang input pihak guru atau kepala sekolah. Karena itu memang dibutuhkan waktu,” jelasnya.

Meski demikian, kata dia, bukan berarti pembelian lem Aibon tidak dianggarkan pemerintah.

Bisa saja pembelian lem dilakukan karena bagian dari komponen belanja ATK.

“Saya tidak bilang tidak ada, tapi kalaupun ada angkanya tidak sebesar itu (Rp 82,8 miliar),” ucapnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lantas memaparkan rancangan KUA PPAS serta Rancangan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun anggaran 2020.

Paparan Anies Baswedan dipublikasikan Dinas Komunikasi dan Informatika DKI Jakarta, lewat video yang diunggah di channel YouTube Pemprov DKI Jakarta, Selasa (29/10/2019).

Dalam paparan di Balai Kota DKI Jakarta pada 23 Oktober 2019, Anies Baswedan menjabarkan ada 12 usulan pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dalam KUA PPAS 2020 yang dianggap tidak lazim.

Rinciannya:

– Pulpen: Rp 635 miliar;

– Tinta printer: Rp 407,1 miliar;

– Kertas ukuran F4, A4, dan Folio: Rp 213,3 miliar;

– Buku folio: Rp 79,1 miliar;

– Pita printer: Rp 43,2 miliar;

– Balliner: Rp 39,7 miliar;

– Kalkulator: Rp 31,7 miliar;

– Penghapus cair: Rp 31,6 miliar;

– Rotring: Rp 15,6 miliar;

– Laser pointer: Rp 5,9 miliar;

– Film image: Rp 5,2 miliar;

– Stabilo: Rp 3,7 miliar.

Jumlah pengajuan anggaran pengadaan ATK tersebut meningkat signifikan dari semula Rp 349,5 miliar pada 2019, menjadi Rp 1,654 triliun pada 2020.

Sedangkan belanja Sarana Teknologi Informasi yang semula Rp 60 miliar pada 2019, menjadi Rp 67,4 miliar pada 2020.

“Abrakadabra enggak itu? Bagaimana kita menjelaskannya, belanja alat tulis kantor dari Rp 349,5 miliar jadi Rp 1,654 triliun?”

“Sekarang pertanyaan saya, who gets what, where, when, how much? Ayo coba jelasin. Ini namanya self humiliation, ini namanya mempermalukan diri sendiri,” tegas Anies Baswedan.

Anies Baswedan lantas menunjukkan jumlah anggaran yang membengkak, mulai dari yang terendah, yaitu:

– Sudin Pendidikan 1 Jakarta Pusat sebesar 250 persen, dari semula Rp 12,3 miliar menjadi Rp 43 miliar;

– Sudin Pendidikan 1 Jakarta Utara sebesar 330 persen, dari semula Rp 17,3 miliar menjadi Rp 74,8 miliar;

– Sudin Pendidikan 2 Jakarta Barat sebesar 352 persen, dari semula Rp 22,8 miliar menjadi Rp 103,5 miliar;

– Sudin Pendidikan 1 Jakarta Pusat sebesar 420 persen, dari semula Rp 25,7 miliar menjadi Rp 134,1 miliar;

– Sudin Pendidikan 2 Jakarta Utara sebesar 596 persen, dari semula Rp 19,5 miliar menjadi Rp 136,3 miliar;

– Sudin Pendidikan 2 Jakarta Selatan sebesar 677,4 persen, dari semula Rp 25,9 miliar menjadi Rp 201,9 miliar;

– Sudin Pendidikan 1 Jakarta Selatan sebesar 756 persen, dari semula Rp 23,6 miliar menjadi Rp 202 miliar;

– Sudin Pendidikan 1 Jakarta Timur sebesar 603 persen, dari semula Rp 43 miliar menjadi Rp 303,2 miliar;

– Dan yang tertinggi adalah Sudin Pendidikan 2 Jakarta Timur sebesar 836,8 persen, dari semula Rp 35,9 miliar menjadi Rp 337 miliar.

“Ini baru belanja alat-alat kantor, ini baru dikumpulkan dari anggaran yang naiknya di atas Rp 1 miliar ya.”

“Bapak ibu sekalian, your out, out. Karena kita tidak bisa menjelaskan kepada diri sendiri, tidak bisa menjelaskan kepada publik, apalagi Tuhan yang Maha Kuasa. Tidak bisa,” tegasnya.

Dirinya kemudian menganalogikan pengadaan yang menurutnya sangat berlebihan dengan menunjukkan tiga buah laser pointer yang dipegangnya.

“Saya punya laser pointer tiga, di tempat yang sama, tiga, masih mau belanja lagi?”

“Di mana-mana ada ini, betul tidak bapak-ibu sekalian? Ini baru di ruangan ini, belum lagi yang ada di kantong-kantong kita semua.”

Stop doing this, berhenti mengerjakan ini semua,” perintah Anies Baswedan.

Jadi saat ini memang Anies, kata Tony bahwa kalau standarnya kamera dan media, Anies memang kurang beruntung. Di banyak event, Anies tak diliput media. Tepatnya, tak boleh banyak diliput oleh media. Kenapa begitu? Apa salah Anies? Salah satu kesalahan Anies terbesar adalah karena di Pilgub DKI Anies mengalahkan Ahok. Begitu kata Jaya Suprana. Kesalahan kedua, Anies menutup reklamasi dan sejumlah proyek besar di DKI. Itu sama saja menutup aliran rizki bagi banyak pihak, termasuk sejumlah partai dan elit politik. Ketiga, Anies berpeluang besar jadi presiden 2024. Jika ini terjadi, berapa banyak lagi proyek-proyek “gelap” (melanggar hukum) itu tersumbat. Karena itu, laju Anies ke 2024 harus dihentikan.

Lihat peristiwa pelantikan presiden-wakil presiden. Sebagai gubernur Ibu Kota, Anies ditaruh di kursi paling belakang. Nyaris tak terlihat oleh tamu lain, apalagi media. Kasus seperti ini juga pernah terjadi sebelumnya saat penyerahan piala presiden untuk Persija di GBK. Ketika dikonfirmasi, Anies dengan senyum menjawab: ah, biasa saja, katanya.

Terkait liputan media, bisa dibandingkan dengan Jokowi. Lipat lengan baju, masuk gorong-gorong dan momong cucu ramai diliput media. Begitu juga dengan Ahok. Marahnya aja media demen, apalagi makiannya. Inilah bedanya antara prestise dengan prestasi.

Beruntung ada media sosial (medsos). Inilah jalur dimana Anies tetap mendapatkan ruang untuk dikenali program kerja dan capaian prestasinya. Tokoh yang dipanggil dengan sebutan “Gubernur Indonesia” ini tetap ramai terpantau dan dibicarakan di media sosial. Sesekali di media online. Terutama ketika sedang ada bullyan.

Intinya, Anies akan selalu dilihat sebagai ancaman. Karena itu, pertama, gubernur DKI ini akan selalu dicari kesalahannya. Kedua, ada upaya terus menerus untuk melakukan black campaign terhadap Anies. Tujuannya? Untuk mengganggu kebijakan Anies terutama terkait dengan proyek-proyek oligarki. Ketiga, Anies akan selalu dihambat popularitas dan prestasinya. Ini penting dilakukan untuk menghadang Anies melaju ke 2024.

Situasi seperti ini akan dikembalikan kepada rakyat. Apakah anak bangsa yang potensial seperti Anies ini akan dibiarkan sendirian menghadapi komplotan orang-orang yang selama ini merampok kekayaan tanah air? Tentu tidak! Harus dibela. Ini tidak hanya berlaku buat Anies. Tapi mesti berlaku untuk semua anak bangsa yang berintegritas, berkapasitas dan berpeluang memimpin dan memperbaiki nagara barnama Indonesia ini.

Nah kenapa juga Bank Mega, Transmart kini ikutan hajar soal dan Aibon Anies?

TIM Redaksi JAKARTASATU – dbs