OLEH: Rizal Bawazier, Pengusaha dan Pemerhati Sosial
Pada tulisan sebelumnya, penyelesaikan masalah DKI adalah bukan kita hanya bertumpu pada Pemerintah Daerah DKI, tetapi semua unsur masyarakat DKI Jakarta juga harus sama-sama menjadi “ro’in” atau “pengembala/pemimpin” yang punya hati.
“Setiap kamu adalah pengembala/pemimpin dan setiap kamu bertanggung-jawab atas apa yang kamu gembalakan/pimpin”.
Pada kesempatan ini, mengenai masalah tenaga kerja dan DKI Jakarta bisa menjadi tempat tujuan pariwisata asing.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, pada Februari 2019 TPT Provinsi DKI Jakarta sebesar 5,13%, tetapi naik lagi menjadi 5,28% pada Agustus 2019. Jika dilihat dari kelompok umurnya, pengangguran terbanyak atau tertinggi ada di masyarakat muda dengan usai 15-24 tahun. DKI Jakarta masuk dalam urutan ke-7 dari 10 provinsi untuk jumlah pengangguran terbanyak hingga Agustus 2019.
Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi satu kejadian yang tidak diinginkan oleh pemberi kerja dan karyawan. Kalau bisa dihindari, hindari adanya PHK. Untuk itu warga DKI Jakarta sebagai karyawan yang telah diberi kesempatan untuk bekerja bertanggung-jawab untuk memanfaatkan kesempatan tersebut, jangan lupa sulitnya untuk mencari pekerjaan, bekerja sebaik-baiknya. Pemberi kerja bertanggung-jawab untuk mempekerjakan karyawannya dengan sebaiknya-baiknya. Semuanya harus sinergi, tidak akan berhasil jika satu sama lain saling mau menang sendiri, saling tuntut menuntut.
Skills Development Center (SDC) adalah salah satu cara untuk mengurangi pengangguran untuk meningkatkan kompetensi SDM, menekan angka pengangguran dengan cara mengidentifikasi kebutuhan industri, mengembangkan program pelatihan dan pemagangan, serta memfasilitasi sertifikasi dan penempatan tenaga kerja. Ini adalah tanggung jawab Pemerintah DKI Jakarta untuk mengurangi pengangguran dan menghindari adanya PHK jika karyawan memiliki kompetensi sesuai dengan kemauan Pemberi Kerja. SDC harus melibatkan unsur akademis, dunia industri dan Pemerintah DKI Jakarta. Gerak cepat untuk menurunkan penganguran di DKI Jakarta harus segera dilakukan.
Urutan ke-7 terbanyak tingkat pengangguran dari seluruh provinsi di Indonesia bukan urutan yang “sudah cukup baik”!. Langkah-langkah yang konkrit ditunggu untuk dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta.
DKI Jakarta menjadi tempat pariwisata. Kalau kita melihat wajah DKI Jakarta khususnya didaerah Jalan Sudirman-Thamrin sebagai pusatnya dari DKI Jakarta saat ini telah banyak perubahan. DKI Jakarta saat ini memiliki 216 destinasi/tempat tujuan wisata. Tetapi mengapa DKI Jakarta belum bisa menjadi tempat tujuan wisatawan asing seperti kota-kota lain di luar negeri. Apa salahnya? segala upaya dan kerja keras telah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke DKI Jakarta. Dari sebanyak 268.258 wisatawan selama Juli 2019 turun menjadi 212.912 pada September 2019. Lima negara masih mendominasi kunjungan, yakni Cina, Malaysia, Jepang, Singapura dan Korea Selatan, menurut BPS.
Sederhananya seperti ini, kebanyakan orang kalau mau masuk ke suatu tempat/rumah, pasti sebelum buka pintu dia lihat dulu sekelilingnya, jadi masuk atau tidak jadi masuk. Andaikan jadi masuk, dilihat-dilihat nyaman atau tidak, jika tidak nyaman maka inginnya cepat-cepat pulang. Yang dikhawatirkan jika orang tersebut bilang-bilang ke temannya atau orang lain untuk jangan masuk ke tempat/rumah itu karena tidak nyaman. Sesederhana ini sebenarnya alasannya.
Pintu DKI Jakarta khususnya untuk wisatawan asing adalah melalui Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma. Setelah masuk ke DKI Jakarta, lalu perjalanan ke hotel/tempat tinggal wisatawan asing.
Kalau dari pintu masuk dan perjalanan ke hotel saja “tidak nyaman”, macet, sudah pasti pupus semua tujuan bisa menjadikan DKI Jakarta menjadi tempat wisatawan asing. Ini adalah tanggung-jawab Pemerintah DKI Jakarta untuk melihat ini atau mencari solusinya. Pintu masuk dan sekeliling sebelum masuk kedalam!.
Lalu selanjutnya bagian dalam dari DKI Jakarta, Pemerintah DKI Jakarta bertanggung jawab untuk menetapkan dan mempromosikan lokasi-lokasi tertentu sebagai tempat yang menarik bagi wisatawan asing (bukan museum atau tempat kesenian).
Warga DKI Jakarta bertanggung-jawab untuk menyadari bahwa pentingnya DKI Jakarta menjadi suatu tempat kunjungan wisatawan asing sebagai salah satu sumber devisa negara. Dapat diketahui, saat ini pariwisata telah manjadi penyumbang devisi terbesar ketiga setelah kepala sawit dan batu bara.
Saat ini Pemerintah sedang mengoptimalkan 9 objek wisata, salah satunya adalah Jakarta. Tidak perlulah dengan cara yang telah dilakukan oleh provisi Bali. (***)