JAKARTASATU.COM – Setelah menuai protes dari serikat pekerja se-Jawa Barat atas terbitnya Surat Edaran (SE) Gubernur No. 561/75/Yanbangsos tanggal 21 November 2019 tentang Pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020, Gubernur Jawa Barat segera meneribitkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.983 Yanbangsos/2019 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 tertanggal 1 Desember 2019. Namun terbitnya SK tersebut mesih saja jadi ganjalan bagi para buruh di Jawa Barat.

Sebagai upaya menuntut haknya ribuan pekerja dari 16 Serikat Pejerja se Jawa Barat, Senin (2/12/2019) melakukan unjuk rasa di depan Gedung Sate Jalan Diponegoro Bandung. Mereka menuntut pada Ridwal Kamil Gubernur Jawa Barat agar berpihak pada kaum buruh, bukan pada pengusaha dengan meninjau ulang Surat Keputusan Gubernur yang telah diterbitkan.

Ajat Sudrajat koordinotor aksi dari SBSI 92 Jawa Barat menyayangkan beberapa poin yang tertera pada SK UMK. Pihaknya menuntut adanya penghapusan butir-butir SK UMK yang dinilai merugikan para pekerja.

Berikut isi SK Gubernur Jawa Barat tentang UMK tertanggal 1 Desember 2019.

Pertama, mencabut dan menyatakan tidak berlaku Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat Nomor 561/75/Yanbangsos tanggal 21 November 2019 tentang Pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020.

Kedua, UMK di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 dengan besaran sebagai berikut;

1. Kabupaten Karawang (Rp4.594.324)
2. Kota Bekasi (Rp4.589.708)
3. Kabupaten Bekasi (Rp4.498.961)
4. Kota Depok (Rp4.202.105)
5. Kota Bogor (Rp4.169.806).
6. Kabupaten Bogor (Rp4.083.670)
7. Kabupaten Purwakarta (Rp4.039.067)
8. Kota Bandung (Rp3.623.778)
9. Kabupaten Bandung Barat (Rp3.145.427)
10. Kabupaten Sumedang (Rp3.139.275)
11. Kabupaten Bandung (Rp3.139.275)
12. Kota Cimahi (Rp3.139.274)
13. Kabupaten Sukabumi (Rp3.028.531)
14. Kabupaten Subang (Rp2.965.468).
15. Kabupaten Kabupaten Cianjur (Rp2.534.798)
16. Kota Sukabumi (Rp2.530.182)
17. Kabupaten Indramayu (Rp2.297.931)
18. Kota Tasikmalaya (Rp2.264.093)
19. Kabupaten Tasikmalaya (Rp2.251.787)
20. Kota Cirebon (Rp2.219.487)
21. Kabupaten Cirebon (Rp2.196.416)
22. Kabupaten Garut (Rp1.961.085)
23. Kabupaten Majalengka (Rp1.944.166)
24. Kabupaten Kuningan (Rp1.882.642)
25. Kabupaten Ciamis (Rp1.880.654)
26. Kabupaten Pangandaran (Rp1.860.591)
27. Kota Banjar (Rp1.831.884)

Ketiga, UMK mulai dibayarkan pada 1 Januari 2020.

Keempat, pengusaha yang telah membayar upah lebih tinggi dari ketentuan UMK, dilarang mengurangi dan atau menurunkan upah pekerjanya, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kelima, UMK hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun.

Keenam, pengusaha menyusun dan memberlakukan struktur dan skala upah dalam menentukan besaran nilai upah yang dibayarkan untuk pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun.

Ketujuh, dalam hal pengusaha tidak mampu membayar UMK, maka dapat mengajukan penangguhan UMK kepada Gubernur Jabar melalui Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Provinsi Jabar paling lambat 20 Desember 2019, dengan ketentuan:

a. Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian, pengusaha yang bersangkutan tetap membayar upah yang biasa diterima pekerja.

b. Dalam hal permohonan penangguhan ditolak, pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja paling kurang sebesar UMK Tahun 2020 mulai 1 Januari 2020.

c. Dalam hal permohonan penangguhan disetujui, pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja sesuai besaran yang tercantum dalam persetujuan penangguhan UMK Tahun 2020 yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur Jabar, dan;

d. Dalam hal pengusaha termasuk industri padat karya tidak mampu membayar UMK, pengusaha dapat melakukan perundingan Bipartit bersama pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh di tingkat perusahaan dalam menentukan besaran upah, dengan perseutujuan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemeritah Daerah Jawa Barat.

Kedelapan, pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan UMK Tahun 2020 dan penangguhan UMK Tahun 2020 dilakukan Gubernur Jabar dan Bupati/Wali Kota seusai dengan kewenangan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

“Kami minta SK Gubernur Jabar yang telah ditertibkan pada tanggal 1 Desember, terdapat poin yang mengganjal di poin 7 Huruf D, supaya dihapuskan,” tuntut Ajat ketika ditemui saat menunggu kedatangan para pekerja yang turut aksi di depan Gedung Sate Bandung.*(HER) -Biro Jabar