JAKARTASATU.COM – Tradisi Pencak Silat Indonesia telah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO pada sidang komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO, 12 Desember 2019 pukul 09.59 waktu Bogota, Kolombia atau 21.59 WIB, Kamis (12/12/2019).
Meskipun lebih dikenal sebagai seni bela diri Pencak Silat adalah tradisi Indonesia yang telah ditransmisikan selama beberapa generasi, yang mencakup banyak aspek: mental dan spiritual, pertahanan diri dan estetika. Gerakan dan gaya Pencak Silat mencerminkan kekuatan artistik dan membutuhkan keharmonisan fisik dengan musik yang menyertainya. Kedua istilah tersebut menggambarkan sekelompok seni bela diri dengan banyak kesamaan, meskipun masing-masing daerah memiliki kekhasan masing-masing. Praktisi Pencak Silat diajarkan untuk mempertahankan hubungan mereka dengan Tuhan, manusia dan alam, dan dilatih dalam berbagai teknik untuk membela diri mereka sendiri dan orang lain.
Pencak Silat dibentuk dari dua kata, yaitu pencak dan silat. Istilah “pencak” lebih dikenal di Jawa, sedangkan istilah “silat” atau “silek” lebih dikenal di Sumatera Barat, untuk menggambarkan kelompok seni bela diri yang memiliki banyak kesamaan. Selain menggunakan istilah lokal, setiap wilayah memiliki gerakan, gaya, musik pengiring, dan peralatan pendukung unik masing-masing.
Bergerak dan gaya dalam Pencak Silat sangat dipengaruhi oleh berbagai elemen seni. Gerakan dan gaya ini merupakan satu kesatuan dari gerakan tubuh (wiraga), gerakan perasaan (wirasa), dan gerakan yang pas dengan iringan musik (wirama). Peralatan pendukung untuk Pencak Silat termasuk kostum, alat musik, dan senjata tradisional.
Praktisi Pencak Silat diajarkan untuk menjaga hubungan mereka dengan Tuhan, manusia, dan alam. Praktisi-praktisi ini juga dilatih dalam berbagai teknik untuk menghadapi serangan atau situasi berbahaya lainnya berdasarkan pada prinsip-prinsip untuk melindungi dirinya sendiri serta orang lain, menghindari melukai pelaku, dan membangun persahabatan.
Pencak Silat sering dilakukan selama berbagai upacara ritual dan perayaan. Pria dan wanita dari segala usia, serta orang cacat, semuanya dapat berlatih Pencak Silat. Mereka biasanya akan belajar di sekolah Pencak Silat atau sekolah akademik dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Fungsi sosial Pencak Silat adalah untuk memperkuat persahabatan di antara anggota sekolah dan di antara sekolah-sekolah, menjaga ketertiban sosial, dan menyediakan hiburan untuk upacara ritual. Fungsi lainnya adalah penggunaannya dalam penyembuhan masalah otot dan tulang.
Dalam fungsinya untuk memperkuat persahabatan sambil memberikan hiburan untuk upacara ritual, peran Pencak Silat ditampilkan dalam upacara Jagongan Pencak di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, dan Manten Pegon di Jawa Timur. Dalam fungsinya untuk menjaga ketertiban sosial, peran Pencak Silat digambarkan dalam tradisi Parik Pagar Nagari, di mana keahlian Pencak Silat digunakan untuk melindungi desa.
Arti budaya Pencak Silat, yang terkait erat dengan identitas pribadi masing-masing sekolah dan setiap anggotanya, bervariasi di antara masyarakat. Pilihan iringan, termasuk alat musik, jenis musik, cerita, dll, serta pilihan kostum sangat penting dalam mengembangkan identitas pribadi yang disebutkan di atas.
Makna budaya juga disampaikan dalam tradisi lisan dan ekspresi masing-masing sekolah. Sebagian besar ungkapan yang diajarkan di sekolah menyampaikan pesan moral dalam bahasa lokal berdasarkan nilai-nilai mereka. Upacara ritual tertentu menghadirkan serangkaian makna budaya, seperti upacara Palang Pintu dalam budaya Betawi, di mana laki-laki harus berjuang untuk cinta mereka, melindungi keluarga mereka, beradaptasi dengan keluarga pasangan mereka, sambil menunjukkan kemampuan mereka dalam menyediakan kebutuhan mereka. keluarga. Upacara serupa seperti Parebut Seeng dan Begalan dapat ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah.| HER-Biro Jabar (Sumber WBtb Indonesia)