Majalah JAKARTASATU Cover utama Jiwasraya/ilustrasi

by M Rizal Fadillah

Hari pertama tahun baru 2020 memilukan dengan peristiwa banjir di beberapa bagian daerah di Jakarta, Banten, Jawa Barat dan lainnya. Beberapa ruas jalan tol tenggelam, begitu juga dengan sawah, mobil, rumah ikut tenggelam. Evakuasi dilakukan untuk menyelamatkan jiwa meski ada juga jiwa yang tak tertolong.

Berita banjir yang menghebohkan nyaris menenggelamkan berita lain, termasuk berita ramai sebelumnya yakni soal skandal Jiwasraya yang gagal bayar.
Misteri yang dikandungnya cukup seram. Ada hantu cina yang melompat kesana kemari, ada pocong pribumi yang bisa lari ke luar negeri, ada juga tuyul tukang mencuri untuk majikannya yang sedang berkompetisi.
Ini memang cerita tentang dunia lain dari makhluk tak berjiwa.

Kasus Jiwasraya tak boleh tenggelam sebab menyangkut uang masyarakat yang harus dikembalikan, uang rakyat yang mesti diselamatkan, serta para perampok yang harus dihukum.

Ada tiga hal alasan mengapa kasus Jiwasraya harus tetap hidup, tetap berjiwa dan berproses hukum.

Pertama, sudah terlalu banyak kasus yang berhubungan dengan penguasa itu tenggelam. Yang “ringan” percobaan pembunuhan Menkopolhukam yang terang benderang lalu hilang. BLBI di masa Megawati kemana itu duit korupsi dibawa pergi. Century ikut tenggelam dengan semakin redupnya SBY. Sri Mulyani tetap dipuji puji. Nah jika saja Jiwasraya nya Jokowi juga tenggelam maka berhentilah kita menyanyikan lagu “hiduuplah Indonesia Raya..”
Realitanya Indonesia telah dimatikan.

Kedua, dana Jiwasraya diisukan diembat untuk Pilpres yang juga disinyalir curang. Melalui proses hukum maka terbuka kesempatan untuk membuktikan ketidakbenaran isu. Sebaliknya jika menjadi “case closed” maka logika terbalik akan berkonklusi bahwa penyalahgunaan dana Jiwasraya untuk kecurangan Pilpres memang benar adanya.

Ketiga, jika Jiwasraya tenggelam maka bangsa Indonesia telah mempermalukan dirinya sendiri di mata dunia. 470 korban adalah warga Korea Selatan. Malaysia dan Belanda ada juga. Sebagian mereka curhat di depan anggota DPR RI. Mereka akan “bernyanyi duka” kemana mana. Indonesia akan terus tercoreng moreng. Predikat bangsa maling akan dilekatkan. Jiwasraya adalah perusahaan “Negara” bukan perusahaan “gorengan”.

Banjir boleh menenggelamkan dan itu tetap harus diatasi serius. Tapi Jiwasraya tidak boleh ikut tenggelam, tetap harus diselamatkan, dievakuasi.
Jangan biarkan buaya, ular, atau ikan piranha menghabisinya. Birokrat dan politisi kita tentu bukan kanibalis. Atau memang iya ?

*) Pemerhati Politik

Bandung, 3 Januari 2020