"Holy Grail" Buku kuno berusia 600 tahun yang jadi dalih China sebagai pemilik kawasan Laut China Selatan.

JAKARTASATU.COM – Diklaim telah ditulis dengan tangan sebelum lebih dari 600 tahun yang silam, buku kuno yang dijuluki “Holy Grail” ini telah menjadi dalih bagi China sebagai pemilik hampir seluruh kawasan Laut China Selatan yang kini disengketakan banyak negara.

Buku yang sudah menjadi warisan turun-temurun bagi para nelayan China sejak ditulis ditulis tersebut sebenarnya merupakan panduan navigasi tradisional yang dikenal sebagai “genglubu”.

Dituliskan di buku tersebut tentang petunjuk navigasi untuk ke kepulauan Spartly di Laut China Selatan yang diklaim China dengan nama Kepulauan Nansha dan Huangyan. Namun repotnya, oleh Filipina dan Taiwan kepulauan tersebut juga diklaim dengan nama Scarborough Shoal.

”Buku ini tidak mudah untuk dipahami atau diuraikan, karena menggunakan kata-kata kuno dan ungkapan kuno untuk petunjuk. Tapi begitu kode terpecahkan, akurasinya perlu dipertanyakan,” tulis China Daily yang mengulas tentang buku kuno tersebut beberapa waktu lampau, Kamis (23/6/2016).

Saat ini yang menjadi pemilik buku kuno itu adalah seorang pensiunan nelayan berusia 81 tahun bernama Su Chengfen. Su mengaku kepada media pemerintah China bahwa dia mewarisi buku kuno itu dari ayahnya ketika dirinya menjadi kapten kapal pada usia 23 tahun. Su juga mengatakan ayahnya diberi buku tersebut oleh kakeknya.

”Saya mengandalkan itu selama bertahun-tahun sampai saya punya peta modern dari Laut China Selatan pada tahun 1985,” ujarnya.

Berdasar ulasan yang dilakukan media-media di China, sebernarnya ada sekitar 1.000 “genglubu” yang beredar di masyarakat. Namun akademisi memperkirakan sekarang hanya ada sekitar selusin yang masih ada. Diantara sejumlah kecil buku itu, buku “Holy Grail” milik Su inilah yang dianggap sebagai yang paling rinci dan penting.

Direktur Institut China untuk Strategi Pembangunan Kelautan, Gao Zhiguo, yang jadi ahli di Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut, menyebut buku kuno tersebut sebagai ”bukti besi berlapis”.

”Kami dapat menyimpulkan hak bersejarah China untuk memancing dan berlayar di Laut China Selatan, serta (hak) berdaulat. Salah satu buku tentang genglubu mengalahkan seribu kata,” ujarnya.

Mungkinkah untuk melawan klaim pemerintahan China bermodal buku kuno 600 tahun tersebut, Indonesia mengajukan prasasti-prasasti sejarah peninggalan era Majapahit dan Sriwijaya? |WAW-JAKSAT