Presiden Jokowi memantau pembangunan infrastruktur yang dikebut pemerintahannya /IST

OLEH: Pradipa Yoedhanegara, Pengamat politik

Banjir yang merupakan musibah dan bencana alam, yang terjadi diawal tahun 2020 digoreng sedemikian rupa di banyak media sosial maupun media massa, seolah banjir merupakan kesalahan dari kebijakan seorang Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.

Tidak tanggung-tanggung DPP sebuah OKP langsung menembak karena kebijakan pencabutan, “Normalisasi Sungai” dihentikan oleh Pemda DKI menyebab banjir di ibukota. Padahal banjir yang terjadi hampir di semua daerah, namun yang menjadi sorotan hanyalah banjir di ibukota.Tanpa memperhitungkan jumlah curah hujan yang tinggi dari hulu hingga hilir, serta tingginya permukaan laut, banyak pihak yang langsung nyinyir dan berteriak banjir dari mulai Lebak, Banten, Tol Cipali, Bandung dan semua yang terkena imbas banjir disebabkan oleh Gubernur Anies Rasyid Baswedan.

BMKG memang sebelumnya sudah memprediksi akan tingginya curah hujan yang terekstrem, sejak tahun 1996, yang diiringi tingginya permukaan laut. Hujan yang begitu ekstrem terjadi bukanlah berada pada kendali Anies sang gubernur, melainkan menjadi kendali Sang Khaliq.

Anies sebagai gubernur sudah bekerja dengan baik, dengan membuat banyak resapan air di ibukota Jakarta. Selain itu, penanganan terhadap korban akibat dan terdampak banjir di ibukota sudah sangat cepat, karena Pemda DKI bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa dan harta benda.

Disasarnya kebijakan Anies yang menyebabkan banjir di ibukota Jakarta, merupakan langkah bunuh diri massal dan salah alamat dari sejumlah netizen maupun aktivis pendukung tuan Presiden Jokowi.

Karena banyak sekali kebijakan infrastruktur yang datang bukan dari Pemda DKI ataupun bukan merupakan program Gubernur Anies.

Wacana penghapusan IMB, proyek kereta api cepat, pembangunan jalan tol, dan seabreg kebijakan infrastruktur rezim Jokowi yang berdampak pada masifnya banjir di mana-mana tidak sekalipun dikritisi oleh netizen maupun aktivis pendukung rezim, yang terkesan punya hobi dan dendam hanya kepada Gubernur Anies akibat kekalahan Ahok di masa lampau.

Di ibukota Jakarta, hampir semua gedung yang ingin memiliki IMB wajib memiliki amdallalin yaitu analisa mengenai dampak lingkungan dan lalu lintas dan ini berlaku untuk seluruh proyek Pemda DKI maupun swasta yang ada di bawah hukum pemprov DKI Jakarta.

Lalu, bagaimana dengan kebijakan pemerintah pusat yang banyak sekali mengabaikan izin AMDAL, yang notabene hanya untuk mengejar dana investasi pembangunan dari pihak investor China dan investor lainnya dengan langkah mengabaikan hak-hak warga negara lainnya. Yang penting pembangunan berjalan masif di sana-sini.

Banjir yang terjadi diawal tahun 2020 ini, seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak dan para stakeholder pemangku kebijakan negeri. Agar menjadikan banjir ini sebagai alat untuk memperbaiki kebijakan infrastruktur yang salah kaprah di masa mendatang, karena akan berdampak pada ekosistem dan kerusakan bagi rakyat.

Kepada pihak-pihak yang menyudutkan Gubernur Anirs sebaiknya berkaca diri, karena banjir yang terjadi hampir di semua wilayah yang bukan merupakan produk kebijakan Gubernur Anies.

Sebaiknya pihak yang nyinyir terhadap Gubernur Indonesia Anies Rasyid Baswedan menagih janji kepada pemimpin yang pernah berujar, “macet dan banjir sangat mudah diatasi apabila yang bersangkutan menjadi Presiden”.

Sebagai pesan penutup, ketimbang menjadi nyinyir terhadap Gubernur Anies, sebaiknya netizen maupun aktivis pembenci Anies membantu warga yang terkena banjir maupun yang terdampak banjir, karena nyinyir dan dendam bukanlah menjadi pelajaran yang baik bagi bangsa ini sebagai pembuka awal tahun yang baik.(*)