Kepada Yth
Dewan Direksi Pertamina
Seperti diketahui kalayak ramai bahwa Bapak Presiden Jokowi pada rapat terbatas soal harga gas dikantor Istana Merdeka pada hari senin 6 Januari 2020 telah mengeluarkan pernyataan geram dengan penuh kekecewaan kepada pejabat di sektor Migas soal harga gas yang tetap mahal smp sekarang, padahal sudah berjalan 3 tahun lebih setelah Peraturan Presiden nmr 40 tahun 2016 ditanda tangani Presiden tentang harga gas untuk 7 kelompok industri bisa berkisar USD 6 per MMBTU, dan oleh karena tidak terealisasikan sampai saat ini soal harga gas yang ternyata tidak murah yang telah menyebabkan industri kita kalah bersaing dipasar bebas, oleh sebab itu Presiden memberikan solusi 3 opsi, pertama memberikan wacana untuk mengurangi jatah bagian negara USD 2,2 per MBTU setelah mendapat persetujuan menteri Keuangan dan kedua menetapkan DMO ( Domestik Market Obligation) prioritas kepada industri serta ketiga kepada industri diberikan hak boleh mengimport gas.
Menteri BUMN Erick Tohir berbicara dikutip banyak media pada hari minggu 5 Januari 2020 bahwa sekarang Pertamina lagi tender pengadaan minyak mentah dan BBM, tapi langsung ke produsen tanpa mengikutkan trader, karena bisa menghemat USD 5 perbarel.
Mengingat pada 26 Oktober 2015 disela kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika, Dirut Pertamina saat itu Dwi Sucipto saat itu telah melakukan tanda tangan kontrak pembelian LNG selama 20 tahun dengan skema pembelian mengacu harga indek bulanan Henry hub ditambah komponen tetap dari perusahaan Corpus Cristi Liquefaction yang merupakan anak usaha Cherniere Energy Texas Amerika, dan dimulai suplai LNG tersebut pada awal tahun 2019.
Adapun alasan Dwi Sucipto saat itu melakukan kontrak pembelian LNG untuk memenuhi kekurangan gas di Indonesia yang diproyeksikan terjadi pada mulai tahun 2019.
Pertanyaannya adalah sebagai berikut ;
1. Apakah Pertamina telah menerima realisasi kiriman LNG selama tahun 2019 sesuai kesepakatan dalam kontrak.
2. Apakah import LNG itu memang untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri ?
3. Karena kontraknya sudah berjalan hampir 1 tahun, informasi yg diperoleh bahwa LNG itu tidak jadi dipasok ke Indonesia karena surplus gas, maka 3. … maka pertanyaan lanjutannya adalah dikemanakan kargo LNG dari Corpus Cristie yg tetap harus diambil tsb? Apakah dijual atau di-swap dg produk lain, dan apakah itu menguntungkan Pertamina?
4. Apakah Pertamina dalam menentukan kebijakan kontrak jangka panjang pengadaan LNG kebutuhan dalam negeri itu sudah mempertimbangkan neraca gas nasional yang secara berkala diterbitkan oleh Kementerian ESDM ?, atau jangan jangan neraca gas itu diragukan akurasinya ?
5. Diluar kontrak pembelian (SPA) jangka panjang (20 tahun) dg nilai jumbo (USD 13 Milyar) dgn Cherniere Energy – USA tersebut, ternyata Pertamina juga telah terikat 3 kontrak pembelian jangka panjang lainnya yang juga bernilai jumbo, yaitu:
– Woodside Energy Ltd (Australia) melalui Woodside Energy Trading Pte Singapore 0,6 mtpa mulai dikirim 2022-2034 dan ditingkatkan menjadi 1,1 mtpa mulai 2024 hingga 2038. (kontrak 2017)
– Exxonmobil (USA) untuk pasokan LNG sebanyak 1 mtpa selama 20 tahun mulai 2025. (kontrak 2017)
– Anadarko Petroleum Corporation, LNG dari Mozambik LNG1 Company Pte Ltd, 1 mtpa mulai 2024 (20 tahun) (Kontrak 2019).
Bagaimana Direksi Pertamina menjelaskan hal ini?
6. Apakah benar pernyataan Menteri BUMN Erick Tohir bahwa kalau Pertamina beli langsung ke produsen itu bisa menghemat USD 5 sd 6 perbarelnya.
Kami sangat mengharapkan jawaban yang konkrit untuk meluruskan pemahaman yang simpang siur diruang publik, karena pada saat yang bersamaan telah terjadi disatu sisi Pertamina sedang melakukan import, namun disisi lain kami juga mendengar Pertamina lagi sedikit kesulitan mencari pembeli LNG milik Pertamina dan bagian negara yang berada di Terminal LNG Bontang.
Kami mengajukan pertanyaan ini berdasarkan UU nomor 8 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Terima kasih kami sampaikan atas perhatian dan kerjasamanya.
Jakarta 9 Januari 2020
Hormat kami,
Direktur Eksekutif CERI
Yusri Usman
Tembusan disampaikan kepada Yth
1. Bapak Kepala Staf Kepresidenan
2. Bapak Menteri ESDM
3. Bapak Menteri BUMN
4. Bapak Sekjen KESDM
5. Bapak Dirjen Migas KESDM
6. Bapak Kepala SKKMigas.
7. Bapak Dewan Komisaris Pertamina.