Aktivis Senior Agus Edy Santoso atau yang akrab dipanggil Agus Lenon meninggal dunia, Jumat (10/1) malam ini di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta/IST

OLEH: Iwan Samariansyah

Aku terharu. Orang baik itu sudah pergi. Dia selalu gelisah tentang suatu hal yang kurang beres. Salah satunya organisasi mahasiswa tempat dia pernah bergulat di dalamnya, HMI. Keberadaan dua HMI bikin dia muram.

Suatu ketika saat bertemu aku, dia mengkritik kawan-kawan HMI MPO, karena meski ada HMI MPO tetapi tidak ada KAHMI MPO dideklarasikan, dibuat dan diorganisir.

Malah para alumni HMI MPO bermesraan dengan para alumni HMI Dipo. Aktif di Kahmi dan melebur di organisasi alumni itu. Jadi presidium, jadi pengurus.

“Kayak tidak percaya diri saja,” ujarnya ketus.

“Bang,” aku sapa dia begitu. Sebab dia lebih senior. Sebab dia 10 tahun lebih tua dariku. “Bukankah itu bagus?”

“Ah apa bagusnya?”  ejeknya.

“Itu artinya persaingan dan permusuhan gagasan itu berhenti pada periode yang singkat saja. Di masa mahasiswa. Tidak dibawa mati, teman di atas segalanya.”

“Begitu ya?” ujarnya.

“Penyatuan kedua HMI haruslah berjalan alamiah Bang. Bukan alumni yang menentukan, tetapi mereka, adik-adik itu yang menentukan. Beri mereka kesempatan mencetak sejarah,” sergahku.

“Tetap saja kurang elok. Apalagi kan sama-sama sudah berasas Islam. Kenapa ndak bersatu saja?”

“Ya mungkin masih butuh waktu Bang. Kita tak tahu. Saya dulu punya kegelisahan yang sama kayak Abang,” ujarku menetralisir.

Kami sama-sama terdiam. Berusaha saling meresapi argumentasi kami. Lantas, ada teman nimbrung bicara soal lain. Dan perbincangan kami berakhir.

Agus Lennon memang tak banyak berkomentar lagi soal MPO setelah perbincangan singkat kami itu. Sesekali dia lontarkan itu lagi di WA group tempat kami bergabung. Mungkin dia punya harapan seperti Bang Dul, sebelum ajal menjemput ingin melihat kedua HMI akur, rukun dan bersatu lagi. Entahlah.

Yang jelas, di berbagai grup WA, kami sama-sama beroposisi terhadap rezim Jokowi. Mendiang Agus Lennon rajin memposting kritikannya pada rezim yang digelarinya badut-badut dungu itu. Aku cuma tertawa atau ngacungi jempol tiap dia komentar.

Diatas segalanya, Agus orang yang senang bergaul lintas ideologi. Dulu kukira dia orang kiri seperti sejumlah teman-temanku alumni Jogja. Ternyata bukan. Dia tetaplah Agus Lennon, penyuka lagu-lagu The Beatles, sama sepertiku.

Selamat jalan Abang.