Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan yanh dicopot karena memeras pelapor/IST

JAKARTASATU.COM – Boleh jadi Indonesia Police Watch (IPW) tertipu dan hanya klaim sepihak semata. Menyangka bahwa  Kasat Reskrim Polres Jaksel Polda Metro Jaya  Andi Sinjaya Ghalib dicopot dari jabatannya sebab laporan korban yang didukungnya, ternyata klaim itu salah.

Tak lama setelah klaim IPW dilontarkan, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus membantah bahwa mutasi terhadap AKBP Andi Sinjaya Ghalib adalah sanksi pencopotan jabatan.

Yusri menjelaskan bahwa baru bisa disebut sebagain sanksi pencopotan jabatan jika AKBP Andi Sinjaya Ghalib tidak mendapaatkan ganti jabatan apapun.

Ternyata faktanya, dalam surat telegram mutasi, AKBP Andi Sinjaya Ghalib tetap menerima jabatan sebagai Koorgadik SPN Polda Metro Jaya.

IPW bisa saya salah mengerti pasalnya, meski disebut bukan sanksi pencopotan, namun memang mutasi yang dilakukan Polri terhadap Andi cukup mengagetkan. Pasalnya Andi baru saja naik pangkat dari Komisaris Polisi (Kompol) menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) di akhir tahun 2019 kemarin.

Sayangnya  baru saja naik pangkat  Andi langsung diterpa tuduhan miring. Tiba-tiba Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane datang melaporkan ulah oknum penyidik Polres Jakarta Selatan yang  memeras seorang bernama Budianto dengan meminta uang Rp 1 miliar.

Sebenarnya kasus yang dilaporkan Budianto tersebut sudah ditindaklanjuti penyidik Polres Jakarta Selatan.

Penyidik Polres Jakarta Selatan pun telah menetapkan tersangka dalam kasus yang ia laporkan tersebut. Neta menyebut bahwa kasus yang dilaporkan itu sudah P21 atau berkas sudah lengkap. Jadi sebenarnya penyidik Polres Jakarta Selatan tinggal melimpahkan berkas perkara dan tersangka ke kejaksaan. Namun hal itu tak juga dilakukan.

Usut punya usut ternyata serperti dilansir wartakotalive.com, Neta mengaku penyidik meminta uang Rp 1 miliar ke Budianto sebagai syarat untuk pelimpahan berkas perkara kasus yang dilaporkan.

“Saat diminta uang Rp 1 Miliar, pelapor tidak memberikannya dan pelapor merasa diperas penyidik. Akibat pelapor tidak memenuhi permintaan Penyidik, maka tersangka dlm kasus No Sp.Sidik/592/IV/2018/Reskrim Jaksel tgl 16 April 2018 atas nama MY dan Sul tidak kunjung diserahkan Polres Jaksel ke Kejaksaan,” beber Neta.

Merasa diperas, Budianto didampingi Neta melaporkan hal itu langsung ke Kapolda Metro Jaya dan diterima secara resmi oleh Koorspri Kapolda Metro Jaya.

Tak lama setelah laporan masuk, Kapolda Metro Jaya menerbitkan surat telegram mutasi terhadap AKBP Andi Sinjaya Ghalib.

Lalu siapa sebenarnya AKBP Andi Sinjaya Ghalib tersebut sampai-sampai Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus harus mengklarifikasi dan meluruskan klaim dari IPW?

Usut punya usut, ternyata perwira polisi jebolan Akademi Kepolisian 2002 ini merupakan anak seorang jenderal bintang tiga, Andi Muhammad Ghalib.

Beliau adalah seorang pensiunan TNI dengan pangkat terakhir letnan jenderal dan pernah ditunjuk menjadi Jaksa Agung di masa Presiden BJ Habibie.

Setelah itu Andi Ghalib terjun ke dunia politik, bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan sempat menjadi anggota DPR RI. Beliau meninggal dunia 9 Mei 2016 lalu.

Selain putra tokoh terkemuka, ternyata prestasi Andi Sinjaya sendiri juga tidak main-main. Tak hanya moncer di kepolisian khususnya di bidang reskrim, Andi Sinjaya juga berhasil meraih gelar akademis doktor di Universitas Brawijaya dengan disertasi berjudul “Kebijakan Formulasi Tentang Kewenangan Penyidik Kepolisian Negera Republik Indonesia untuk Menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan dalam Perspektif Pembahuruan Hukum Pidana”.

Prestasi terakhirnya sebagai Kasat Reskrim Polres Jaksel, teraktual Andi Sinjaya sukses mengungkap kasus jual beli senjata api yang melibatkan anak artis Ayu Azhari, Axel Djody Gondokusumo.

Adapun sukses penangkapan Axel tersebut merupakan pengembangan atas kasus aksi koboi Lamborghini Abdul Malik yang sempat menjadi pusat perhatian masyarakat sebelumnya.

Mempertimbangkan prestasi dan talenta yang begitu moncer tersebut, mungkinkah Polri akan membuangnya begitu saja hanya karena aduan IPW?

Yang jelas di kalangan warganet sanksi pencopotan yang dilakukan Polri sebelumnya dianggap terlalu ringan. Apalagi jika ternyata itu hanya sekedar mutasi. Masyarakat melihat pemerasan  oleh aparat merupakan tindakan kriminal yang harus ditindak tegas dan diadili secara hukum. Apalagi warganet melihat jumlah yang diminta begitu besar. |WAW-JAKSAT