by Tarmidzi Yusuf

Omnibus law bikin gaduh. Buruh turun ke jalan. Protes RUU Cilaka (Cipta Lapangan Kerja). Bahkan menyasar Gubernur. Menteri Dalam Negeri bisa pecat Gubernur. Wow luar biasa!

Apa itu omnibus law? Omnibus law adalah regulasi atau Undang-Undang (UU) yang mencakup berbagai isu atau topik.

Secara harfiah, definisi omnibus law adalah hukum untuk semua. Istilah ini berasal dari bahasa latin, yakni omnis yang berarti ‘untuk semua’ atau ‘banyak’.

Omnibus law adalah suatu Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana. (Warta Ekonomi Online, 9/12/19)

Saat ini pemerintah sedang menggodok omnibus law demi mengatur kemudahan investasi di Indonesia. Ada 3 hal yang dibahas, yaitu mengenai perpajakan, cipta lapangan kerja (cilaka), dan usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM).

Jika regulasi baru ini berlaku, setidaknya 74 undang-undang yang berlaku sebelumnya menjadi tidak berlaku lagi.

Kesannya bagus. Tidak perlu banyak regulasi. Proses investasi mudah dan cepat alias potong aturan dan birokrasi.

Tiga poin yang diusulkan RUU Cilaka yang bisa bikin pekerja cilaka beneran kalau disahkan adalah:

  1. Mengatur fleksibilitas jam kerja, proses perekrutan, dan PHK.

RUU Cilaka membuat perusahaan bisa dengan mudah merekrut dan memecat tenaga kerja. Perusahaan akan menerima pekerja melalui sistem kontrak dan outsourcing.

Efeknya, perusahaan tidak perlu membayar pesangon setiap PHK yang tidak mencapai performa perusahaan. Termasuk bila pekerja terlalu banyak menuntut.

Padahal, pekerja berhak menuntut hak mereka seperti jaminan keselamatan kerja dan kesehatan, upah yang layak, jam kerja yang manusiawi, jenjang karier, dan seterusnya.

Ketika RUU ini disahkan, pekerja nyaris tidak akan punya kontrol untuk itu semua.

  1. Mempermudah proses perizinan tenaga kerja asing (TKA).

Asing lagi. Sudah tahu masyarakatnya masih banyak yang tidak punya pekerjaan yang layak, malah gelar karpet merah buat TKA.

Di mana-mana, negara harusnya memberikan perlindungan ke tenaga kerja sendiri bukan membuka kran impor TKA asing. Pengangguran di Indonesia masih tinggi sekitar 7,05juta per Agustus 2019.

  1. Sistem pengupahan berbasis jam kerja.

Ini jadi masalah jika sistem kerja 8 jam yang ada saat ini, pekerja yang rajin dan bisa menyelesaikan pekerjaan hanya dalam waktu 4 jam, tetap akan dibayar penuh untuk 8 jam kerja meskipun kerjanya hanya 4 jam kerja.

Tapi nanti, jangan harap bisa seperti ini. Perusahaan bisa memberikan pekerjaan lebih banyak untuk bisa dibayar penuh dengan upah 8 jam.

Kalau RUU Cilaka ini disahkan, akan berakibat bagi pekerja diantaranya; jam kerja tidak teratur, kontrak kerja bisa putus kapan saja, tidak ada jaminan kerja, dan lingkup kerja yang makin banyak.

Yang mengejutkan lagi, bisa cilaka nasional, dalam RUU Cilaka, menteri dalam negeri bisa mencopot gubernur yang dianggap, sekali lagi, dianggap tidak mendukung program strategis nasional (pasal 519 dan 520).

Hebat sekali menteri dalam negeri jika RUU cilaka disahkan. Gubernur dipilih secara langsung bisa dipecat Mendagri tanpa melalui proses di DPRD dan Mahkamah Agung.

Menurut UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Paragraf 5 Pasal 78 ayat (2) diatur bahwa gubernur diberhentikan karena beberapa alasan. Di antaranya, berakhir masa jabatan, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan selama enam bulan berturut-turut, atau dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan.

Pemberhentian juga bisa disebabkan kepala daerah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur undang-undang, melanggar larangan, melakukan perbuatan tercela, atau mendapatkan sanksi pemberhentian.

Bisa juga seorang gubernur dimakzulkan oleh DPRD. Pemakzulan oleh DPRD harus lebih dulu menyatakan pendapat bahwa gubernur dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajibannya, melanggar larangan, atau melakukan perbuatan tercela. Pendapat itu kemudian dibawa ke Mahkamah Agung (MA) untuk dinilai dan diputuskan.

Pendapat DPRD diputuskan melalui rapat paripurna yang dihadiri minimal 3/4 dari jumlah anggota DPRD. Putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir (Pasal 80 UU Pemda).

Pencopotan gubernur menurut UU Pemda berliku dan tidak mudah. Sementara dalam RUU Cilaka proses pencopotan gubernur sangat mudah tanpa melibatkan DPRD dan MA. Otomatis kembali ke era kekuasaan sentralistik.

Masalah selanjutnya adalah apakah program strategis nasional itu program kekuasaan atau program negara? Siapa yang menetapkan program strategis nasional? Presiden? Atau Presiden bersama-sama DPR? Atau MPR yang menetapkan program strategis nasional?

Bukankah MPR belum mengamandemen UUD 1945 tentang GBHN. Jangan sampai atas nama ‘program strategis’ hukum jadi amburadul. Kekuasaan seorang Presiden menjadi tanpa batas. Kekuasaan menjadi sentralistik. Desentralisasi kekuasaan hasil reformasi dicabut demi menggenjot investasi dan hasrat kekuasaan terselubung.

Kepentingan kekuasaan lebih bersifat subjektif penguasa. Sementara kepentingan negara untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Siapa menjamin kekuasaan bebas dari kepentingan asing dan aseng. Kepentingan negara versi kekuasaan. Kepentingan investor mengatasnamakan kepentingan negara. Susah memisahkan kepentingan kekuasaan dengan kepentingan negara. Apalagi bila kekuasaan itu didanai oleh investor dan negara donor yang tentu saja membawa kepentingan subjektif negara donor dan investornya. Ingat!!! China punya program BRI (Belt and Road Initiative) dulu bernama OBOR (One Belt One Road).

Contoh sederhana, apakah betul proyek kereta cepat Jakarta – Bandung sebagai program strategis nasional? Jangan-jangan program strategis China dalam rangka program BRI.

Sehingga wajar kalau ada kesan di publik, rezim sekarang mencari pembenaran hukum karena telah abai dalam aturan, perizinan dan studi kelayakan atas pembangunan infrastruktur dengan dalih program strategis nasional.

Bisa-bisa negara terjual berkedok investasi dengan mengacak-ngacak hukum untuk kepentingan investor dan negara donor. Naudzubillah summa naudzubillah!

Jika sudah begini, rakyat patut bertanya omnibus law untuk siapa?

Bandung, 27 Jumadil Awwal 1441/23 Januari 2020